🌟 Rasa Takut Ini

18 2 0
                                    

“Sampai ketemu besok, Star. Tidurlah yang nyenyak malam ini."

Star tiba-tiba membuka matanya lalu memandang setiap sudut kamarnya sebelum mengambil posisi duduk dan menatap keluar jendela yang menampilkan suasana malam yang gelap.

Suara itu seperti sangat nyata, sampai-sampai bisa membangunkannya di tengah malam ini. Seakan-akan suara itu berbisik di telinganya, begitu dekat sampai jantungnya berdegup kencang.
Star teringat dengan kejadian pagi tadi dan mendengus. Apa dia merasa takut dengan ancaman cowok bernama Samudera itu? Entahlah… antara iya dan tidak.

Star awalnya tidak berniat mencari masalah. Tapi, semakin lama, dia semakin jijik dengan setiap tingkah laku anak-anak Antariksa yang sok berkuasa dan merasa paling ditakuti di sekolah, terutama Samudera. Itu sebabnya tadi Star nekat melempar kepalanya dengan kaleng bekas sebagai bentuk ungkapan rasa muaknya pada Samudera. Apalagi setelah melihat kejadian di lapangan tadi. Sayang, dia justru tertangkap basah saat melakukannya. Tapi, anehnya, meskipun mereka terlihat brandal, ada banyak sekali cewek-cewek yang memuja-muja mereka.

Star mendesah. Seharusnya ibunya tidak memasukkannya ke sekolah itu. Seandainya saja dia bisa keluar dari sana….

Tapi, itu tidak mungkin, karena ibunya sudah bekerja keras untuk dia bisa masuk ke sana. Selain karena prestasi, ada banyak biaya yang ibunya keluarkan untuk sekolahnya. Kasihan kalau dalam beberapa bulan saja dia sudah ingin pindah.

Tiba-tiba, Star merasa haus. Dia lupa membawa botol minumnya ke kamar, jadi mau tidak mau, dia harus turun ke lantai bawah untuk mengambilnya. Star tidur di kamar yang ada di lantai atas, sementara di bawah sana, ada dua kamar yang ditempati ayah dan ibunya, juga satu kamar yang ditempati Shine.

Setibanya di ujung anak tangga, Star melihat sang ayah menyelinap masuk ke dalam kamar Shine dengan mengendap-endap. Star refleks memegang susuran tangga dengan jantung berdebar. Dia kemudian melihat ke arah kamar sang ibu yang tertutup rapat. Dengan perlahan, Star berjalan mendekati kamar Shine dan berdiri di sana dengan wajah tegang. Lalu, Star menempelkan daun telinganya ke pintu kayu itu.

Suara yang sama itu terdengar lagi. Ada rintihan kecil yang menyayat hati. Star gemetar hebat sebelum akhirnya dia memutuskan untuk berlari kembali ke kamarnya.

Star pikir, hal itu sudah berakhir. Tapi, ternyata, dia terus melakukannya.

Setibanya di dalam kamar, Star berlari ke dekat jendela kemudian menumpahkan air matanya di sana. Isak tangisnya di tengah malam itu didengar oleh seseorang di seberang sana. Seorang cowok bermata sendu, yang tinggal di sebuah kamar milik rumah mewah bertingkat dua yang berjarak beberapa meter dari rumahnya.

Namun, Star tidak pernah tahu, kalau cowok itu diam-diam sering mengamatinya.

***

Keesokan harinya, Star bangun lebih awal. Meski matanya terlihat membengkak karena menangis sepanjang malam, dia tetap datang menghampiri ibunya.

“Ada apa? Kenapa matamu bengkak?” tanya Ibunya.

Star menggeleng. “Cuma kurang tidur. Aku belajar sepanjang malam.”

“Hm-hm.” Suara itu seketika membuat Star membeku. Jantungnya berdegup kencang, apalagi saat merasakan sebuah tangan mengelus puncak kepalanya. “Apa kamu baik-baik saja, Starla?”

Star menelan ludahnya dengan susah payah. “A-aku baik-baik saja.”

“Jangan sering bergadang, itu tidak baik buat kesehatan.” Pria yang dikenalnya sebagai ayah itu kini menepuk pundaknya. Mungkin terlihat menepuk, tapi Star merasa tangan itu seakan membelai punggungnya sehingga Star refleks menjauh.

“Aku harus ke sekolah sekarang.” Star berpamitan tanpa sedetikpun menoleh pada pria itu.

Sebelum Star benar-benar pergi, dia berjalan ke arah jendela kamar Shine yang sedang membuka.

“Shine….”

Namun, Shine tidak menyahut, sekalipun dia ada di balik sana.
“Apa kamu baik-baik saja?”

“Untuk apa bertanya, pada sesuatu yang kamu sudah tahu jawabannya?”

Suara lirih itu pun akhirnya menyahut bersamaan dengan wajah Shine yang pucat muncul di balik tirai jendela.
“Berteriaklah sekali saja, kalau itu terjadi lagi.”

“Berteriak, sama dengan bunuh diri. Setidaknya, walaupun aku tidak berguna, aku masih ingin hidup….”

“Shine….”

Jendela kemudian menutup rapat, menandakan kalau Shine ingin menyudahi pembicaraan itu.
Star mendengus lalu berkata, “Aku dan ibu ada bersamamu, Shine….”

Di balik jendela itu, tak lama
kemudian terdengar suara isak tangis. Star tidak mendengarnya karena dia sudah melangkah pergi.

***

Are You Ok?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang