6. Fried chicken

37 14 0
                                    

-YOUTH-

Pagi ini Athazia berlari tergesa-gesa di koridor, apalagi dirinya harus naik tangga karena kelasnya berada di lantai 2. Hal itu cukup mengeluarkan peluh dari dahi. Napasnya tersengal-sengal setelah mencapai anak tangga terakhir. Ia masih harus berlari beberapa meter untuk sampai di kelas.

Sesampainya pun di kelas ia berlari ke belakang untuk mengambil sapu. Hari ini jadwal Athazia piket. Seharusnya, sepulang sekolah kemarin ia melakukan tugasnya, tapi karena lupa jadilah hari ini ia buru-buru.

Di dalam kelas itu ada Gibran dan kawan-kawan. Hanya ada mereka yang berkumpul di meja Joan dan Ricky, sedangkan anak-anak perempuan dan yang lainnya mungkin sedang berkeliaran sebelum bel masuk berbunyi.

Tangannya menarik sapu, hendak menyapu mulai dari ujung kanan lalu ke kiri dekat pintu. Namun, naasnya sapu yang ditariknya dengan ceroboh malah tersangkut di salah satu meja. Membuat gadis berkacamata dan rambut yang terikat itu terjatuh ke depan.

"Aduh!"

Hal itu tak luput dari pandangan Gibran dan kawan-kawan, mereka langsung melihat ke sumber suara, decitan meja yang disebabkan oleh sapu yang Athazia tarik cukup kencang membuat mereka menoleh seketika.

"Heh kenapa lo?" tanya Rafa heran seraya berdiri melihat Athazia berlutut di lantai, mereka tidak bisa melihat dengan jelas karena meja yang menghalangi.

"Aman nggak?" tanya Ricky memastikan.

Sementara Joan menahan tawanya dan Gibran hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan temannya itu.

Shanbin yang baru saja masuk ke kelas terheran-heran melihat Athazia berlutut di lantai. Matanya melirik Joan yang menahan tawa dan Gibran yang menggelengkan kepalanya.

Ia hendak melangkah ke tempat Athazia namun di sana ternyata sudah ada Gibran yang entah sejak kapan sudah membantu Athazia berdiri.

Jadi, ia memilih berjalan ke bangkunya untuk meletakkan tas lalu berjalan ke arah meja Joan dan Ricky, dan bertanya apa yang terjadi.

"Lo nggak apa-apa?" tanya Gibran memastikan. Matanya melirik lutut Athazia yang sedikit tergores.

Athazia mengangguk. Ia malu, bisa-bisanya jatuh dilihat sama mereka berempat apalagi Gibran yang notabene adalah crushnya.

"Kenapa buru-buru banget sih? Debunya juga nggak bakal lari kok," ujar Gibran bergurau.

"Kalau debunya lari juga nggak apa-apa malah, biar nggak repot nyapu lagi. Hehe," balas Athazia menyengir canggung.

Gibran tertawa. "Iya juga ya," ujarnya.

"Gw lupa piket kemarin, ditambah lagi anggota piket gw yang ya gitu lah. Mereka belum dateng gw lihat, takut bel bunyi terus Bu Karla masuk. Tau sendiri kan gimana Bu Karla kalau ada yang belum piket," jelas Athazia menjawab pertanyaan Gibran.

"Ya jangan lari-lari juga dong. Jatoh kan lo jadinya, tuh lihat lutut lo. Ke UKS yuk," ajak Gibran, tangannya hendak memegang pundak Athazia, berniat memapah gadis itu.

Sepertinya Gibran mengira, Athazia tidak bisa jalan sendiri. Padahal, jatuhnya tidak terlalu kencang, lukanya pun tidak parah.

Athazia mengelak, menjauh dari tangan Gibran.

"Nggak usah! Ini luka di lutut kecil doang, nggak parah kok. Gw mau piket dulu, udah sana-sana!" usirnya padahal lagi salting.

Shanbin mengedarkan pandangannya ke dinding-dinding kelas. Mencari daftar piket. Setelah ketemu, ia membaca nama-nama yang piket pada hari ini di dalam hati.

Matanya menatap Joan sekilas. Lalu, berjalan ke tempat Athazia dan Gibran.

"Ke UKS aja, gw anterin. Itu ada Joan, dia juga piket hari ini kan," ujar Shanbin lembut kepada Athazia.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

YOUTH • ZB1 TAERAETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang