07: Days Without Ly

24 9 28
                                    

Ronette memandang kosong titik-titik embun pada gelas kopinya dengan kepala terpasrah di atas meja. Sepi, rasanya sepi sekali. Sudah nyaris seminggu ia tak melihat Lyonore. Entah kemana lelaki itu mendadak hilang.

Meskipun Ronette membenci perilaku Lyonore di hari itu, tentu saja ia masih memiliki rasa peduli pada anak yang sudah dikenalnya selama 10 tahun. Dua hari lalu, Ronette sebenarnya datang ke rumah Lyonore, namun hanya sampai depannya saja. Entah kenapa keraguan besar datang di hatinya untuk melangkah masuk kesana. Ronette masih ingat sosok sekarat Nenek Lyonore dengan mata sayunya yang sudah hampir dijemput kematian.

Itu menakutkan.

"Mengantuk?" Ronette mengangkat kepalanya ketika Ciel datang dan mengusap lembut rambutnya. Pemuda itu lalu mengambil posisi duduk di sampingnya.

Gadis itu mengangguk singkat. "Hari ini agak dingin, aku jadi merasa ingin tidur."

Ciel mengulas senyum simpul. "Kalau begitu tidur saja. Aku akan membangunkanmu 5 menit sebelum kelas dimulai."

"Tidak, aku sengaja membawa kopi dingin untuk membuatku tetap terjaga," tolak Ronette seraya menunjukkan gelas kopinya yang penuh dengan embun di bagian luar.

"Tapi kau terlihat lelah. Apakah kau baik-baik saja? Ada yang kau pikirkan?" tanya Ciel, menunjukkan pedulinya.

Sesaat Ronette diam. "Aku ... memikirkan Lyon. Dia tidak datang ke sekolah sejak hari itu. Aku khawatir sesuatu terjadi padanya."

Kalimat itu membuat Ciel senyap sejenak dengan raut serius. Ia membuka mulutnya seakan ingin mengatakan sesuatu. "Apa kau ... menyukainya, Ronnie? Maksudku, sebagai lawan jenis?" Dia akhirnya bersuara meski terdengar ragu-ragu.

Ronette tersentak. "Aku menyukaimu, Ciel. Kau kan tahu itu."

Ciel menunduk dan mengangguk, membenarkan perkataan yang perempuan. "Kalau begitu, mengapa kau sangat peduli padanya? Maaf, tapi aku sangat ingin menghajarnya ketika mendengar apa saja yang ia lakukan padamu hari itu. Tidakkah seharusnya kau membencinya?"

"Dia yang selalu bersamaku selama 10 tahun, Ciel. Aku sudah menganggapnya sebagai bagian dari diriku sendiri. Dia adalah orang yang berharga bagiku," tutur Ronette tulus.

Perempuan berambut merah itu melanjutkan, "Aku juga merasa dia tidak benar-benar bermaksud bersikap seperti itu. Aku yakin dia tetap anak manis yang aku kenal selama ini, dan bahwa situasi ini akan segera selesai jika aku dan dia meluruskannya."

Ciel mendengarkan setiap kata-kata Ronette dengan serius. Ia menggigit pipi bagian dalamnya sebelum kemudian menghela napas. "Baiklah jika kau berkata seperti itu. Aku akan percaya padamu, Ronnie."

"Tapi jika ia menyakitimu lagi, aku sungguh tidak akan membiarkannya."

Ronette meraih tangan kanan Ciel untuk ia genggam dengan kedua tangannya. "Jangan, jangan. Percayalah padaku, Ciel. Aku tidak ingin kau membuang waktumu untuk mengurusi masalahku."

Ciel memasang raut sedih. "Aku merasa dia tidak aman untukmu, Ronnie."

"Aku baik-baik saja, sungguh. Kau ada untukku, itu sudah lebih dari cukup. Jangan melakukan hal-hal yang memberatkanmu seperti itu. Aku bisa menjaga diriku sendiri, aku berjanji."

"Lantas apa rencanamu setelah ini? Apa kau akan menemuinya?"

"Mungkin. Mungkin juga tidak. Mungkin aku harus memberinya sedikit waktu. Atau mungkin aku harus menghampirinya terlebih dahulu. Ah, entahlah, sepertinya aku akan menunggunya sedikit lebih lama lagi."

Ciel diam menyimak setiap perkataan gadis tersayangnya. Jujur ia sungguh khawatir. Ia tidak bisa membayangkan Ronette akan bertemu dengan orang semenakutkan itu lagi. Memang dirinya tak mengenal baik Lyonore, Ciel hanya sering melihatnya karena Lyon selalu bersama Ronette. Namun bukan berarti dirinya tidak bisa menilai bagaimana Lyonore akan bersikap setelah ini. Anggaplah ini hanyalah pikiran negatifnya, tapi apakah ia tidak boleh mengantisipasi kemungkinan terburuk?

Ronnie, My RonnieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang