Perlahan semuanya kembali, tetapi keadaan tidak akan pernah kembali seperti semula.
***
"Mengingat saja sudah perih, bagaimana dengan merasakannya secara langsung?"
***
Selama mereka berdua berjalan ditaman, Jey dan Fadil sama-sama tidak membuka suara. Mereka terlalu hanyut dengan pikiran mereka masing-masing, sampai pada akhirnya Fadil membuka suaranya.
"Jey, kau bisa jujur padaku?" Jey menatap kearah Fadil dan menukik alisnya dengan gerut wajah bingung. "Jujur?"
"Ya, beri tau aku. Siapa itu Razendra?" Seakan ada sambaran petir, Jey terdiam dan tampa sangaja semua tubuhnya berhenti bagaikan dirinya habis terkena sebuah kutukan. Fadil yang menyadari jika Jey tidak jalan di sebelahnya pun menoleh kebelakang dan menatap heran kearah Jey.
"Kenapa Jey?" Jey merasa bahwa apakah ini waktu yang tepat untuk memberitaunya, atau tidak?
"Kalian berdua!!" Jey sadar dari lamunannya dan berbalik cepat disaat sadar jika suara itu berasal dari kembarannya.
"Jay..." Gumam Jey sedikit senang.
Jey berbalik menatap Fadil, sedangkan Fadil berjalan mendekat kearah Jey dan Jay, yang ternyata sudah berada di belakang Jey. Tengah mengatur nafasnya, akibat berlari dari atas terus ke meja resepsionis lalu ke taman belakang rumah sakit. Rasanya kaki Jay seperti lemas, tampa tenaga.
"Kau akan tau nanti, Fadil."
Bukan, ini bukan waktu yang tepat untuk memberitaunya.
***
"Mainmu cukup rapi." Ujar seoarang wanita dengan sopannya ia duduk di meja kerja milik seorang pemuda, yang tengah menatap leptopnya dengan datar.
"Ku anggap itu sebagai pujian."
"Ya, memang aku sedang memujimu." Pemuda itu mengalihkan pandangannya sekilas kearah wanita itu dan kembali menatap leptopnya yang tengah menunjukan sederet data-data penting.
"Apa maumu, Eri?" Wanita itu, bernama Eri. Ia terkekeh dan turun dari meja dan berjalan menuju sebuah lemari penyimpan dokumen-dokumen rahasia milik pemuda itu. "Bolehkah aku meminjam salah satu dokumenmu?"
Pemuda itu mengeriyit bingung dan menjawab "Buat apa?"
"Ingin saja mengenalmu lebih jauh." Jawab Eri tampa memalingkan pandangannya, ia cukup sibuk untuk memilih dokumen mana yang akan ia pinjam. Pemuda itu tampak sedikit curiga, tapi entah kenapa otaknya mengatakan bahwa ia harus izinkan Eri untuk mengambil salah satu dokumennya.
"Terserah."
Kali ini Eri memalingkan wajahnya kearah pemuda itu, dan tersenyum senang.
"Kau memang yang terbaik!" Eri mengambil salah satu dokumen yang menurutnya sangat ingin ia tau, dan ia segera berjalan menuju pemuda itu dan mencium pipi pemuda tersebut.
"Terimakasih." Ucap Eri dengan senyuman manisnya, pemuda itu tampak tak terkejut tetapi ia membalas senyuman itu dengan senyuman tipisnya. Eri berjalan ke pintu keluar dengan girang.
Tampa pemuda itu sadari bahwa dengan cara ia melakukan itu, maka permainan akan segera dimulai.
'Bodoh.'
Bersambung....
Jangan lupa Vote dan Komen! Jika kalian suka! Terimakasih sudah membaca ceritanya! Love y'all 💚
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Losing You | Ft: Renjun & Haechan
FanficApi berkobar dengan ganasnya, ia melahap semua yang ada di sekitarnya. Ia tak kenal apa itu arti kawan dan musuh, ia hanya melenyapkan apa yang mengganggunya. Api itu melenyapkan sesosok yang ia anggap kakak dalam hidupnya selama ini, api itu jahat...