Back To Routinity

615 50 6
                                    

Haechan membuka pintu gerbang rumahnya dengan semangat pagi yang masih penuh. Ia menarik napasnya dalam-dalam dan bersiap untuk lari pagi. Dengan celana training hitamnya dan running shoesnya, serta senyum terpatri diwajahnya, ia menyusuri jalanan perumahannya.

"Chanie.. Chanie." Seseorang memanggilnya dari arah belakang, membuat Haechan menghentikan kegiatan berlarinya.

"Jaemin? Hai." Sapanya. "Apakah kau juga sedang berolahraga?"

Jaemin menurunkan kakinya dari pedal sepedanya, "yeah, aku sudah dapat satu putaran. Dan kau sedang berolahraga juga?"

Haechan mengangguk dan kembali melangkahkan kakinya, hanya langkah-langkah kecil. Dan diikuti Jaemin yang memilih turun dari sepedanya. "Aku baru memulainya. Kurasa cuaca cukup bagus untukku berolahraga, dan mungkin aku bisa menjemput Jisung setelah ini." Kata Haechan.

"Aku tidak tahu kau suka jogging. Haechan yang kukenal adalah si pemalas, jika hari seninnya tidak ada kegiatan ia pasti akan tidur. Dan jika sekolah membosankan, kau pasti akan membolos." Kekeh Jaemin, berusaha mengimbangi langkah kaki Haechan. "Dan lihat sekarang, kau bahkan sudah punya anak dan menikah."

"Aku tidak tahu jika dulu aku seburuk itu." Guraunya, "tapi, hei. Aku sudah berubah sekarang." Ia melirik Jaemin dan tersenyum miring. "Dan Jisung lebih tepat seperti Nemesis untukku, karena dia putra tiriku." Tambahnya, sambil bergidik.

Jaemin mengedikkan bahunya, "tidak perlu khawatir. Lagipula aku yang mengajarimu semua kehidupan SMP dan SMA. Aku bangga karena kita teman membolos. Tapi untungnya kau adalah murid yang cerdas." Candanya. Tawa Jaemin menular hingga Haechan ikut tertawa dan merasa hatinya menghangat di tengah udara dingin. "Omong-omong apakah Jisung masih sering menyulitkanmu?"

"Entahlah," Haechan menghentikan tawanya. "Jeno memberinya seekor anjing. Rotweiller. Kau tahu betapa besar dan menyeramkannya makhluk itu. Mungkin bukan hanya Jisung, tetapi Jeno juga mulai menyulitkanku. Aku tidak terlalu menyukai mereka. Aku bisa merasakan mereka juga membenciku. Dan tentu saja menyusahkanku adalah salah satu tujuannya."

"Wow, sungguh sebuah jawaban. Aku tidak pernah menduga hal ini terjadi padamu. Tetapi mungkin untuk beberapa alasan aku memahaminya." Jaemin menanggapi dengan senyum tipisnya.

Haechan menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba. Perasaannya campur aduk, rasa kesal dan heran membuat moodnya turun. "Semua orang bertingkah seperti mengenal diriku sangat lama, tetapi aku bahkan tidak mengenal diriku sendiri. Aku merasa tertinggal dan tidak memahami beberapa hal. Aku tidak mengerti orang-orang di sekitarku. Aku tidak tahu apakah mereka benar-benar memahamiku atau mereka hanya mengolokku." Ujarnya, "aku bukan diriku yang dulu, tetapi orang-orang masih bersikap sama padaku dan membingungkanku."

Jaemin menyentuh bahu Haechan untuk memberikan semangat pada sahabatnya itu. "Mungkin Jeno hanya merindukanmu, kau tahu. Memang caranya salah dan sulit untuk kau pahami." Jaemin menjeda perkataannya, ia terlihat ragu untuk meneruskan perkataannya atau tidak. "Hanya karena kau tidak mengerti, kau tidak perlu menilainya buruk."

Haechan memutar bola matanya dengan malas, dan ia memilih untuk tidak berkomentar apapun.

"Mungkinㅡmungkin ini terlalu berlebihan dan aku terdengar seperti membuat alasan yang tidak masuk akal, tapi Jisung hanyalah anak kecil. Ia tidak memahami apapun, ia hanya bertahan karena apa yang ia ketahui." Ujar Jaemin. "Dan kau pasti akan memahaminya seiring berjalannya waktu. Kau pasti akan mencintainya seperti ia adalah putramu sendiri."

Haechan terlihat tidak yakin, tapi Jaemin telah berusaha, dan Haechan menghargainya. Ia memilih untuk melanjutkan kembali langkahnya untuk berlari kecil, dan diikuti Jaemin di belakangnya.

Arranged MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang