ketiga

112 15 1
                                        

Athhar diam diatas brankar mem-fokuskan diri pada Allah menyebut namanya bersholawat lalu berdoa. Seperti itu berulang ulang.

Athhar sedang menunggu Abi dan kakaknya, menjemputnya. Asyiyah ada dirumah lain bersama suaminya, Aisyah diluar kota, sedangkan Umi ada jadwal tadarus dimajelis.

Masalah administrasi sudah diurus melalui perawat laki laki kemarin saat ada Ikhsan.

Pintu ruangannya terbuka yang tak ia sadari. Padahal Athhar merasa baru saja ia bermunajat namun kakak dan Abinya sudah sampai.

"Udah siap?" Tanya Ikhsan mendekat. Athhar segala menurunkan kakinya dengan dirinya duduk disisi brankar.

"Sudah kak. Ab-" ucapannya terpotong saat melihat Abinya masuk dengan aura bercahaya. Abi tersenyum seraya mendekat mengusak rambutnya.

"Mau jalan atau pakai kursi roda dek? Kakimu belom sepenuhnya pulih, masih sedikit bengkak itu" ucap Abi melihat kaki Athhar.

"Mau jalan aja Bi" ucap Athhar. Abi membantu putranya turun dari brankar, Abi tau pasti kakinya tetap merasa tak nyaman saat menumpu badan.

"Biar Ikhsan Bi" ucap Ikhsan mengambil alih adiknya. Athhar hanya memegang baju belakang kakaknya.

Abi berjalan dibelakang mengikuti kedua putranya. Terlihatlah aura dari Abi dan Ikhsan yang memakai gamis putih, sedangan Athhar hitam.

Ikhsan menunduk berbicara pada Adiknya dengan khawatir saat adiknya berhenti sambil meringis. Athhar menggeleng sambil tersenyum.

Ikhsan menghela nafas lalu kembali melangkah. Sesampainya dimobil Ikhsan membantu adiknya masuk, sedangkan Abi sudah duduk dikemudi.

"Sudah?" Tanya Abi melihat kebelakang tempat duduk kedua anaknya. Dirasa sudah Abi segera menjalankan mobilnya.

Sambil menunggu sampai, Athhar menyandarkan tubuhnya pada Ikhsan yang sedang membaca buku kitab. Athhar ikut membacanya walau ia sudah tau kitab itu.

"Kakak masih ada jadwal hari ini?. Atau libur?" Ucap Athhar dibalas gelengan Ikhsan. Ikhsan meletakkan buku lalu mengusap rambut halus adiknya.

"Hari ini biar kakak yang jagain kamu dirumah. 3 hari lagi ada jadwal kamu mau ikut kan? ada salah satu habaib memimpin" ucap Ikhsan membuat Athhar semangat.

"In syaa Allah. Bisa kak, bisa banget aku mau ikut kakak. Udah lama Athhar ga ikut karna sakit" ucap Athhar diangguki Ikhsan sambil tersenyum.

"Yaudah sini tiduran. Kamu tidur dulu nanti sampai kakak bangunin" ucap Ikhsan. Athhar membaringkan kepalanya dipaha Ikhsan memposisikan kakinya.

Ikhsan membantu tidur adiknya lalu mengusap rambutnya. Ikhsan mengusap usap mata Athhar agar tertidur.

Ikhsan tersenyum dengan lega. "Kamu jagain Athhar ya San." Ucap Abi diangguki Ikhsan tulus dengan senyum hangat merekah.

Pancaran yamg Ikhsan keluarkan mampu membuat orang orang disekitarnya tenang. Abi bahkan sangat bangga dianugrahi anak yang memegang agamanya kuat.

Abi sedikit melirik kaca tengah untuk melihat tidur Athhar. Bayi yang sedari lahir mengidap penyakit, itu cukup mampu menyadarkan tentang ujian.

Ujian yang kali ini cukup menguatkan dan terus bergantung pada tuhannya. Juga percaya jika ujian ini tanda kasih sayang Allah kepada keluarganya.

Ditengah perjalanan Abi melihat penjual makanan yang sepi. Abi turun setelah berpesan pada anaknya, lalu turun membeli bubur dan nasi kuning.

Itu bisa buat makan selagi menunda masak. Abi memberikan uang satu lembar warna biru lalu kembali lagi kemobil setelah bersalaman.

Tak lupa bersholawat sebelum terputus tautan tangan itu. Agar dosa terampuni dan tetap menyambung silaturahmi.

"Abi gak kasih uang lebih. Dia lebih membutuhkan" ucap Ikhsan pada Abinya dengan tangan tetap mengusap adiknya.

Abi memasang seat belt nya lalu tersenyum pada putranya. "Kamu tenang aja, Abi selipin diuang itu. Kalian besok bagi-bagi lagi, masih banyak orang yang membutuhkan"

Ikhsan mengangguk mentap. Ikhsan tersenyum kearah Abinya, "Kami bangga memiliki kepala keluarga yang bisa membimbing keluarga kita Bi. Doain Abi bisa lanjut ke ibadah selanjutnya"

"Abi doakan yang terbaik"




~~■♡♡♡

Saat ini Athhar dikamar berucap istighfar diatas sajadahnya. Beribu ribu maaf Athhar ucapkan atas kekecewaannya atas takdir yang Allah berikan.

"Robbana dholamna anfusana wailamtaghfirlana watarhamna lana kunanna minalkhosirin"

"Ya Allah maafin Athhar, Athhar salah selalu tidak mensyukuri nikmatmu. Athhar begitu susah sama penyakit ini ya Allah, Athhar capek"

"Kata Umi, ini anugrah darimu Allah. Dari kecil Athhar selalu diberi nasihat, agar Athhar bisa membimbing kesurga. Tapi Athhar juga capek, dari kecil Athhar nahan sakit ya Rabb"

"Athhar ingin istirahat. Tapi tugas Athhar menyampaikan agamamu belom selesai. Kuatkan hamba ya Allah"

Tok tok

"Athhar?" Panggil seseorang dengan sangat suara lembut untuk seorang lelaki.

Athhar menengok kearah pintu lalu mengizinkannya masuk. Siapa lagi laki laki muda dengan suara lembut jika bukan Ikhsan.

Ikhsan tanpa diberitahu sudah mengerti lalu ikut duduk disamping adiknya. Athhar tidur dipaha kakaknya membuat Ikhsan tersenyum.

"Allah sayang Athhar kan kak?"

"Sayang dong. Kalo ga sayang Allah ga akan hadirkan kamu diantara kami, apalagi kamu spesial dari Allah untuk kami" ucap Ikhsan mengusap rambutnya.

Athhar menatap wajah indah kakaknya, seperti pangeran surga. Ikhsan membelai pipinya. "Tahan ya. Allah sayang kamu, kalo Athhar capek dan kesakitan sebut nama Allah. Panggil nabi Muhammad"

"Nabi Muhammad itu penawar sebaik baiknya rasa sakit" ucap Ikhsan diangguki Athhar. Ikhsan memberikan Al-Qur'an kecil pada Adiknya.

"Baca lagi yuk" ucap Ikhsan diangguki Athhar. Baru juga Athhar bangun, Athhar meluruh lagi kepangkuannya.

"Lemes kak." Ikhsan mengangguk menggendong adiknya keranjang. "Mau baca Al-Qur'an atau tidur?"

"Baca." Ucap Athhar semangat, bagaimanapun tak pernah sekalipun menurunkan keinginannya pada hal hal pendekatan pada Allah.

Athhar duduk bersandar sembari membaca begitu juga Ikhsan. Sampai mereka ingin menyudahi diakhiri dengan membaca asmaul husna.

Ikhsan sudah menyudahi membacanya sedangkan Athar masih membaca albaqarah awal lalu ayat pendek.

7 menit kemudian Athhar memberikan Al-Qur'an-nya. Athhar menidurkan dirinya dengan lega lalu menertibkan senyum sembari melihat kakaknya.

Niat ingin memejamkan mata sebentar, namun ruh itu benar benar sudah dibawah alam sadar. Athhar pulas tidurnya.

Ikhsan mengusap surai adiknya lalu menyelimutinya. Ikhsan bangkit dengan perlahan lalu keluar dari kamar adiknya ke kamarnya.

"Subhanallah wabihamdih subhanallah hil'adzim. Subhanallah wabihamdih subhanallah hil'adzim. Subhanallah wabihamdih subhanallah hil'adzim"

Selalu. Ikhsan selalu percaya jika membaca kalimat itu Allah tak akan mampu berpaling darinya. Disaat itu hatinya mendoa pada Allah.

Holy Heaven GiftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang