EP. 6

107 9 2
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Beberapa hari terakhir, kehidupan Raiden terasa sepi. Sebenarnya sih, tidak juga.

Hanya akal-akalan Raiden agar terdengar dramatis saja.

Kehidupan di rumah maupun di sekolah berjalan semestinya, namun ada beberapa kekosongan yang melanda.

Ayah pulang ke rumah kemarin malam, memberikan lusinan buku tentang politik dan juga ekonomi yang dia minta untuk Raiden pelajari. Dia sendiri sih, hanya mengangguk, tak pula mengiyakan keinginan sang Ayah untuk belajar. Buku-buku tersebut hanya teronggok di atas meja belajar, tidak tersentuh.

Di sekolah, sahabat-sahabatnya pun sama.

Baik Jendra masih sibuk melatih dialog skrip dramanya, sedangkan Deno mengatakan dia sedang serius berlatih untuk pertandingannya dua bulan lagi. Ditambah lagi, ulangan akhir semester sudah di depan mata, membuat mereka makin sulit untuk diajak nongkrong.

Begitu juga dengan absennya Hema, akibat cedera pergelangan tangan pertandingan kemarin, membuat sahabatnya itu diharuskan untuk istirahat total di rumah. Namun, dari kabar yang dia dengar, Hema sudah memaksakan diri untuk masuk hari ini.

Setelah jam istirahat mulai, Raiden akan mengunjungi kelasnya nanti.

Karena, Raiden sekarang sedang membolos mata pelajaran matematika minat. Sebenarnya dia tidak kesusahan dalam mengerjakan, maupun memahami soal yang diberikan. Namun yang jadi masalah, ditambah membuat dia jengkel adalah guru yang mengampu mata pelajaran tersebut.

Pak Gunandjar namanya, sudah hobinya memberi ulangan mendadak, masuk kelas sesuka dan semaunya, dan ketidaksukaannya terhadap Raiden secara terang-terangan.

Tidak akan Raiden lupa, bagaimana Raiden dituduh mencontek karena hanya mendapat nilai sempurna di ulangan mendadaknya. Alhasil, Raiden harus mengerjakan sepuluh soal tambahan, dan mendapat nilai sempurna tanpa salah lagi, untuk membungkam gurunya tersebut.

Raiden rasa, anggapan guru durhaka boleh juga. Namun, Raiden tak pernah bereaksi berlebih. Kalaupun dia dihukum karena bolos, atau seragamnya yang suka dia keluarkan dari celana, dan dirinya yang dianggap biang masalah. Raiden akan tetap melakukan hukuman yang diberi, tanpa banyak mengomel. Setidaknya, Bu Maya tidak menganggap dirinya sebagai anak kesayangan ruangan bimbingan konseling.

Segelas kopi hitam yang ditaruh di depannya, menghentikan lamunan Raiden, "Den, nih kopinya!"

Diliriknya Mbak Yu, pemilik warung kopi kecil yang letaknya di belakang sekolah, tempat langganan Raiden dan anak-anak bengal lainnya kabur dari riuh pikuknya sekolah, "Yoi, makasih mbak."

Disesapnya sebentar isi gelas, sebelum kembali menyuap indomie soto di dalam mangkok. Dalam kunyahan, lamunan Raiden kembali. Dirasa beberapa hari berlangsung dengan tenang, tanpa gangguan.

Seharusnya Raiden senang, masalahnya dengan Irene tak perlu membuat dia pusing lagi. Tidak akan membebaninya lagi. Raiden, secara resmi, dinyatakan bebas.

Pain KillersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang