Hai hai hai!
Apa kabar? Baik gak?Jangan lupa votmen nya kawan!
Pelan-pelan bacanya, jangan buru-buru!
Happy reading!
***
Bell pulang sudah berbunyi tiga menit yang lalu. Maguna tidak mengikuti pelajaran, lelaki itu diam di uks di temani dengan Netra yang membolos jam pelajaran.
Kini ia tengah menunggu Gazie yang sedang dalam perjalanan menuju uks. Netra juga masih ada di sini, gadis itu duduk di kursi yang ada di uks dengan tangannya yang bersidekap dada.
Berselang menit, pintu ruang uks terbuka, menampilkan seorang lelaki dengan tas yang di gendong di depan dan di belakang tubuhnya. Siapa lagi jika bukan, Gazie Dentala Akasa?
“Ayo balik, bunda gue udah nelpon tadi.” Gazie mendekat ke arah Maguna. Lelaki itu menyampirkan tangan kanan Maguna ke bahunya.
“Ayo gue bantu,” ujar Netra yang juga ikut menyampirkan tangan kiri Maguna ke pundaknya.
Kini, posisi Maguna di apit oleh dua manusia berbeda jenis itu. Ketiganya berjalan bersama menuju parkiran SMA PUSAKA. Hingga tiba tepat di dekat mobil, Gazie menyuruh Maguna masuk. Sementara Netra, gadis itu beranjak pergi menuju motornya yang terletak tidak jauh dari mobil Gazie.
Gazie berjalan masuk ke dalam mobil, kemudian duduk di bagian kemudi. Dengan mudah, lelaki itu membawa mobil berwarna hitam itu keluar dari SMA PUSAKA dan menyatu dengan para pengendara lain.
“Apa gue bilang, mending gak usah sekolah. Nyusahin aja lo,” ujar Gazie dengan pandangan yang terfokus ke jalanan.
“Yaudah sih.” Maguna memutar bola matanya malas. Ia memilih untuk memandangi jalanan di luar sana yang terlihat ramai daripada ambil pusing dengan perkataan Gazie.
***
“Zie, kenapa lo suka ngelukis? Padahal kan, menurut gue gak ada yang istimewa dari ngelukis.”
Pertanyaan itu tiba-tiba saja terlontar dari mulut Maguna yang kini tengah merebahkan tubuhnya di hamparan rumput-rumput yang hijau. Lelaki itu terlihat sibuk menerawang jauh tiap-tiap inci yang ada di bumantara. Matanya sedikit menyipit karena cahaya matahari.
“Kamu nanya, kenapa aku suka lukis? Iya? Biar aku kasih tau ya,” ujar Gazie menirukan seseorang yang tengah ramai di media sosial itu.
Maguna menatap sebal ke arah Gazie dengan wajahnya yang datar. “Gak usah, gak mau tau gue,” selorohnya seraya kembali menatap langit.
Spontan, Gazie tertawa kecil di buatnya. Lelaki berwajah bayi itu kembali fokus pada lukisan di tangannya. Memang, kegiatan Gazie setiap harinya hanyalah melukis, ya paling-paling jika gabut ia akan menjahili Maguna.
Hening mengudara, tidak ada pertikaian seperti biasanya di antara mereka. Gazie sibuk menorehkan berbagai warna pada permukaan kanvasnya, sementara Maguna sibuk menerawang awan-awan putih di atasnya.
Pikiran Maguna melayang-layang pada gadis cantik yang ia ajak bicara tadi di uks. Gadis itu aneh dan menarik bagi Maguna. Nama gadis itu juga unik, Maguna kan jadi semakin tertarik.
Tanpa Maguna sadari, terlalu larut dalam khayalan. Lelaki itu jadi senyum-senyum sendiri, membuat Gazie yang duduk di sampingnya menatap ngeri.
“Lo kalau gila, kurang-kurangin dikit, Mag. Ngeri gue liatnya.” Gazie berujar. Sedetik setelahnya, cowok itu menepuk pelan keningnya. “Gue lupa, lo kan gila stadium akut, jadi wajar aja sih.”
Wajah Maguna yang tadinya terlihat berseri-seri kini berubah jadi masam setelah mendengar kalimat Gazie. Lelaki itu memang selalu saja berhasil membuat moodnya anjlok. Menyebalkan!
Lelaki itu menatap tajam ke arah Gazie. “Lo kalau mau ngomong minimal ngaca dulu!”
“Udah, gue udah ngaca kok, muka gue ganteng-ganteng aja, gak ada yang salah,” ujar Gazie dengan wajah songongnya.
“Terserah lo, Zie! Capek gue!” Maguna bangkit dari rebahannya. Lelaki itu beranjak pergi, berniat masuk ke dalam rumah. Namun baru juga dua langkah, kakinya sudah berhenti. Tangannya memegangi kepalanya yang berdenyut.
Gazie yang melihat itu pun berdecih pelan. Segera ia rapikan alat lukisnya, kemudian berjalan menghampiri Maguna dan membawa tangan kiri cowok itu untuk melingkar di pundaknya.
“Ayo ke kamar,” ajak Gazie.
Maguna menurut. Keduanya berjalan bersama-sama menuju lantai dua, dimana kamar Gazie berada. Reeda tengah pergi ke butik, jadi di rumah ini tidak ada siapa-siapa selain kedua remaja itu.
Maguna merebahkan tubuhnya di atas kasur, sementara Gazie, lelaki itu lebih memilih duduk di sofa dan kembali melanjutkan lukisannya.
“Lo tau gak, Zie? Keknya gue lagi jatuh cinta deh,” ujar Maguna dengan wajah berseri-seri. Lelaki itu menatap penuh binar ke arah langit-langit kamar Gazie seolah tengah menatap sang pujaan hati.
“Terus?” Gazie menjawab tanpa melirik ke arah Maguna.
“Sinting lo. Seenggaknya kasih saran kek!” sewot Maguna.
“Lo minta saran sama orang yang belum pernah pacaran? Bego lo namanya,” sahut Gazie dengan nada meledek.
Seketika itu, Maguna terdiam. Ada benarnya juga yang di ucapkan oleh Gazie. Sahabatnya itu belum pernah berpacaran, lalu mengapa dengan bodohnya ia meminta saran pada manusia itu? Argh! Entahlah.
***
Maaf ya updatenya lama, soalnya moodnya ilang🙏
Kalau suka vote dan komen ya!
Terimakasih sudah membaca
Sampai jumpa next chapter!
Pabay!

KAMU SEDANG MEMBACA
Maguna
Krótkie Opowiadania'Hanya sebuah cerita dari sang penyembunyi luka yang begitu mencintai hujannya.' *** "Ra." "Apa?" "Lo tau. Lo itu ibaratnya hujan buat gue." "Kenapa hujan?" "Soalnya, gue tetep suka sama lo, meskipun lo bikin gue sakit berkali-kali." "....." •••••°°...