The Failed Marriage

697 56 16
                                    

Pasca operasi ini emang ribet yaa..

Haechan menekan bel apartemen milik Jaemin dengan perasaan campur aduk. Hatinya merasa resah dan gelisah, tetapi ia harus bersabar karena sang sahabat bahkan tidak terburu-buru untuk membukakan pintu rumahnya.

Jangan tanyakan bagaimana Haechan mengetahui alamat sahabatnya itu. Setelah ia dapat berdiri dan berjalan kembali, hal yang pertama Haechan lakukan adalah membombardir Jaemin di telepon, karena hanya ia satu-satunya yang ada di dalam kepala Haechan saat menyadari ia dalam kesulitan.

"SabarlㅡHaechan?" Ekspresi kesal yang terpatri diwajah Jaemin dengan cepat berganti dalam waktu kurang satu detik ketika melihat wajah Haechan yang memerah dan sembab dipenuhi oleh jejak air mata. "Apa yang terjadi padamu? Kau habis menangis?"

Haechan memijat pelipisnya dengan pelan dan menyedot ingusnya, ia merasa pusing dengan rentetan pertanyaan yang keluar dari mulut Jaemin. "Bolehkah aku masuk?" Desak Haechan, sepenuhnya mengabaikan pertanyaan lelaki di hadapannya.

Jaemin menatap Haechan dari atas hingga bawah untuk memperhatikan penampilan lelaki itu. Haechan sepertinya mengalami hari yang sangat buruk. Akhirnya Jaemin menggeser tubuhnya tanpa mengatakan apapun dan membiarkan Haechan masuk.

"Apakah kauㅡ"

"Jaemin, bagaimana dengan kuenya?" Seorang wanita muda berjalan ke arah mereka dan menyentuh bahu Jaemin dengan cara yang membuat Haechan mengerutkan keningnya, dan ia juga sangat tersinggung dengan apa yang dilakukan wanita itu karena memotong perkataannya.

"Aku akan mengirimkannya ke rumahmu, noona." Jawab Jaemin dengan sebuah senyuman manis diwajahnya. Melihat hal itu, entah mengapa membuat Haechan semakin merasa kesal, tanpa ia sadari bibirnya berkedut lalu menatap mereka dengan sinis.

"Dan sepertinya kelas kita juga harus dicukupkan sampai di sini. Aku ada urusan dengan temanku, noona tidak keberatan, 'kan?" Tanya Jaemin. Tangan lelaki itu berada dipinggang si wanita muda sambil menariknya dengan perlahan untuk membawanya menuju pintu.

Wanita itu mendesah pura-pura kecewa. "Aku harus mendapatkan kuenya. Suamiku berulang tahun hari ini."

"Kupastikan kau bisa memakannya dengan suamimu malam ini sebelum kalian bersenang-senang." Ujar Jaemin sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Baiklah," ia tersenyum kecewa, lalu mencium pipi Jaemin dan mengucapkan selamat tinggal setelah drama tangannya yang tidak bisa melepaskan tangan Jaemin.

Haechan biasanya tidak menghakimi pakaian orang lain terutama perempuan, tetapi kali ini ia tidak bisa melepaskan tatapan sinisnya dari wanita yang memakai gaun pendek yang hanya menutupi pantatnya itu. Caranya berbicara dengan Jaemin yang manja dan dengan terang-terangan menggoda lelaki itu. Sampai akhirnya wanita itu menghilang di balik pintu apartemen Jaemin, Haechan masih memasang ekpresi kecutnya. Dasar wanita murahan, pikir Haechan.

"Kau baik-baik saja?" Jaemin bertanya pada Haechan dengan nada khawatir. "Maafkan aku dengan semua ini, kau tahu akhir pekan selalu membuatku sibuk." Sambungnya.

"Sibuk?" Haechan berdecih dengan ekspresi sinisnya yang masih terpasang sempurna. "Sepertinya aku bukan satu-satunya temanmu yang istimewa."

"Apaㅡ"

Entah apa yang merasuki kepalanya, Haechan berjalan ke arah Jaemin dengan cepat lalu menarik tengkuk lelaki itu dan membawanya pada sebuah ciuman.

Haechan mencium Jaemin dengan paksa dan gerakan terburu-buru, meraup bibir kering Jaemin dengan bibirnya yang tebal dan basah. Jaemin menutup matanya untuk merasakan tarian bibir Haechan dibibirnya yang seperti tengah menyalurkan rasa putus asa dan amarahnya. Tangan Jaemin bertengger dipinggang Haechan memberikan sedikit pijatan halus, memberikan isyarat supaya lelaki itu berhenti. Sementara tangan lainnya berada dipundak lelaki itu dan berusaha mendorongnya dengan pelan untuk melepaskan ciuman mereka.

Arranged MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang