"Dari mana aja kamu? Bisa tolong jelasin ke Mama tentang ini?"
Vey baru saja membuka pintu rumah. Belum sempat dia melangkah masuk, tetapi sudah harus berhadapan langsung dengan sang Mama yang bertanya dengan nada tinggi.
Terlihat amarah yang begitu dalam dari raut wajah Valerie. Wanita itu memperlihatkan sebuah test pack dengan dua garis yang kini berada dalam genggaman.
Perempuan remaja bernama lengkap Gladys Alveyra itu tidak bisa menjawab pertanyaan sang Mama. Yang dia lakukan hanyalah menunduk dalam-dalam tanpa bisa mengatakan apa pun. Irama detak jantungnya yang berpacu lebih cepat seolah bisa terdengar dari indra pendengaran. Sedang dari kedua sudut netranya, keluar bulir-bulir bening hangat yang tidak bisa ditahan.
"Vey, jawab Mama!" gertak Valerie dengan nada lebih tinggi hingga membuat Vey sedikit tersentak.
Kenan yang mengantar Vey pulang mendadak bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi. Di hadapannya, kedua orang tua Vey terlihat memancarkan amarah yang begitu besar.
"Jawab Mama kamu, Vey! Apa bener, itu milik kamu?" Kini giliran Altezza, papa Vey yang berbicara. Nadanya tidak kalah tinggi dengan nada bicara Valerie, istrinya.
Vey merasa badannya bergetar hebat. Perlahan, dia menjawab pertanyaan Altezza dengan anggukan singkat.
"Kamu ...." Altezza yang geram mendekati Kenan tanpa aba-aba. Dengan emosi membuncah, dia mengarahkan bogem mentah ke wajah Kenan. "Pasti kamu yang sudah menghamili anak saya. Iya, kan?" cecarnya dengan mata berkilat merah. Tatapannya yang biasa lembut, kini terlihat lebih tajam dari tatapan elang yang sedang mengincar mangsanya.
"Om, aku bisa jelasin," kata Kenan sambil memegangi wajahnya yang telah menerima pukulan keras Altezza.
"Apa lagi? Sudah jelas-jelas kalau kamu yang selama ini mengejar-ngejar Vey. Kamu masih mau mangkir?" cecar Altezza yang terlanjur kalap.
Vey semakin terisak tanpa bisa menahan diri lagi. Kepalanya masih tertunduk dengan kedua tangan mengepal.
"Vey, bicara! Kamu denger, kan?" seru Valerie yang sudah hilang kesabaran sejak menemukan test pack bergaris dua di kamar sang anak.
"Kalau kamu tetap diam, secara enggak langsung kamu menjawab iya. Kenan yang sudah buat kamu hamil. Iya, kan?" geram Altezza yang masih menatap sengit ke arah Kenan.
"Cukup!" Vey berteriak dengan kedua tangan mencengkeram erat kepalanya. "Jangan bicara apa-apa lagi dan biarin Kenan pulang," sambungnya di antara isak tangis yang terdengar.
"Apa maksud kamu? Kalau bener Kenan yang berbuat, tentu aja dia harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah dia lakukan ke kamu." Valerie melangkah maju mendekati Vey. Dia tidak habis pikir kenapa sang anak justru menginginkan Kenan pulang, bukannya meminta pertanggungjawaban.
Altezza pun sama. Dia menatap bingung ke arah anak semata wayangnya. Anak yang betul-betul dia jaga hingga memerintahkan Reyhan, asisten pribadinya untuk mengawal ke mana pun Gladys Alveyra pergi, tetapi nyatanya dia masih saja kecolongan.
Vey mendongak dengan wajah yang telah basah. "Nan, aku minta kamu pulang sekarang," ujarnya dengan tegas, tetapi tatapannya tertuju ke arah sang Mama.
"Tapi, Vey—"
"Pulang, Kenan." Vey memotong ucapan Kenan dan dengan cepat berbalik badan menghadap laki-laki itu.
"Vey, apa-apaan kamu? Kenapa kamu minta dia pulang?" sentak Altezza dengan emosi yang masih saja meluap-luap.
Kenan menatap iba pada pujaan hatinya. Perempuan yang selama ini dia pikir manja dan menjadi anak kesayangan orang tua mengingat Vey hanyalah anak satu-satunya, tetapi apa yang dia pikir ternyata salah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hasrat Terlarang
RomanceGladys Alveyra terjebak hasrat terlarang dengan Reyhan saat usianya mulai menginjak 19th. Hingga tanpa sadar, laki-laki dengan usia 11th lebih tua itu telah membuat Vey hamil. Orang tua Vey menyudutkan Kenan karena anak teman bisnis sang Papa terseb...