Desember dan Kamu

2 0 0
                                    

Hujan di Desember sebagai materai bahwasanya langit telah menyaksikan, senandung cinta dideklarasikan. Langit biru  kini telah menguning, merangkul senja menuju keabadian. Kita telah sama-sama menemukan, rumah pulang./2

Angin sepoi-sepoi mengirimkan rindumu melalui sebuah pesan yang  dikirim lewat ponselmu itu,
Aku membacanya sembari mengulas senyum tipis dari sini.
Apakah benar aku ini sedang jatuh cinta? Atau hanya sedang kesemsem sementara saja? Atau bagaimana yaa, rasanya sulit untuk mengejakan perasaan ini, padamu, pada semesta.

Sore itu, kau mengirim pesan yang berisikan ajakan temu, tentu saja dengan senang hati aku mengiyakan-nya, sebab yang memberi tawaran adalah kamu. Seseorang yang belakangan ini sering kukirimi pesan, ku hubungi, hingga namanya berada di deretan teratas dalam baris kontak WhatsAppku.

Mas Adam is typing..
Aku  lagi dikartasura Niki, dek..

Akusipaaa is typing..
Ohya, seriusan mas? Aku juga otewe kesana nih. Mau cod sama temen

Mas Adam is typing..
Golek angin yuk, dek. Muter-muter solo atau kita ke Selo Boyolali

Beberapa saat aku mengulas senyum lagi, agaknya dia sedang menawarkan sebuah pertemuan kecil diatas motor. Barangkali ia mau berdongeng, atau dia ingin mendengarkan aku berdongeng

Akusiapaaa is typing
Boleh mas, berkabar yaa..

Mas Adam is typing..
Hati-hati, dek..

Entah sejak kapan panggilan "dek" menjadi yang paling sering ia ucapkan ketika bersamaku, sedikit terheran-heran. Tapi bisa saja karena aku adalah adik tingkatnya, atau karena aku terlalu lucu jika dipanggil yang lain,

Satu hal yang terlintas dalam benakku, dia lelaki yang sopan.

°•°

Setelah menempuh perjalan kurang lebih empat puluh menit, akhirnya aku sampai dikartasura. Setelah kubuka handphone ternyata dia sudah mengabariku, katanya

One message from Mas Adam
Aku tunggu di basecamp ya, dek

Setelah aku menyelesaikan cod dengan kawanku, akupun pergi menuju basecamp untuk menemuinya, menemui Mas Adam, hehehe.

°•°

"Naik, dek"
Ucap seorang lelaki dengan kemeja hijau berbalutkan rompi hitam itu, tak lupa ia berkacamata kotak dan juga bersepatu, rapi sekali, batinku.
"Langsung mas?"
Aku agak kebingungan, sebab aku belum ada limamenit berada dibasecamp ini, tapi katanya:
"Keburu sore, nanti kita ngga dapet sunset"

Tidak lama kemudian notorpun melaju dengan kecepatan sedang, jujur aku sangatlah canggung, sebab jarang sekali aku dibonceng oleh laki-laki diluar keluarga ku dan ojek, degup-degup betul rasanyaa.

Dia pun membuka pembicaraan dengan menanyaiku pertanyaan yang telah ia pertanyakan lewat WhatsApp sebelumnya, namun aku merasa asik mendengarkan ia berbicara, walau terseling suara angin dan bisingnya jalan raya. Kami larut dalam obrolan sore yang teduh itu, tanpa sadar kami telah sampai didekat stasiun Purwosari, tidak berselang lama hujan mengguyur kami berdua. Padahal sebelumnya cuaca teduh-teduh saja.

Mas Adam segera meminggirkan motor ke arah hotel, ia turun dan menanyakan keadaanku. Apakah aku basah, dan tidak kenapa-kenapa.

Hey bagaimana bisaa dia memperdulikan aku terlebih dulu dibandingkan dia memperdulikan dirinya. Pak lihatlah rompi, kemeja serta sepatumu itu, basah semuanya.

"Aku gapapa kok, mas. Aku aman.."

Aku pun segera meminta izin untuk meminjam kacamata kotaknya, setelah diizinkan kuberaihkan embun-embun hujan yang menempel dilensa.

Sesekali aku melihat kearahnya yang tengah memperhatikan aku, lamat-lamat ia perhatikan.

"Mas, kamu gapapa nyetir didepan, kacamatanya berembun"

"Gapapa nuu dek, aman kok bisa pelan-pelan"

"Yaudah yu mas kita lanjut aja, soalnya ini kita ada di lobby hotel" sambil terkekeh geli

"Sampeyan gapopo tenan dek basah-basahan "

"Gapapa, kita cari warung atau angkringan deket-deket sini, yaa".

"Gasssskeun, hayyyuk"

Kami melanjutkan perjalanan, berbelok ke kiri kearah rel kereta api. Beruntungnya disamping rel kereta ada angkringan mini, kami pun mampir berteduh dan memesan wedangan untuk menghangatkan badan.

"Kamu tau dek, aku ki selalu suka, setiap ada kereta lewat. Apik wae ngono, dek. Karena setiap aku hendak berangkat kemari, aku juga selalu melewati rel kereta, kadang-kadang kereta itu lewat dan jalan ditutup portal. Kan Ndak mungkin aku menerobos langsung jalan(sambil terkekeh) jadi aku nunggu kereta itu lewat dulu, habis itu lanjut jalan. Walaupun itu nunggu, tapi itu nyenengke wae rasane"

Tiba-tiba Mas Adam bercerita,
Aku menatap ke arahnya, memperhatikan dirinya, sesekali ia tersenyum dan bilang untuk tidak terlalu lama dipandangi, sebab grogi.
Aku terkekeh geli mengetahui tingkahnya, lucu sekali. Seperti kucing, malu-malu.

Tidak terasa waktu seperti berputar sangat cepat, obrolan demi obrolan terus berlanjut hingga hujan reda. Wedangan yang kami pesan pun hampir habis, obrolan disore yang dingin ini terasa menghangat, sebab diselingi tawa dan canda denganmu, mas. Sesekali penjual angkringan juga menggoda kita sebagai pasangan serasi, hari itu kamu dan aku hanya membalasnya dengan senyum. Sebab kita memang hanya sebatas teman, atau Kaka dan adik tingkatnya saja, belum lebih.

Setelah hujan mereda, aku menanyakan berapa total yang harus aku bayar kepada bapak angkringan ini, tak lama kemudian si bapak penjual menyebutkan duabelas ribu rupiah totalnya, dan kau membayarkannya untukku juga, terimakasih untuk traktiran hari ini, terimakasih telah dibonusi kenangan yang membuatku tidur sambil mengulas senyum.

"Semoga ada kesempatan baik lagi,  dilain waktu, mas.. kita pulang yuuuk"

"Nggeh, dek.. gwassss"

Kami berdua belum bosan mengobrol, kami berdua melanjutkan obrolan dalam perjalanan pulang, pulang kerumah masing-masing. Namun obrolan akan terus berlanjut sepertinya, dengan bantuan ponsel dan jaringan walaupun berbeda rumah.

Adam Kartiko Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang