–~•~–
Antisosial, pemalu dan orang yang kaku adalah Nirre dimata teman sekelasnya. Mereka selalu menjauhi Nirre karena perbedaan perilaku dan kesulitan gadis itu untuk bersosialisasi. Tapi, bukankah bagi manusia itu hal yang biasa, mereka selalu menilai jauh kebawah jika mendapati suatu hal yang tidak sama dengan mereka. Sistem per teman seperti ini tidak pernah membuat Nirre terbiasa, orang-orang jadi berlomba untuk tampak palsu di khalayak umum.
"Hei tunggu!"
Suara panggilan dari belakang membuat Nirre mengerem pedal sepeda, roda bulat dibawah sana mendesis sesaat lalu berhenti di trotoar jalan. Dari belakang anak perempuan dengan kuncir kuda memperlambat laju sepedanya, ketika sampai didekat Nirre ia berhenti lalu turun dan ikut membimbing sepeda disebelah Nirre.
"Kau cepat sekali." Dia terlihat kelelahan dengan pelu bercucuran di pelipis. Anak perempuan itu Vana, ia dan Nirre berada dikelas yang sama.
Hembusan napas panjang keluar dari sela-sela mulut. Nirre memperhatikan bagaimana eksepsi wajah Vana terlihat menekuk sesaat, lalu tiba-tiba berubah sumringah.
"Tebakan mu yang kemarin ternyata benar!" Wajah Vana berseri, antusiasme meluap-luap dalam dirinya, "itu gila aku bahkan tidak menyangka jika Hura pembunuhnya."
Nirre menggosok tengkuknya beberapa kali senang rasanya jika seseorang mengakui keberadaannya. Hura yang mereka bicarakan adalah salah satu toko komik dari Burning Ash, sebuah komik bergenre misteri yang sedang naik daun akhir-akhir ini. Gadis itu tidak langsung menjawab ia terlihat terjebak dalam pikiran, sejujurnya dia tidak tahu harus berekspresi seperti apa sekarang, dia orang yang sedikit kaku dan terlalu tidak terbiasa dengan keramahan.
"Hei, kenapa diam." Vana menyenggol bahu Nirre, yang membuat gadis itu sedikit tersentak, lalu menoleh ke sebelahnya. Vana lanjut berbicara, "apakah kamu punya bocoran lagi mengenai jilid 2 nya?"
Nirre menunduk sembari mencengkram pegangan sepedanya, sejenak ia memperhatikan balok-balok jalan sembari menatap laju kendaraan yang lalu lalang.
"Aku... Tidak punya," Suara Nirre terdengar seperti bergumam, Namun masih terdengar jelas ditelinga.
Tidak ada respon dari Vana, keheningan itu membuat Nirre menoleh kesamping tepat kearah anak perempuan disebelahnya, benar saja Vana terlihat tidak suka dengan jawaban itu, "yah apa boleh buat kalau kau tidak tahu."
Nirre tidak menyangka jika perkataannya barusan membuat mood Vana berubah drastis, wajah ramah yang ia tunjukkan barusan berubah ketus. Vana kemudian kembali menaiki sepedanya lalu pergi begitu saja meninggalkan Nirre dibelakang.
Langkah Nirre terhenti, tas punggung coklat itu kian jauh dari pandangan, Vana bahkan tidak mau repot-repot menoleh kebelakang. Ada sudut hati Nirre yang merasa kecewa, Dia tidak punya siapa-siapa di kelas yang mau berbicara dengannya kecuali Vana, dapat dibilang Nirre menganggap Vana temannya, walaupun tidak dengan Vana. Nirre hanya takut Vana tidak mau berbicara lagi dengan dia.
Tanpa berlama-lama Nirre kemudian menaiki sepedanya dan lekas melaju dalam diam. Sejujurnya Nirre tidak masalah jika memang harus sendirian.
Sinar matahari di musim semi, tidak akan terik seperti di musim panas, awan putih yang cukup banyak menandakan hari ini akan cerah sampai sore.
Selain ahli menjadi sosok penyendiri Nirre rasa dia juga memiliki keahlian dalam bidang mengamati.
"Letakan itu disini."
Mereka sekarang tangan berada di lapangan depan. Anak laki-laki kelasnya masuk membawa matras untuk senam lantai. Bukan hanya Nirre yang duduk memperhatikan apa yang para anak laki-laki itu lakukan tapi juga anak-anak lain juga melakukan hal yang sama dengan Nirre, ada juga beberapa lagi yang berkerumun tidak sambar menyambut jam olahraga.
KAMU SEDANG MEMBACA
MUSIM SEMI YANG BERLALU
Teen FictionMungkin setiap remaja memiliki masa muda, tapi tidak semua masa muda itu dipenuhi dengan warna. !! [DILARANG KERAS MENJIPLAK, MENGUTIP TANPA NAMA PENULIS, MENGAMBIL SEBAGIAN ATAU SELURUH ISI, MENGUBAH SEBAGIAN ATAU SELURUH ISI, BAHKAN PLAGIAT DALAM...