- Teman

4 3 0
                                    

"Ikut gue." Ucap Albert. Albert belok ke kanan, berjalan dengan perlahan.

Lily agak ragu, apakah ia harus mengikuti Albert atau tidak. Apalagi mengingat Albert sempat menertawakan Mei saat di kantin tadi.

Albert berhenti, lalu berbalik, ia hanya diam menatap Lily. Lily yang melihatnya pun dengan ragu berjalan ke arah Albert. Saat sudah sejajar Albert kembali melanjutkan jalan nya.

Hening. Tidak ada pembicaraan di antara mereka, bahkan Albert hanya fokus menatap ke depan. Sedangkan Lily sibuk melihat sekitarnya, banyak orang yang memperhatikan mereka sekarang.

"Menurut lo Mei baik?" Pertanyaan itu terlontar dari mulut Albert.

Lily menatap Albert yang lebih tinggi darinya, ia pikir Albert sama sekali tidak berminat berkenalan ataupun bicara dengan nya saat melihat reaksi Albert pagi tadi di kelas. Tapi sepertinya tidak, sekarang Albert mengajaknya bicara.

"Iya," jawab Lily. Jelas tadi Mei hanya tidak sengaja, Mei pun meminta maaf atas kesalahannya.

Albert memperlambat langkahnya nya, ia mendekati sebuah pintu ruangan dan membuka pintu ruangan tersebut. Lily tentu keheranan, ini berbeda tidak seperti kelas nya tadi.

Albert yang melihat Lily berhenti pun menghela nafas pelan, ia tidak suka orang yang lemot.

"Masuk," titah Albert membuat Lily tersadar dari kebingungan nya. Gadis itu mengekori Albert dari belakang, ia melihat ruangan itu di isi banyak ranjang.

Jelas ini UKS, Lily meredarkan pandangan nya ke seluruh penjuru UKS. Ini lebih mirip sebuah ruangan di rumah sakit yang di mana bisa di tepati lebih dari sepuluh pasien.

"Sini," Lily yang mendengar itu langsung berbalik mencari keberadaan Albert. Terlihat cowok itu sedang duduk di atas salah satu ranjang. Lily menurut dan mendekat, entah keadaan macam apa ini, yang pasti ia tidak mengerti.

Saat sudah dekat Lily malah salah fokus dengan kotak P3K yang tertempel di dinding. Kotak yang sama, ia ingat, kotak seperti inilah yang ia lihat saat pertama kali ia sadar dari koma nya yang berlangsung hampir satu bulan. Saat itu tidak ada yang menghampiri nya, bahkan hanya suara tetesan air infus yang ia dengar. 10 hari setelah ia sadar masih tidak ada yang menjenguk nya, bahkan ayah nya pun tidak ada di samping nya waktu itu. Hanya satu perawat yang selalu menemaninya, dan seorang dokter yang selalu menghibur nya.

Awal nya ia pikir ia akan keluar dari ruangan itu saat ia sudah sembuh, tapi ia salah, ruangan itulah yang menyiksanya. Ia termenung di dalam ruangan itu sangat lama, membuat nya mengingat kembali kejadian yang sangat tidak ingin ia ingat. Rasa bersalah selalu menghantui nya, setiap cacian yang saat itu ia dengar sampai sekarang pun tidak bisa ia lupakan, ia masih ingat setiap kata dan siapa yang bicara.

"Ly."

Panggilan itu membuat Lily tersadar dari lamunannya, ia melihat Albert dan menunjukan ekspresi wajah bertanya pada cowok itu.

"Sakit?" Tanya Albert.

Lily yang mendengar semakin bingung, sampai ia sadar bahwa tangan kanan nya ternyata sudah di perban, bahkan ikatan nya berbentuk pita. Apakah tadi Albert yang mengobatinya? Tapi kenapa ia bisa tidak sadar.

"Gak kerasa," jawab Lily tersenyum tipis menatap tangan kanannya.

"Kenapa nangis?" Tanya Albert lagi. Lily sontak memegang pipi nya, benar pipi nya basah. Ia segera menghapus air mata itu, bagaimana ia bisa menangis tanpa sadar.

"O.. ohh gak, cuma kelilipan," bohong Lily. Albert yang mendengarnya tidak berniat memberikan reaksi apapun, karna jelas sekali Lily berbohong.

"Balik ke kelas." Ucap Albert, semacam ajakan, tapi seperti tidak mengajak. Ia berdiri, lalu berjalan lungkai menuju pintu. Lily hanya mengikuti cowok itu dari belakang, karna ia takut tersesat lagi.

LILYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang