PART 1

85 9 1
                                    

 enjoy honey








"Putri anda memiliki penyakit jantung. Penyakitnya tak seberapa parah, tapi saya sarankan jangan pernah membuatnya tertekan dan tersakiti secara batin karena jika terjadi itu akan membuat sistem kinerja jantungnya bekerja tak tentu arah dan otomatis itu akan sangat berpengaruh pada kondisi jantung itu sendiri." Jelas pria paruh baya berpakaian putih khas seorang dokter itu kepada sepasang pria dan wanita paruh baya di hadapannya.

"Astaga! Ini tidak mungkin terjadikan dokter? Dalam silsilah keluarga kami tak ada yang memiliki penyakit jantung, hanya ibu kami saja yang memiliki sebuah penyakit itupun bukan penyakit jantung melainkan kanker hati. Jadi tidak mungkin mook putriku memiliki penyakit ini. Iya 'kan suamiku? Hikss ..." wanita paruh baya itu terisak dalam pelukan sang suami seakan tak mempercayai apa yang telah di katakan oleh dokter kepercayaan keluarganya sejak dulu itu di hadapannya itu.

Dokter kris menatap wanita paruh baya itu dengan tatapan bersalah, "Maafkan saya nyonya pun, putri anda mungkin saja memiliki penyakit ini karena penyakit jantung tidak hanya berasal turun temurun dari si penderita. Ya, penyakit ini bisa saja muncul dengan sendirinya. Anda tenang saja, penyakit ini tidak terlalu berbahaya." Jelasnya.

"Ya, kami mengerti, terima kasih dokter kami permisi dulu," ujar tuan pu setenang mungkin padahal dalam hatinya ia begitu resah akan keadaan putri sulungnya itu.

Tuan pun merengkuh pundak istrinya yang sedari tadi mengisak itu lalu berlalu keluar dari ruangan tersebut menuju ruang inap putrinya yang tengah terbaring lemah dengan langkah gontai.

.

.

.

.

"Phi? Apa phi tidak apa-apa? Kenapa phi mook belbaling telus sepelti ini? Ayo kita main phi mook." Pria kecil berumur 5 tahun itu dengan wajah polosnya tak henti-hentinya bertanya ini itu kepada sang kakak yang kini tengah berbaring lemah di atas tempat tidur pasien.

Terkekeh geli melihat tingkah menggemaskan adiknya, pria kecil yang lebih dikenal dengan nama gun atthaphan itu menjawab, "Haha maafkan phi gunie, phi tidak apa apa. Tapi phi belum bisa main bersamamu dulu soalnya tubuh phi sangat lemas. Maaf ya ..." ujar gadis kecil berumur 2 tahun lebih tua itu pada adiknya yang kini menatapnya sebal seraya mengembungkan kedua pipinya.

"Huh, phi ayolah ... gunie bosen duduk sepelti ini telus, ayo main petak umpet." Rengek pria mungil bernama gun atthaphan itu manja seraya menarik tangan sang kakak pelan, matanya sudah berkaca-kaca dengan raut sedih di wajah cubby-nya itu.

Karena tak tega melihat adiknya sedih akhirnya mook pun mengabulkan keinginan adiknya itu, "Hmm ... baiklah, sebentar phi mau melepaskan selang infusan ini dulu ya?" ujarnya seraya tersenyum lembut kearah adiknya yang mengangguk antusias karena permintaannya terkabul. Mook bangkit berdiri lalu dengan perlahan mencabut jarum itu.

Tek!

Tes!

"Akh ..." mook mengerang perih ketika jarum itu berhasil ia lepaskan dan menyebabkan beberapa tetes darah meluncur ke atas lantai.

"..."

Gun kecil hanya diam dengan wajah polosnya ketika melihat sang kakak merintih kesakitan. Setelah rasa perih di lengannya berkurang, mook pun dengan berjalan tertatih tatih menghampiri gun kecil.

"Nah, ayo kita main!" ujarnya dengan suara lemahnya.

Gun kecil mengangguk antusias dan tersenyum lebar. "Hm, ayo!" sahutnya semangat.

"Baiklah phi akan menghitung sampai 20 dan gunie cepatlah bersembunyi mengerti?"

"Iya, phi!"

Mook tersenyum lembut, membalikkan tubuhnya ke arah dinding mook mulai menghitung mundur. "20 ... 19 ... 18 ... 17 ... 16—" gun kecil panik lalu tanpa pikir panjang gun kecil bersembunyi di balik tirai ruangan itu.

"—6 ... 5 ... 4 ... 3 ... 2 ... 1 ... selesai. Nah gunie di mana kamu? Phi akan segera menangkap mu ..." mook berjalan ke setiap sudut ruangan itu dengan teliti mencari keberadaan adiknya, ke kamar mandi dan hasilnya nihil. Gun tak ada di mana-mana. Mook mulai panik.

"Gun?! Kau di mana? Ayo keluar sayang,"

"..."

"Gunie? Gun keluarlah ... gunie ini sungguh tidak lucu ... ayo keluar!"

"..." Keadaan di kamar rawat inap itu hening. Keringat dingin mulai membanjiri tubuh mook, napasnya memburu dan matanya berkaca-kaca.

"GUN ATTHAPHAN! DI MANA KAU? Gunie! ASTAGA! Haah ... haah ..."

Tanpa mook sadari si balik punggungnya gun kecil tengah berjalan mengendap endap seraya tersenyum jahil lalu—

"DOR! Hahaha!"

"Argh!"

Deg, deg, deg!

Setelah berteriak tubuh mook mematung, kedua matanya terbelalak lebar, detakan jantungnya berhenti seketika dan—

Bruk!

—Tubuhnya ambruk tak sadarkan diri tepat di hadapan gun kecil yang menatap sang kakak tak percaya.

"Ph--phi ... phi ke—kenapa?" lirihnya, tubuh gun kecil seakan terpaku di tempat air matanya keluar begitu saja.

Cklek!

Pintu terbuka menampilkan sang ayah dan ibu yang tengah menatap tubuh mook yang tergeletak di lantai dengan raut terkejut yang sangat nampak di wajah mereka.

"ASTAGA mook?!" mereka berdua berlari menghampiri tubuh sang putri sulung mereka lalu mendekapnya.

"A-ayah, ibu... Ak—aku ..."

"APA YANG TERJADI PADA KAKAKMU HAH, Gun Atthaphan?!" Nyonya pun membentak gun kecil yang tengah menundukkan kepalanya.

"Ta—tadi aku mengajak phi belmain petak umpet ... pas phi sedang sibuk mencali gunie, gunie mengagetkan phi dali belakang ... Lalu—"

"DASAR ANAK BODOH!"

Bruk!

"Akh ... ibu?! Hikss," gun kecil menatap sang ibu tak percaya dengan mata berkaca-kaca, jelas saja nyonya pun baru saja mendorong tubuh gun kecil hingga terduduk di lantai dengan cukup keras.

"Sudahlah sayang, aku akan memanggil dokter sekarang ... mook lebih penting ingat?" Nyonya pun mengangguk mendengar penuturan suaminya itu, lalu mulai mengangkat tubuh mook ke atas tempat tidur.

Nyonya pun duduk di pinggir tempat tidur itu memandang wajah serta menggenggam tangan putri sulungnya itu seraya terisak pilu tanpa menoleh ke arah gun putra bungsunya yang kini tengah menangis tersedu-sedu di lantai yang sangat dingin.

Hey ini musim dingin pantas saja lantai itu terasa dingin namun rasa dingin itu tak mampu membuat tubuh gun kedinginan karena hati gun lebih terasa dingin ketika melihat tatapan ayah dan ibunya yang menatapnya dingin, mulai sekarang tak ada kehangatan di dalam kedua mata orangtuanya untuknya, ya semuanya telah berubah. Entah mengapa gun kecil merasakan suatu perasaan yang begitu asing baginya. Ya rasa itu sangat nyata terasa di ulu hatinya rasa perih, ngilu, sakit dan nyeri ia rasakan di sana.

"Hikss .. ma—maafkan gunie ... hikss," gun terus saja mengisak, tuan pun sang ayah menghampiri gun kecil, gun kecil menatap sang ayah sendu. Setidaknya gun berpikir sang ayah akan menggendongnya lalu membuatnya berhenti menangis seperti biasanya. Tapi—

"Ingat gun atthaphan, mulai sekarang kau harus tahu. kakakmu sedang sakit kau harus mengerti dan bersikaplah dewasa. ayah dan ibu tak akan memanjakanmu lagi, karena ayah dan ibu akan sibuk mengurusi kakakmu. Mengerti?" ujar tuan pun datar dan menatap gun kecil dengan tatapan tajam, lalu pergi begitu saja tanpa menoleh ke belakang meninggalkan gun yang menatap punggung sang ayah dengan tatapan terluka.

"A-ayah,hikss ... Kenapa?" lirihnya sendu.

—Ternyata pikiran gun kecil salah, karena nyatanya sang ayah yang biasanya memberikan tatapan lembut dan senyuman menyejukan kini telah lenyap dan di gantikan oleh sikap sang ayah yang dingin, acuh dan tegas. Pria yang tak pernah dikenalnya.









Akhirnya cerita ini aku publish juga maaf ya nunggu lama semoga kalian cuka sama ceritanya ✨

Jangan lupa vote come ya paipai

winter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang