Dua puluh satu

1.1K 34 3
                                    


Halo moo🐮
Apa kabar???. Baik dungss😁

Yaudah selamat baca💙💙

_____🌻_____

Malam itu Haura termenung di kamarnya, kini ia sudah terikat dalam sebuah hubungan. Haura berusaha untuk menerima semuanya, namun dalam hatinya ia masih menolak semua ini. Haura memegang cincin yang di pasangkan siang tadi di jarinya oleh nyai Aira.

"Aku udah ngga tau harus apa lagi." Ucap gadis itu dengan menundukkan kepalanya dan menangis.

Namun ia kembali menghapus air matanya. "Sejak kapan Haura cengeng kayak gini, ngga ini ngga benar." Kata gadis itu lalu berdiri dari duduknya.

Haura kemudian pergi mengambil air wudhu untuk sholat. Ia akan merasa tenang jika sudah mengadu kepada sang pencipta. Setelah selesai Haura menaruh kembali alat sholatnya dan duduk di meja belajar sambil termenung.

Sedetik kemudian ia dengan cepat mengambil ponselnya yang tergeletak di atas kasur. Untuk mengibur dirinya gadis itu menghubungi Rafa.

"Halo Fa, temenin gue besok yah." Kata Haura saat Rafa mengangkat telfonnya.

"Kemana Hau?." Tanya Rafa dari balik telfon.

"Ke tempat biasanya, sore ya." Kata Haura dengan nada bicara yang sangat kecil, hal itu pun membuat Rafa bingung, dan langsung paham jika temannya itu sedang dalam masalah.

"Iya Hau, nanti gue jemput." Ucap Rafa dan Haura pun memutuskan sambungan telfonnya.

Haura kemudian beranjak dari duduknya dan berbaring di atas kasur. Hari ini cukup melelahkan untuk badan dan juga perasaannya, ia ingin istirahat.

•••

Keesokan harinya tepat pada jam empat sore Rafa sudah berada di depan rumah Haura. Haura keluar dari dalam rumah, dan membuat Rafa merasa lega. Namun sedetik kemudian Rafa mengerutkan keningnya saat melihat mata Haura yang bengkak.

"Ayo jalan." Kata Haura saat naik ke atas motor Rafa. Rafa pun menarik gas, ia tidak ingin menanyakan pertanyaan yang kini berada di pikirannya.

Mereka berdua pun pergi dari sana, selama dalam perjalanan Haura tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Rafa yang merasa ada yang aneh dengan Haura pun semakin cemas, tidak biasanya Haura diam saat dirinya bonceng.

Namun lagi-lagi Rafa memilih untuk tidak bertanya kepada Haura, ia membiarkan gadis itu untuk tenang terlebih dahulu. Setelah beberapa menit lamanya akhirnya mereka sampai di sebuah pantai yang sangat sering Haura datangi, tempat itu sudah menjadi tempat favorit Haura semenjak ia SMA.

Keduanya melangkah ke sebuah kursi panjang yang memang ada di sana. Haura duduk dan meletakkan sebuah tas kecil di samping nya. Rafa pun ikut duduk di sebelah Haura.

Langit senja yang sangat indah membuat Haura merasa lebih tenang, saat pikirannya kacau Haura selalu mengunjungi tempat itu. Hampir setiap manusia di muka bumi ini, tempat paling terindah dan menenangkan adalah pantai. Rafa mulai mengamati wajah Haura yang terlihat sedih.

Haura memandang laut yang membentang luas, angin yang bertiup kencang menyentuh permukaan kulit dan membuat rambutnya menjadi berantakan.

"Mata lo kenapa?." Tanya Rafa dengan melihat ke arah Haura. Gadis itu pun mengangkat pandanganya dan melihat Rafa.

"Ngga papa." Jawab Haura.

"Ngga usah bohong kali Hau, mata lo bengkak." Kata Rafa dengan memandang Haura.

Haura hanya tersenyum dengan melihat ke arah laut yang terbentang luas di hadapan mereka. Angin yang berhembus semakin membuat Haura nyaman dan merasa tenang, gadis itu kemudian menyenderkan kepalanya di bahu lebar milik Rafa, Rafa sedikit menurunkan badannya agar membuat Haura merasa nyaman.

Hai, Gus! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang