Sebelas

1.3K 38 0
                                    

Selamat membaca💙

*
*
*

Hari ke empat setelah Kyai Hasan dan nyai Aira keluar kota, selama tiga hari Haura sangat senang. Ia merasa seperti separuh bebannya hilang, tiga hari kemarin ia sama sekali tidak bertemu dengan orang yang membuatnya kesal, alias Gus Adnan.

Selama ia di pesantren selain memikirkan masalah yang membawanya ke pesantren itu, Haura juga menemukan masalah lain di sana, ia bertemu dengan seorang Gus yang membuatnya kesal.

Setelah shalat Ashar, Haura berjalan sendirian menuju asrama putri, Wawa dan Najwa sudah pergi lebih dulu tadi. Haura sengaja memperlambat jalannya, ia ingin menikmati suasana yang menenangkan itu.

Sebelum ia tinggal di pesantren ini, ia tidak pernah merasakan kenyaman yang sangat berbeda ini. Seakan seluruh jalan hidupnya berubah total setelah ia tinggal di sana, sebelumnya gadis itu hanya mengenal teman-teman sekolahnya yang Toxic dan Rafa satu-satunya teman yang baik kepadanya.

Ia merasa berbeda saat ada di pesantren itu, Haura mengambil nafas dalam lalu menghembuskan nya, ia menatap langit sore yang sangat indah. Angin berhembus mengenai jilbab pasang dan baju syar'i yang ia gunakan.

Cara berpakaiannya juga sekarang sudah berubah, ia bahkan sudah mulai paham tentang banyak hal yang dulu ia tidak ketahui. Mungkin inilah takdir Allah yang ingin membuatnya menjadi lebih baik. Sebelum ke asrama putri Haura memutuskan untuk ke taman yang ada di sana untuk menenangkan diri dan menghirup udara segar lebih banyak.

Sampainya di sana, Haura membulatkan matanya saat melihat orang yang selama tiga hari ini belum dirinya jumpai. Gus Adnan, entah sedang apa pria itu di sana Haura juga tidak tahu. Gadis itu berjalan perlahan mendekati kursi panjang yang di duduki oleh Gus Adnan.

Ia kemudian duduk di samping Gus Adnan dengan jarak pastinya. "Gus Adnan kangen nyai Aira ya?." Tanya Haura saat melihat raut wajah Gus Adnan yang terlihat sedih.

Gus Adnan terkejut dengan keberadaan Haura di sampingnya saat ini. "Astagfirullah, kamu ngapain di sini?." Kata Gus Adnan dengan menjauhi Haura.

Haura mengembuskan nafas berat, "Di tanyain malah nanya balik gimana sih, dasar aneh." Kata Haura kesal lalu memandang sebuah kolam ikan kecil di depan mereka.

Gus Adnan kembali duduk lalu mengusap wajahnya. "Ini tempat favorit saya dari kecil." Ucap Gus Adnan dengan memandang ke sebuah kolam ikan kecil di depan mereka.

"Kenapa?," tanya Haura, kini gadis itu memalingkan pandangnya memandang Gus Adnan.

"Dulu saya suka bermain di sini sama Maura, ini juga tempat kesukaan dia." Kata Gus Adnan masih melihat ke depan.

"Istri?," tanya Haura.

Gus Adnan terkekeh. " Adik saya, Maura Anastasya." Gumam Gus Adnan.

"Lah terus adiknya di mana sekarang?," tanya Haura lagi.

Gus Adnan menarik senyumnya, ia melihat ke arah langit sore yang sangat indah saat itu. "Maura punya penyakit yang merenggut nyawanya di umur tujuh tahun." Kata Gus Adnan dengan menatap Haura.

Haura terdiam. "Ma-maaf gua ngga tau." Ucapnya merasa bersalah karna menanyakan itu.

"Ngga papa, sekarang dia sudah ngga sakit lagi." Kata Gus Adnan lalu tersenyum memandang langit sore kala itu.

Haura mengikuti Gus Adnan yang memandang langit, gadis itu tersenyum namun sedetik kemudian ia tersadar. Haura merasa ada sesuatu yang terjadi kepadanya, api ia belum mengetahuinya. Haura, menghirup udara segar sore itu sambil tersenyum menatap langit berwarna jingga yang sangat indah.

Hai, Gus! (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang