Kemarin saking excitednya mau publish jadi lupa mau nulis kata pengantar, muhehe.
Untuk pembaca MBAK, MAS, dan Sakura Kiss pasti tahu ini cerita siapa. Trope-nya juga sudah ketebak di prolog. Ending-nya apalagi, udah jelas sejelas-jelasnya wkwk. Jadiii kalau Teman-teman berharap Kurirasa ini ceritanya bakal surprise gimana, enggak, mohon maaf enggak. Ini tuh sama kayak tiga cerita sebelumnya yang membawakan vibes santaaay... tanpa mengurangi makna yang ingin kusampaikan juga tentunya.
Konflik pasti ada, dan akan diselesaikan dengan kepala dingin saja. Karena para lakon di sini udah pada dewasa juga kan ya, meskipun mereka tidak menyediakan adegan dewasa.
Terima kasih dan selamat membaca 💕
💌
"INI UNTUK Dik Wening. Tolong diterima."
Gadis berparas Jawa dengan potongan rambut bob dan poni tipis itu berhenti melangkah. Di belakangnya, dua gadis lain saling berbisik, "Mas Londo teko maneh [Mas Bule datang lagi]," dan menimpali, "Duh Gusti, bagus tenan [Ya Tuhan, tampan sekali]," tetapi cukup nyaring untuk Wening dengar. Wening tidak yakin wajah siapa yang lebih merah sekarang, dirinya atau lelaki kaukasoid yang sedang menyodorkan kotak bingkisan berpita di hadapannya ini.
Seperti biasa, Wening menerimanya bersama senyuman. Dia bermaksud berterima kasih, tetapi seperti biasa, mata lelaki itu menghindari Wening. Dan seperti biasa, si pemberi langsung berbalik mengambil seribu langkah hingga Wening hanya dapat memandang punggung besarnya menjauh.
Ya, seperti biasa, dimulai sejak tiga bulan yang lalu.
"Ning, mbok dikejar masnya, ojo malah diem thok," sindir Shinta yang sudah maju menyenggol lengan kanan Wening.
Lain lagi dengan Ririn yang menahan lengan kiri Wening. "Hush, ndak usah. Perempuan kok ngejar laki-laki? Ndak ilok [Tidak pantas], tah."
"Haduh, Rin, bukan perkara ilok atau ndak ilok. Itu Mas Londo sudah ngasih kode buat Wening selama tiga bulan, dia nunggu reaksine Wening. Kamu ndak penasaran, tah, Ning?"
"Biarpun penasaran tapi harus bisa menahan diri. Jadi perempuan mbok ya jual mahal, gitu. Perempuan harus punya malu. Kalau kegatelan nanti masnya--"
"--tak kasih Salep 88. Panu, kadas, kurap, kutu air, oleskan saja--" serobot Shinta, otomatis punggungnya mendapat gepukan keras dari Ririn.
"Rek, wis tah berhenti." Setengah tertawa, Wening menengahi kedua sahabatnya, lalu memasukkan kotak kecilnya ke dalam tas di bahu. "Aku ini penasaran, tapi kalau disuruh ngejar masnya, aku emoh [tidak mau]."
Ririn tersenyum penuh kemenangan melihat Shinta yang memberengut. Ketiganya berjalan menyusuri koridor panjang yang mengarah ke pintu utama gedung kuliah Fakultas Kedokteran.
"Bukane aku menahan diri atau jual mahal," lanjut Wening lagi, "cuman ndak kepingin saja."
"Yakin kamu ndak mau? Jarang-jarang, lho, pemuda bule totok bisa tertarik sama kita-kita gadis pribumi. Mana ngganteng pol persis Tom Cruise! Mas itu rejekimu, Ning, ndak boleh disia-siakan!" Shinta mengompori berapi-api.
"Lho, kenapa toh kesannya derajat orang Barat itu mulia banget, lebih tinggi daripada kita orang pribumi?" Wening mengernyit, menoleh pada sahabatnya. "Memangnya kalau jodoh sesama asli pribumi bukan rejeki? Biar bule se-ngganteng apapun, kalau dia pikir dia lebih tinggi daripada orang pribumi, aku ndak mau. Suatu hari bisa jadi dia juga merendahkan aku. Daripada sama bule totok tapi makan hati, mendingan aku sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurirasa 1990
General FictionADIK MENIKAH DULUAN, MEMANGNYA KENAPA? Ketika Wening dilangkahi oleh sang adik, seketika keluarga besar mulai panik. Kekhawatiran mengenai calon jodoh yang menjauh hingga masa depan rumah tangga yang keruh membuat Wening terdesak oleh tuntutan menca...