Kak Radit kurang ajar!!
Aku berteriak di dalam hati. Menghabiskan mi instan buatan Bryan di atas sofa single.
Bocah itu duduk lesu di lantai. Memandangi percikan kembang api terakhir.
Ah, aku jadi kasihan melihat wajah putus asa itu.
"Maaf, Ota," gumamnya. "Aku nyesel."
"Kenapa harus minta maaf?" Aku bertanya seraya berbaring di atas sofa panjang. Menaikkan ponsel mencari signal. Cuaca yang buruk mengganggu jaringan. Ini tidak bagus.
"Aku yang punya ide buat ke pantai. Maaf karena hujan."
Kali ini aku duduk dan menatap malas ke arahnya.
"Gak papa. Hujan itu bukan salahmu."
"Tapi-"
"Jangan minta maaf mulu. Berisik tau! Kamu, tuh ..." Aku tak bermaksud menaikkan nada bicara. Aku hanya sedang kesal karena perasaanku sendiri.
"Astaga," jengah, aku kembali berbaring miring memunggunginya.
Aku hampir tidak bisa menahannya. Kami sangat dekat. Aroma Bryan sangatlah kuat.
"Kamu sebenarnya gak mau dateng, kan?" Ia bertanya setengah berbisik. Suaranya berat dan serak.
"Aku gak bilang begitu." Sahutku singkat.
"Mulut kamu bilang gitu tapi ekspresi kamu bilang sebaliknya. Maaf udah maksa kamu buat ikut. Aku malah seneng-seneng sendiri."
"Gak juga-"
"Aku emang seneng-seneng sendirian. Padahal kalo Kak Radit gak ikut kamu pasti juga gak mau-"
"Aku dah bilang ..." kesal dan tak tahan lagi, aku segera menarik tubuh untuk duduk, " ..bukan gara-gara it-"
"Faktanya emang gitu!" Gertak Bryan. Itu adalah pertama kalinya dia membentakku. Aku tak siap. Tanpa sadar terlonjak karena terkejut.
"Kamu sebenernya suka sama Kak Radit, makanya waktu dapet chat dia gak bisa dateng kamu makin kesel!"
Eh, bukan begitu, Bryan ...
Aku ingin berkata demikian namun rasa takut tiba-tiba menjalari tubuhku hingga aku tidak bisa berbicara.
"Harusnya kamu ngomong dari awal! Kalo emang gak suka sama aku, bilang! Gak usah cuekin aku tapi tetep ngebiarin aku jadi orang gila di sekitar kamu!!"
"Sebenernya-"
"Kamu benci sama aku, kan?!" Bryan tidak mengizinkan aku menjelaskan. Dia terus saja memotong setiap kali aku hendak menyelesaikan kalimatku.
"Makanya, kamu bisa bilang sekarang. Gak usah gak enakan. Bilang aja kamu suka sama Kak Radit!!"
Kalimat Bryan saling tumpang tindih. Dia terus saja mengulangi kalimat yang sama.
"Gak susah kan, buat bilang kalimat sesimpel itu?!"
Tangan besar yang biasanya melambai ceria kini mengepal. Senyum sehangat mentari tenggelam menjelma menjadi amarah.
"Kalo kamu jelasin ke aku, aku bakal mundur! Biar aku gak terus-terusan berusaha dapetin kamu dan malah jadi pengganggu!!" Gertakan Bryan menggelegar memenuhi ruangan.
"Kamu licik." Sangat jarang dia menggunakan kata ganti 'kamu' ketika berbicara denganku. Biasanya selalu Ota, Ota, dan Ota.
Tapi sekarang??
"kamu gak butuh teman, suka menyendiri, dan selalu nampakin kalo kamu benci sama orang-orang di sekitar kamu."
Netra yang biasanya menatapku lembut, kini menyorot tajam ke arahku seolah hendak menerkam.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Are Eternal In My Memory
Ficção AdolescenteYou Are Eternal In My Memory Mengisahkan asmara sederhana sepasang kekasih muda, Bryan Aska Nathalan dengan Omega Centauri. Bryan yang ceria dan Mega yang pendiam memiliki karakter yang bertolak belakang namun perbedaan itulah yang membuat keduanya...