kedua

109 19 2
                                    

Televisi menayangkan ceramah dimajelis besar. Apakah keluarganya masuk tv? Jawabannya adalah tidak. Mereka tak mau terlihat, mereka mau tertutup hingga keimanannya kuat.

Kepala Athhar dipaha Abi menonton ceramah dengan khusyuk, tadi Athhar mimisan lubang kanan dan dadanya berdebar kencang membuatnya lemas.

Tangan Abi mengusap rambut buah hatinya, dengan tangan kiri memegang Al'Qur'an kecil sembari mendengarkan ceramah sesekali melihat kelayar.

Umi datang membawa air hangat. Abi melipat bagian halaman terakhir yg dibaca lalu meraih gelas dari istrinya.

Athhar melihat Abinya. Ini sudah sering terjadi, dan itu sangat ampuh untuknya meredakan sakitnya walau lemasnya tak bisa langsung sembuh.

"A'udzubillah himinassyaithonirrojiiim......."

"Qul huwallahu ahad. Allahus-somad.... Qul.....Allahulaila haila huwalhayyul qayyum la taq khudhuhu sinatu wala na'um"

"Allahumma solli a'la muhammad wa rasulika nabiyyil ummi....."

"Hufff"

"Ayo bangkit dulu sayang" ucap Umi membantu membangunkan sang putra. Athhar bersandar pada tubuh Uminya dengan mata terpejam.

Ya Allah, pusing mual. Ya Allah ringankan sakitnya Athhar sedang lelah tidakkah kau tau ya rabb.

Umi meraih gelas dari suaminya mendekatkan sedotan dibibir Athhar. Umi mengusap dahi berkeringat membuat hatinya sakit.

Athhar mengangguk menjauhkan bibirnya. Athhar menghela nafas dengan gumaman 'Allah'. Umi mencium putranya mengucapkan 'Allahu akbar Lailaha ilallah'

Umi memeluk putranya. Jangan lupa tubuh dan wajah Umi seperti biasa tertutup sempurna hitam yang tak bisa dibuka sembarang.

"Sayangnya Umi" ucap Umi memeluk Athhar.

"Athhar udah gapapa Umi. Umi jangan khawatir" ucap Athhar menatap Uminya sembari tersenyum tulus membuat Umi tersentuh.

"Sayang, Abi temani Athhar tidur dikamar ya?" Ucap Abi diangguki Umi. Umi membantu suaminya saat suaminya ingin menggendong Athhar.

"Bi."

"Kamu harus istirahat Thhar, biar Abi temenin. Umi juga perlu istirahat" ucap Abi diangguki Athhar yang kembali tenang.

Umi menatap kepergian keduanya, matanya terpejam dengan air mata mengalir.

"Izinkan hamba merawatnya sedikit lagi Ya Allah"

Disisi lain Abi tersenyum menatap kamar putranya yang penuh dengan barang barang ibadah dan dekorasi 'nabi muhammad'

Abi mengelus rambut Athhar yang mulai tertidur. Abi mengecup wajah Athhar lalu mengusap surainya.

"Tidur ya sayang, dijaga Allah ya. Abi mau ke Umi, kasihan Umi sendirian" ucap Abi mengecup dahi anaknya. Abi bangkit dengan perlahan.

Lelapnya tidur Athhar tanpa sengaja terbawa kealam mimpi yang ia sendiri bingung.

"Aku dimana? Allah, Athhar sedang dimana."

Athhar. Pertama kali yang disebut saat merasa takut, sendiri, gelisah tetap Allah yang selalu Athhar andalkan.

"Ya Allah Athhar sekarang dimana? Apa sudah waktunya?" Ucap Athhar lalu terduduk disebuah lantai berkilau, pikirannya menerawang keadaan keluarganya.

"Umi, Abi, kakak. Athhar minta maaf, Athhar takut kalau misal Athhar bukan termasuk hambanya Allah. Allah tempat segalanya buat Athhar, Athhar takut murka Allah" 

Holy Heaven GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang