RatriKala-Tiga Puluh Tiga

5.5K 552 5
                                    

Kedua tangannya ia gunakan untuk mengusap wajah sesaat. Setelahnya, kepala dengan rambut tergerai panjang itu, menunduk. Guna memerhatikan kedua kaki tak beralas miliknya sendiri.

Terdengar suara-suara jangkrik, burung hantu, dan binatang-binatang malam lain yang menemani Dayuh seperti malam-malam sebelumnya. Tanpa takut, ada pelayan atau pengawal yang ke sini-Karena mereka, pengawal yang berjaga, telah melakukan itu tadi, memeriksa setiap sudut istana beberapa kali, kecuali tempat ini yang hanya diperiksa satu kali. Membuatnya tenang dan tanpa merasa was-was ada orang yang akan memergoki kegiatannya saat ini.

Selain itu, taman rumput ini juga jauh dari istana utama, orang-orang pun akan lebih memilih mengistirahatkan tubuh di dalam ruangan, setelah melakukan aktivitas berat di siang hari, daripada berkeliaran di luar seperti dirinya saat ini.

Gadis itu mendesah panjang. Berusaha memfokuskan perhatian pada jari kedua-di sebelah ibu jari-yang tingginya melebihi jari-jari kaki lain. Demi membiaskan perasaan sesak yang membelenggu dada beberapa waktu belakangan ini.

Tersenyum kecil, lalu bergumam seorang diri. “Ini Mirip ...” Selagi jari-jari tangannya yang lentik dan ramping meraba jari kaki, yang menjadi perhatiannya saat ini.

Kedua sudut bibirnya mengendur, kala menyadari dan teringat sesuatu. “Mirip ...” Lanjutnya lagi.

Satu embusan napas, lolos dari celah bibir, tak sanggup melanjutkan semua kalimat yang telah tersusun di kepala ketika teringat realita. Yang mungkin, bisa menamparnya kapan saja, termasuk ketika benaknya telah melayang bernostalgia pada masa lalu yang menyenangkan.

Ini seperti kaki Gusti ratu, kaki ibundamu.” Sekelebat kalimat dan bayangan seorang wanita, yang tengah membantunya membersihkan diri di sebuah pemandian khusus pribadi, melintas begitu saja.

Dan Dayuh, yang saat itu masih kecil, hanya mampu terkikik geli. Ketika wanita yang telah menjaganya sedari ia bayi, menggosok telapak kaki kirinya dengan lembut, menggunakan lempengan batu halus, yang sesekali dicelupkan pada air hangat beraroma bunga-bungaan. Seperti melati, kenanga, dan daun sirih, yang sengaja dicampurkan pada air yang digunakan untuk berendam, guna menambah aroma segar pada tubuh.

Ahaha geli, ini geli ... Tertawa kecil, ketika mengingat kenangan masa kecilnya, yang indah dan menyenangkan. Saat itu, dia tertawa dan sedikit meronta, meminta dilepaskan dari tangan sang pengasuh, yang terus mengusapkan jari-jarinya, pada telapak kaki Dayuh, hingga Dayuh kecil kegelian.

Ayah berkata bahwa aku cantik, mirip dengan Bunda? Apa benar aku cantik seperti Bunda?

Satu tetes air mata meluncur begitu saja dari netranya. Ketika benaknya memutar perkataan Dayuh kecil, yang tersimpan apik dalam kotak memori di kepala.

Ya, kau cantik seperti Ibundamu.

Mengusap tetesan air mata yang semakin deras keluar dan membasahi pipi. Berusaha keras menahan segala lonjakan emosi yang ingin sekali ia keluarkan. Dia merindu, amat merindu. Pada momen-momen menyenangkan yang pernah ia lakukan, bersama dengan orang-orang yang ia sayangi. Dayuh rindu, Dayuh rindu rumah, rindu keluarga, rindu semuanya.

Dia tak suka berada di sini, tidak suka berada di tempat orang berengsek yang telah membunuh ayahnya, menghancurkan tempat tinggalnya, dan sekarang ... Berbuat kurang ajar padanya.

“Hiks,” menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan, ketika tangis dari gadis itu, tak dapat dibendung lagi. Teringat segala prahara yang banyak menerjangnya akhir-akhir ini, membuat tangisan si gadis semakin terdengar menyayat hati, di tengah suasana malam yang semakin beranjak larut.

RatriKala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang