Hari itu hujan. Cukup deras dan berangin hingga membuatku kedinginan.
"Hacih!!" Pria di sampingku kontan menoleh ke arahku.
"Ota, kamu demam?" Tanyanya khawatir.
"Cuma bersin. Posesif banget, sih," tukasku.
Cowok di sampingku terkekeh, "hehe, maaf."
Aku tersenyum tipis seraya kembali menatap ke depan. Tetesan air hujan mengguyur jalanan dan lahan di sekitar kami.
Pagi ini, aku dan Bryan berada di bawah payung yang sama menuju sekolah. Bryan ada latihan basket persiapan turnamen esok lusa. Jadi dia harus berangkat lebih awal. Aku yang tidak mengikuti ekskul apapun datang cuma untuk menemani. Karena motor Bryan hancur bekas kecelakaan, kami pun harus berjalan kaki melewati rute yang cukup sepi.
Berada bersama Bryan dengan jarak sedekat ini adalah hal biasa. Ya, hal biasa semenjak dua tahun terakhir. Hanya saja, ada beberapa hal yang belum bisa aku cerna tentang tingkah laku Bryan. Seperti, kenapa dia selalu berada di sisi kananku ketika kami berjalan.
Jawaban aku dapatkan ketika Bryan tiba-tiba mendorongku ke kiri hingga aku hampir tersungkur. Saat itu aku sedang menatap sawah hijau di sisi kiriku yang terguyur hujan. Aku sedang tidak fokus hingga tidak menyadari sebuah mobil tengah melaju kencang ke arah kami.
Makanya, dengan bodohnya aku malah merasa kesal. "Apa-apaan sih— Bryan?"
Semua terjadi begitu cepat. Sangat cepat.
Aku menoleh ke belakang. Menengok ke segala arah mencari Bryan. Dia menghilang. Payung berwarna bening yang melindungi kami dari hujan terbang terbawa angin. Perlahan turun mengikuti gravitasi bumi.
"Bryan, kamu di mana? Jangan bercanda lho. Aku gak suka! Bryan!!"
Hujan turun semakin deras. Bunyi bisingnya menyatu dengan suara detak jantungku yang memompa begitu cepat.
Aku kacau. Berharap, hari itu tidak pernah terjadi. Dan kalaupun ada, kalau bisa tidak turun hujan. Tidak perlu hujan untuk memperkeruh kenangan pahitku.
Tuhan, bila memang tidak diizinkan untuk tetap bersama, maka izinkan kenangan kemarin tetap abadi di dalam ingatanku. Izinkan ia tetap menjadi nomor satu di hatiku. Nomor satu yang paling aku cintai.
......
Resiko dengan menjadi jenius dan pintar adalah, orang-orang akan membuntutimu demi sebuah contekan.
"Mega," gadis di belakangku memanggilku. Diikuti dua orang lagi dibelakangnya. Tak ku gubris. Tanpa rasa bersalah tetap berjalan santai di koridor sekolah bersama Bryan di sisi kananku.
"Omega Centauri," panggilnya lagi, tak menyerah. Kali ini aku memilih menghentikan langkah. Sekonyong-konyong mereka tersenyum sumringah. Diandra menyatukan kedua tangannya di depan dada.
"Please," alisnya terangkat. Matanya yang bulat membesar dan berkaca-kaca. Ah, kalau sudah begini aku tidak bisa mundur.
Aku menyerahkan buku catatanku yang langsung disambut bahagia oleh Diandra, Galaksi, dan Cindy.
"Tadinya aku hampir frustasi sama pr MTK yang gak bisa aku pahami. Tapi berkat penjelasan Mega di buku ini," ujar Diandra sambil membolak-balik buku. "Aku jadi lebih paham. Makasih ya, Mega,"
"Yup. Beda banget sama penjelasan Galaksi," tambah Cindy sembari menenggerkan tangannya di bahuku yang segera kutepis. Cewek indigo ini bermaksud menyindir sang ketua kelas, Galaksi.
Yang disindir pun tidak terima, " loh kok jadi aku yang kena??"
Galaksi tersenyum menatapku, "Mega, coba kamu mau senyum. Sebentar aja deh, pasti bakalan banyak yang naksir sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Eternal In My Memory
Roman pour AdolescentsYou Are Eternal In My Memory Mengisahkan asmara sederhana sepasang kekasih muda, Bryan Aska Nathalan dengan Omega Centauri. Bryan yang ceria dan Mega yang pendiam memiliki karakter yang bertolak belakang namun perbedaan itulah yang membuat keduanya...