***
Raiden terbangun karena tenggorokan yang terasa kering, ketika melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 8 pagi, laki-laki itu memaksakan beranjak dari tempat tidur dan turun ke lantai bawah mengambil air minum.
Sepagi ini, asisten rumahnya sudah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Terlihat bagaimana mereka masih sempat menyapa Raiden, walaupun sibuk membersihkan bagian demi bagian rumahnya dengan detail.
Jujur saja, menurut Raiden pekerjaan mereka itu sia-sia.
Dikarenakan ayah, selaku tuan rumah sendiri saja jarang berada di kediamannya, hari demi hari tinggal di rumah dinas miliknya di pusat kota dan belum lagi tuntutan pekerjaan yang membuat beliau harus standby di lokasi.
Raiden sendiri melihat orang tua tersebut jarang di rumah, ikut-ikutan dan bahkan hampir tidak menyentuhkan kaki ke rumah selama sebulan. Hidupnya sibuk berpindah tempat ke satu tempat demi tempat lain, kadang di rumah salah satu sahabatnya (Hema jarang karena Raiden sungkan dengan keluarganya, tidak tahu kenapa), kadang di apartemen miliknya kalau saja dia sedang tidak malas, dan akhirnya kalau dia tidak menemukan tempat perhentian, dia menyewa kamar penginapan untuk semalam.
Jelas sekali, hidup Raiden kebanyakan dia habiskan di jalanan.
Jadi bersih tidaknya rumah tidak memiliki pengaruh apa-apa, karena keduanya jarang menghabiskan waktu bersama. Terkecuali ada agenda atau sebuah event yang diadakan oleh kolega ayah, mengharuskan Raiden hadir walaupun harus dipaksa ayah lebih dulu.
Raiden menghentikan langkah tatkala menemukan seorang wanita sedang duduk dengan rapi di meja makan, tabloid edisi terbaru sedang dibaca dan piringnya sudah berisikan panekuk hangat untuk sarapan juga jus jeruk sebagai pendamping.
Hampir saja Raiden lupa, lucunya, bahwa dia masih punya ibu.
Sepertinya sebuah rahasia umum, setiap kolega bisnis berusaha mengadakan pernikahan demi sebuah perjanjian bisnis di atas kertas. Baik ayah dan ibu juga sama, keduanya menikah secara sukarela tanpa ada paksaan. Ayah tentu saja berusaha menyukai hubungan keduanya, dengan memuliakan ibu sebagai istri satu-satunya.
Tapi, ibu tidak berpikir hal yang sama.
15 tahun pernikahan, ibu ketahuan selingkuh dengan laki-laki lain. Seluruh keluarga gempar atas skandal tersebut, belum lagi video syur ibu yang sudah ditonton sedemikian banyak orang membuat keluarga ayah Raiden, tentu naik pitam.
Alih-alih marah, ayah sendiri tidak banyak bicara atas kasus tersebut. Tidak pula menceraikan ibunya karena sudah mengkhianati keluarga mereka. Berdalih bahwa ini semua salahnya karena tidak bisa mengurus keluarga, memaafkan ibu atas apa yang dia perbuat. Alhasil membiarkan ibu seperti sekarang, pulang ke rumah semaunya dan memacari setiap pria yang dia temui.
Bahasa kerennya, open relationship.
Raiden muak dengan keduanya, atas sikap ayah juga kelakuan ibunya tersebut. Menganggap ayah tak lebih pecundang karena tidak berdaya atas sikap perempuan yang tidak tahu diri. Durhaka lah Raiden karena mengatai ibunya sendiri, tapi cowok itu saja sudah kepalang frustasi dan malu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pain Killers
Teen Fiction[EDITED] Raiden adalah enigma, segala macam tindak tanduknya selama ini tidak bisa dimengerti sampai sekarang. Sedangkan Irene adalah penyembuh, semacam obat pereda nyeri untuk mengurangi rasa sakit yang telah lama bercokol dalam kepala. Namun, sela...