Bagi seorang Nadhira Almira, menjalani hidup sebagai wanita karier yang terus berkecimpung di dunia kerja dengan menghasilkan banyak uang adalah impian terbesar dalam hidupnya. Nadhira sama sekali tidak pernah menginginkan kehidupan pernikahan meski usianya sudah berada di ujung kepala dua. Perempuan lulusan magister dari INSEAD Business School yang kini menduduki jabatan sebagai Direktur Finansial di sebuah perusahaan bank ternama itu merasa hidupnya sudah cukup bahagia dengan torehan prestasi yang sudah ia raih apalagi berhasil menjabat sebagai Direktur di usianya yang masih terbilang muda ini memperkuat tekadnya untuk tidak menikah.
Nadhira menganggap pernikahan hanya sebuah hubungan yang tidak memberinya keuntungan. Dia tidak memerlukan laki-laki di hidupnya karena sudah terbiasa melakukan semua hal sendiri. Lagipula menikah hanya akan menambah masalah hidup yang seharusnya tidak boleh menghampiri hidupnya.
Jangankan menikah, pacaran saja Nadhira tidak mau. Perempuan itu benar-benar tidak tertarik dengan hal yang membuang waktu apalagi berhubungan dengan seseorang yang tidak memberi kontribusi sama sekali.
Akan keputusannya tidak menikah, Nadhira sudah membicarakan hal tersebut dengan ibunya meski Nadhira ditentang sejak awal, karena Nadhira adalah anak tunggal, ibu tidak mau putrinya tidak menikah dan tidak punya keturunan.
Hanya saja Nadhira terbersit pikiran gila. Dia ingin mempunyai anak kandung dari pernikahan yang sah, setelah anak itu lahir, Nadhira akan langsung bercerai dengan suaminya.
Di tengah kebingungannya oleh desakan ibu yang menyuruhnya segera mempunyai suami karena usianya yang sudah dua puluh delapan tahun, Nadhira justru bertemu dengan Kian Alvarendra, rekan kerja satu kantornya yang merupakan Personal Asisten yang ditugaskan bekerja mendampingi Nadhira.
Kian Alvarendra, laki-laki kelahiran Bandung yang sama-sama berusia 28 tahun, hanya terpaut 9 bulan 10 hari lebih dulu dengan kelahiran Nadhira. Parasnya cukup tampan, memiliki tubuh tinggi tegap dengan perawakan sehat yang terlihat dilatih olahraga setiap hari.
"Saya mau ngajuin pinjaman sama kantor, bu."
"Mau ngajuin berapa kamu? Kerja aja belum ada dua tahun sudah berani mengajukan pinjaman." sinis Nadhira pada asisten pribadinya yang kini tengah berdiri di depan meja kerja ruangannya.
Kian baru saja meminta Nadhira menandatangani surat persyaratan mengajukan pinjaman pada perusahaan, dan tentu Nadhira tidak gampang memberikan tanda tangannya apalagi untuk persyaratan peminjaman seperti ini.
"Saya butuh uang banyak untuk pengobatan ibu saya, bu."
"Berapa?"
"Sekitar lima ratus juta, bu." jawab Kian pelan, "Tapi saya sudah ada hampir setengah, saya hanya akan mengajukan dua ratus juta."
Nadhira membelalak kaget. Yang benar saja Kian mengajukan pinjaman sebesar itu pada perusahaan?
"Kamu nekad, Kian. Yang ngajuin uang lima puluh juta aja ditolak sama kantor, kamu malah ngajuin dua ratus juta. Udah gila kamu?" Marah Nadhira pada Kian dengan menunjuk surat yang dibawa Kian dan ada di depannya.
Laki-laki itu menghela nafas frustasi. Dia tidak tau lagi harus kemana mencari uang sebanyak itu dengan waktu singkat, sedangkan ibunya harus segera dioperasi transplantasi ginjal.
Baik Nadhira maupun Kian, dua-duanya hanya terdiam tanpa saling menatap, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Kian yang kalut dengan jumlah uangnya yang terkumpul belum mencukupi, bahkan jumlah yang dia beritahukan pada Nadhira itu tidak sampai setengahnya. Laki-laki itu hampir putus asa, dia sudah tidak bisa memikirkan jalan lain kalau pinjamannya ditolak perusahaan, yang bisa dia lakukan hanya sampai disini karena Kian sudah hampir menjual seluruh aset keluarga warisan ayah, yang tersisa hanya rumah yang dia tinggali bersama ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
FanfictionMenjadi wanita karier yang sukses di usia muda adalah kebanggaan tersendiri bagi Nadhira Almira. Perempuan yang memilih hidup mandiri dan meraih segala impiannya itu memfokuskan diri mengembangkan bisnis dan berkontribusi besar pada perusahaan tempa...