Sekolah masih sangat sepi sewaktu Star tiba di sana. Hanya ada tukang kebun yang datang menyapa Star saat dia melintasi lapangan basket. Selain itu, tidak ada siapa-siapa di sana. Bagaimana tidak, Star memang datang setengah jam lebih awal dari biasanya. Langit di pagi itu pun belum sepenuhnya terang.Star berhenti melangkah ketika dilihatnya bola basket berada tak jauh darinya. Beberapa saat, dia memandangi benda itu, sebelum akhirnya melangkah mendekat dan mengambilnya. Sebuah ingatan masa lalu kini berputar dalam memorinya. Tentang dia dan Shine, beberapa tahun yang lalu. Pada masa itu, Shine masih bisa berjalan, bahkan berlari. Mereka sering bermain basket bersama. Meskipun cuaca mendung ataupun panas terik, mereka tidak pernah kenal lelah. Shine punya impian kalau dia ingin menjadi atlet basket, namun impiannya harus pupus setelah kecelakaan yang dialaminya, yang membuatnya harus berada di kursi roda, seumur hidupnya.
Sejak saat itulah, sikap Shine mulai berubah padanya. Dia jauh lebih menutup diri, seakan-akan tidak lagi membiarkan Star menjadi bagian hidupnya.
Tiba-tiba, sebuah perasaan muncul dalam hati Star untuk mengasah kembali kemampuannya. Sekitar 6 tahun yang lalu, Star sudah meninggalkan permainan ini, mungkinkah dia masih bisa melakukannya?
Star memantulkan bola berwarna oranye itu ke lantai, kemudian membawanya mendekati ring dan melakukan lay-up, yaitu menembakkan bola ke dalam keranjang.
Masuk!
Meski berhasil, sepertinya Star lupa caranya untuk tersenyum. Dia kembali mendrible bola dan mencoba melakukan shooting. Bola kembali masuk ke dalam ring, tapi tak kunjung membuatnya tersenyum puas. Bahkan, sekalipun hal itu terjadi berkali-kali.
Saat itu, Star juga tidak menyadari kalau ada seseorang yang tengah memperhatikannya dari salah satu atap gedung sekolah. Seorang pria yang sedang mengenakan jaket berwarna merah bertuliskan Antariksa.
“Berani juga tuh anak ke sekolah,” gumamnya dengan senyum menyeringai.
***
Star meninggalkan lapangan basket ketika melihat beberapa murid mulai berdatangan. Dia berjalan menuju kelasnya yang ada di lorong sebelah kiri. Baru saja menginjakkan kakinya ke koridor, tiba-tiba sesuatu mengenai kepalanya. Star pun berhenti melangkah, untuk melihat benda apa itu. Rupanya sebuah botol minuman bekas. Sepertinya, ada yang sengaja melemparnya.
Star tidak mau ambil pusing dan kembali berjalan. Tapi, hal itu terjadi lagi. Kali ini meninggalkan rasa sakit.
“Sakit?” Suara itu membuat Star menoleh.
Samudera berjalan menghampirinya dengan senyum tipis yang terlihat sangat menyebalkan. Star melihat ke sekitar, mencari tahu dengan siapa Samudera datang ke sini. Ternyata, dia sendirian. Tadinya Star pikir dia akan dikeroyok.
Star mengabaikan Samudera. Dia tetap melangkah ke dalam kelasnya, tanpa merasa harus menjawab pertanyaan cowok itu.
Sementara itu, Samudera yang ditinggal begitu saja sempat mematung beberapa saat.
Apa ini yang namanya dikacangin?
Samudera mendecih, lalu menarik pergelangan tangan Star. Tiba-tiba saja, Star menepis tangannya sekuat mungkin dan menatap tajam Samudera.
“Jangan sentuh gue,” kata Star, dengan nada dingin yang menusuk.
Samudera tidak tahu, bahwa setiap ada laki-laki yang menyentuh Star, itu akan membuatnya ketakutan setengah mati.
Samudera mendengus. “Eh, cewek kurang gizi! Nggak usah kepedean lo! Gue lagi ngomong, terus lo pergi gitu aja. Kayaknya lo bener-bener mau cari masalah ya sama gue?”
Star menatap wajah Samudera kemudian membalikkan tubuhnya. Dia sungguhan tidak mau berurusan dengan Samudera. Tapi, Star tidak menyadari kalau sikapnya itu justru membawanya ke dalam masalah baru.
“Gue mau lihat berapa lama lo bertahan di sekolah ini. Asal lo tahu, gue bisa aja bikin lo keluar dari sekolah ini dalam hitungan detik. Lo nggak tahu, bokap gue siapa? Bokap gue donatur utama di sekolah ini.”
Star mendesah.
Nanya sendiri, jawab sendiri.
Ternyata Samudera tidak ada bedanya dengan anak kecil yang suka memamerkan apa yang dia miliki.
Lagipula, mana dia peduli siapa Samudera. Jangankan siapa orangtuanya, Samudera sendiri saja Star tidak kenal. Yang dia tahu, Samudera hanyalah murid berandal yang tidak punya etika.“Bangsat!” maki Samudera pelan, karena Star sama sekali tidak peduli dengan apa yang dia katakan. “Bener-bener harus dikasih pelajaran tuh cewek. Gue bakal bikin dia berlutut minta maaf di depan satu sekolah.”
Hari ini, Samudera resmi memberikan kartu merah pada Star.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You Ok?
Teen Fiction@Copyright 2023 ~ Star dulunya gadis ceria, penuh mimpi, dan senantiasa bahagia. Akan tetapi, setelah meninggalnya sang ayah di usianya yang masih sepuluh tahun, hidupnya berubah, menjadi kelam, penuh tangis dan keputusasaan. ~ Angkasa selalu dijulu...