09: Seems Like A Normal Three

17 6 2
                                    

Skenario pertama: Perjalanan menuju tempat pemberhentian bus. Seperti yang sudah ia perkirakan, suasana terasa sangat canggung. Ronette bisa merasakan aura dingin yang menguar dari kedua lelaki di samping kanan dan kirinya itu. Seolah keduanya malas atas kehadiran satu sama lain. Sedangkan Ronette yang berada di tengah-tengah mereka hanya bisa berjalan dengan canggung sambil berpura-pura tak peka.

"Ronnie, biar ku bawakan tasmu." Ciel berkata seraya mencoba melepas tas punggung Ronette dari gadis itu.

"Oh? Ah, baiklah." Ronette menurut saja ketika Ciel mengambil alih tasnya. Sementara itu tanpa disadarinya Lyonore sudah melirik mereka berdua dengan tatapan tidak suka.

"Ronnie, bolehkah aku membawa dirimu?" Tidak mau kalah, Lyonore mencoba menawarkan bantuan pula. Namun, tidakkah ucapannya itu terlalu konyol hingga sontak membuat Ronette dan Ciel meliriknya kaget?

"Eh? D-diriku? Maksudmu seperti ... menggendongku?" tanya Ronette balik, hanya untuk memastikan bahwa mungkin ia salah tangkap.

"Kau ini yang benar saja? Jika mau cari perhatian, bersikaplah normal sedikit," cerca Ciel tajam.

"Tidak ada yang minta pendapatmu," balas Lyonore dingin. Ronette menghela napas seraya memijit kecil pelipisnya. Bagaimana ini? Sekarang mereka berdua malah bertengkar.

"Sudahlah kalian," sela Ronette setelah menghela napas. Ia lalu beralih pada Lyonore, "Tidak apa, Lyon. Kau tidak perlu melakukannya. Aku lebih suka berjalan bersama seperti ini."

"Baiklah, Ronnie," tanggap Lyonore yang tiba-tiba manis. Ia menjadi anak kucing yang baik dan penurut. Ciel mendecih kecil. Barangkali merasa bahwa Lyonore begitu palsu dan menggelikan. Sampai kapanpun ia tak akan bisa mengerti tentang mengapa Ronette sesayang itu pada anak ini.

Mereka berhenti pada tempat pemberhentian bus. Menunggu bus-nya datang dengan posisi yang sama seperti tadi─dengan Ronette yang diapit oleh kedua pemuda ini. Ronnie mendengus. Apakah akan terus begini?

"Ah, Ciel? Bukankah kau suka kucing?" Sang pemudi mendadak bersuara ketika satu ide muncul di kepalanya. Setidaknya ia berupaya membuat keheningan ini tak terus membayangi ketiganya dengan canggung.

"Hm? Ya, aku memang suka kucing," jawab Ciel sederhana.

"Wah, Lyon juga suka kucing, loh? Ada beberapa kucing yang sering datang ke rumahnya. Bagaimana jika kau kapan-kapan mampir?" Tertebak. Niatnya langsung tertebak.

Ciel tersenyum masam. "Ah, kalau dipikir-pikir aku tidak sesuka itu dengan kucing."

"Aku juga tidak akan membiarkanmu masuk ke rumahku," sahut Lyonore ketus.

Ronette memasrahkan kepalanya ke dinding halte dengan sedikit kasar, seolah ingin kedua lelaki itu tahu bahwa ia tidak suka dengan situasi ini. Ciel paham, dan meski ia agak kesal dengan keputusan Ronnie untuk mengajak Lyonore tanpa memberitahunya, tentu saja ia tidak bisa diam saja ketika perempuannya kesal.

"Ronnie, bagaimana jika saat pulang nanti kita mampir ke toko roti? Aku akan membelikanmu croissant coklat yang kau suka," tawar Ciel dengan seutas senyum hangat. Upayanya ini seratus persen berhasil, karena kini Ronette sudah tersenyum lagi dengan senangnya.

"Tentu!"

Lyonore melirik dalam diamnya. Rautnya jelas menunjukkan ketidaksukaan yang besar terhadap konversasi antara dua orang tersebut. Namun merupakan sebuah ironi besar bahwa ia tidak bisa melakukan apapun kali ini. Jika ia berbicara lagi seperti tadi, pasti ia akan terdengar kekanak-kanakan dan Ronnie tak akan menyukainya.

Membuang napas kasar, bola matanya terputar. Betapa kesal ia.

Skenario kedua: hening di bus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Skenario kedua: hening di bus. Lyon benar-benar diam sejak pembicaraan di halte tadi. Namun Ronette yang naif berpikir baik bahwasanya Lyonore mungkin sudah mengerti bahwa terus menentang Ciel itu bukan hal yang bagus, atau mungkin lelaki berhidung tinggi ini hanya lelah bercakap dengan orang yang terlalu cocok dengannya. Jadi Ronette tak ambil pusing soal itu.

Ronette menyandarkan kepalanya pada bahu Ciel yang duduk di sisi kirinya. Sementara Lyon di belakang mereka. Tak tahu ia bahwa hati Lyon sudah panas sejak tadi. Situasi ini terus berlangsung hingga skenario berikutnya.

Skenario ketiga: kini ketiganya sudah berada di toko buku dan Lyon masih diam. Lagaknya memang seolah ikut melihat-lihat buku disana. Namun pandangannya mengarah tajam pada Ronette yang asyik membahas buku-buku yang ia jumpai dengan Ciel. Kini hatinya mungkin sudah terbakar. Sebab selama ini, Ronnie tak pernah membahas sesuatu dengannya seantusias itu. Lyon iri, sekaligus sedih. Ia baru sadar, selama ini Ronette tak pernah berbagi cerita apapun terkait hal-hal yang disukai gadis itu. Apakah karena gadis itu berpikir Lyonore tak akan mengerti? Memang benar bahwa Lyon tak punya hobi, tak punya hal yang disukai. Karena sepanjang hidupnya hanya ia fokuskan pada Ronette seorang.

Namun hal itu tak lantas bisa dijadikan alasan bagi Ronette untuk tak berbagi pikirannya pada Lyon, bukan? Meskipun Lyon mungkin tak akan mengerti, tapi Lyon juga bisa ikut bersemangat. Karena bagaimanapun, bahagia Ronette adalah bahagia Lyonore pula.

Atau tidak?

"Apa ada buku yang kau sukai, Lyon?"

Lyonore terhenyak ketika menyadari Ronette akhirnya berbicara padanya. Pandangannya berotasi sedikit hingga jatuh pada buku yang sedari tadi dipegangnya. "Ini.." Ia menjawab pelan, tak yakin, yang penting menjawab.

Ronette berjalan mendekat dan melihat buku yang dipegang Lyonore. "Oh, sungguh? Aku tidak tahu kau suka astronomi?"

Lyonore menyadari tatapan Ciel yang ternyata ikut memperhatikannya. "Aku menyukainya mulai saat ini, Ronnie," ujar Lyon kemudian.

"Oh.." Ronette mengangguk. "Tentu. Kau mau membelinya?"

"Ya, aku akan membeli dan membacanya," jawab Lyonore dengan lagak yakin. Seolah ingin Ronette mengerti bahwa ia juga bisa tahu pasal buku seperti halnya Ciel.

"Berikan padaku." Ronette mengulurkan tangannya. Lyonore menurut saja dan memberikan buku itu pada sang terkasih.

Setelahnya, Ronette langsung menghampiri tuan penjual untuk membayar bukunya, sekaligus buku yang dipilih Lyonore tadi. Ciel berjalan di belakangnya tanpa suara. Jika diperhatikan dari jauh, semua orang juga langsung dapat menyimpulkan bahwa Ciel dan Ronette adalah sepasang kekasih. Sedangkan Lyonore, entah siapa dia disini.

Meski ketiganya tampak normal, masing-masing dari mereka tahu bahwasanya situasi ini sangatlah konyol. Perang dingin antara Lyon dan Ciel, serta Ronnie yang pura-pura tak menyadari hal itu. Cukup bagi mereka untuk tahu bahwasanya upaya Ronette gagal total, mereka bertiga tak akan bisa berdiri bersamaan seperti ini lagi.




Di perjalanan pulang, hening seluruhnya. Ronette tak lagi berupaya untuk membuat keduanya dekat. Lyonore pun tak lagi mencoba menarik atensi Ronette hanya untuknya. Sedangkan Ciel, ia tak lagi menutupi perasaan tak nyamannya terkait keikutsertaan Lyonore yang tak diinginkan.

Bersamaan dengan langit yang makin gelap, Ciel melambai singkat pada Ronette yang masih duduk di bangku bus. Pemuda itu lalu turun dan berjalan dengan arahnya sendiri. Menyisakan Lyonore dan Ronette berdua.

"Aku tak suka laki-laki itu, Ronnie."

Ronette melempar pandangannya ke arah lain ketika suara bernada keluhan itu datang dari birai Lyonore. "Maaf." Hanya itu dia bilang.

Lyonore meraih satu tangan Ronette dan digenggamnya erat. "Kenapa tidak aku saja?"

Ronette tercenung. Perlahan tatapannya naik bertemu manik coklat hazel Lyon.

"Selama ini aku yang terus bersamamu," tergantung kalimat itu sesaat,






"Jadi kenapa bukan aku yang kau cinta?"

"Jadi kenapa bukan aku yang kau cinta?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ronnie, My RonnieTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang