RatriKala-Empat Puluh Satu

4K 365 9
                                    

Dada pria itu naik turun, dengan kepala menengadah menghadap ke depan, melihat hasil pekerjaannya selama beberapa hari ini, dan sekarang sudah hampir selesai.

Bhadra tersenyum kecil. Tempat istirahat untuk singgah sesaat. Sebutnya, pada bangunan yang lebih pantas disebut saung atau gubuk kecil, berdiri kokoh dengan bambu dan rotan yang mendominasi sebagai bahannya yang dia anyam sedemikiam rupa, agar tetap terlihat indah.

Dia memang tak berniat tinggal lebih lama di daerah ini. Rencananya, setelah dia dapat menemukan Dayuh—kalau memang gadis itu masih hidup. Dia akan kembali ke tempat di mana dia mengabdi saat ini, begitu pun dengan gadisnya, dia akan membawa serta perempuan itu untuk selalu berada di sisinya.

Tapi, tidak ada salahnya, dia membuat tempat ternyaman selama tinggal di sini. Tidak lebih, hanya agar dia dapat berteduh di kala hujan, serta berlindung di kala malam yang dingin menyapa.

“Sudah berapa hari?”

Bhadra menoleh pada asal suara tersebut. Dan mendapati Ki Hlar Jagakerta beserta kuda yang ia tuntun. Di atas kuda tersebut terdapat hewan yang berhasil pria tua itu dapatkan sebagai menu makan malam kali ini.

“Lima belas ... mungkin,” jawab Bhadra tak yakin. Dia belum sepintar itu dalam menghitung maupun membaca. Bhadra mendesah, lagi-lagi kasta, yang membuatnya susah mendapatkan pelajaran bernilai tinggi semacam itu.

Wajah muramnya berganti, ketika Ki Hlar Jagakerta menurunkan hewan buruannya dari atas kuda.

“Aku selalu mendapatkan makanan lezat jika bersamamu,” ungkap Bhadra dengan nada menyenangkan.

Ki Hlar Jagakerta terkekeh membalas. “Bersyukurlah kalau begitu. Tidak semua orang bisa mendapatkan kesempatan berdekatan denganku, dan mendapatkan keuntungan sepertimu.”

Bhadra bersedekap dada, mengangguk atas ucapan Ki Hlar Jagakerta. Kemudian, kembali meneliti hunian berupa saung sederhana yang akan ia tinggali kini.

“Bagus, nak. Kau membuatnya dengan sungguh-sungguh.” Komentar pria tua yang saat ini mulai menyayati kulit hewan. “Berniat tinggal di sini lebih lama?”

Bhadra terkekeh pelan. “Tidak, hanya saja ... Aku menginginkan tempat beristirahat yang nyaman,” ucapnya dengan senyum kecil terulas. Kemudian dia menunjuk ke depan. “Lihat, ini cukup untuk kita tinggali, cukup untuk dua orang.”

Ki Hlar Jagakerta terdiam, meneliti hasil pekerjaan Bhadra di hadapan. Kemudian menggeleng kecil. “Untuk gadismu saja,” tandasnya singkat, membuat Bhadra seketika menoleh, agak terkejut dengan pernyataan pria tua barusan.

Bhadra menghela napas pelan. Sebelum mempertanyakan sesuatu yang sebelumnya tak berani ia ucapkan. “Menurutmu ... Apa dia masih hidup?”

“Menurutmu bagaimana?” Tanya Ki Hlar Jagakerta acuh tak acuh, sembari masih fokus terhadap pekerjaannya. “Aku tidak mungkin mengantarmu sampai sejauh ini, jika tidak ada kemungkinan terhadap hasilnya.”

Pria tua itu menusuk paha kijang menggunakan bambu. “Dia menunggumu.”

Tak ayal, ucapan tersebut membuat Bhadra berbinar penuh harapan. Membayangkan Dayuh menunggunya untuk menyelamatkan gadis itu, mulai membesarkan hatinya. Sekali pun kegagalan yang selama beberapa hari ini mendatanginya amat membuatnya putus asa.

Sudah lebih dari dua minggu mereka di sini, dan sampai saat ini pun, mereka—terutama Bhadra tak juga mendapatkan hasil yang diinginkan. Sangat susah, menembus pertahanan istana kerajaan ini.

Apalagi, dia menyadari selama berada di sini. Banyak prajurit yang ditempatkan di beberapa perbatasan, membuatnya harus memikirkan siasat dari sekarang jika nanti dia berencana keluar dari wilayah kerajaan ini.

RatriKala ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang