02~

219 11 3
                                    

Disisi lain, Oliver merasa sedikit kecewa sama adeknya itu karena tidak mau cerita tentang masalahnya. Walaupun Sebastian mengelak tapi ia tidak semudah itu untuk di bohongi, dari gelagat dan cara bicaranya aja udah kelihatan.

"Lu kenapa sih Seb?! Kenapa ga terus terang aja. Kenapa tetap ngelak terus kalau lu sebenarnya ada masalah. Gue ngerasa kayak ga guna jadi abang." frustasinya.

"Olie, lu kenapa?" tanya seseorang lalu duduk di sampingnya.

"Eh Justin, ini gue lagi mikirin tuh anak bontot."

"Seb? Emang dia kenapa??"

"Gue rasa dia punya masalah Tin, tapi dia ga mau cerita sama gue."

"Coba lu tanya baik-baik."

"Udah, tapi dia terus ngelak dan ngalihin pembicaraan."

"Huh, kalau gitu kita harus cari tau sendiri sih."

"Gue niatnya juga gitu."

"Yaudahlah itu pikir nanti aja, mending sekarang kita makan malam yang lain udah nunggu di ruang makan."

"Okelah ayo."

Sementara itu Sebastian yang tadi habis nangis, kini kembali fokus ke buku matematika untuk memahami materinya yang tadi sempat tertunda.

Tok tok tok

"Seb?" panggilan lembut terdengar setelah suara ketukan.

"Masuk mah."

Sosok wanita cantik yang sudah tidak muda lagi itu masuk ke kamar anak bungsunya. Ia menghampiri anaknya yang kini berada dimeja belajarnya.

"Makan dulu yuk sayang, nanti dilanjut lagi belajarnya."

"Mmm mamah duluan aja, Seb masih kenyang. Nanti aja Seb makannya." ucapnya sembari tersenyum.

"Yaudah kalau gitu, tapi nanti beneran makan ya?"

"Iya mom."

"Oke, semangat belajarnya sayang. Jangan dipaksa kalau udah capek, mamah ga mau kamu sakit cuma gara-gara belajar terus-terusan."

"Siap mamah Alexa." ucap Sebastian yang membuat mamahnya terkekeh kecil.

"Yaudah mamah ke bawah ya." ucap Alexa sembari mengusap puncak kepalanya lalu beranjak dari sana meninggalkan Sebastian yang kini menatapnya dengan sendu.

"Disaat mamah ga ngeharusin aku untuk belajar terus kenapa papah malah sebaliknya." gumamnya pelan.

•••
"Sebastian bangun! Kamu ga sekolah?!" ucap Jordan sembari menyibak selimut anak bungsunya.

"P-pah Seb boleh ga masuk hari ini?" tanya Sebastian pelan dan juga sedikit takut.

"Kenapa ga sekolah? Mau malas-malasan kamu?!"

"Ga pah, Seb ga enak badan. Boleh ya? Tapi kalau ga bol-"

Ucapannya terhenti ketika punggung tangan papahnya berada di keningnya untuk memeriksa apakah ia beneran sakit atau tidak.

Seketika ia merasa bersalah karena kemarin ia tetap memaksa anak bungsunya itu untuk belajar padahal kemarin Sebastian udah bilang padanya kalau dia ngerasa tidak enak badan. Dan sekarang anaknya jatuh sakit.

"Pah, Seb sekolah aja." ucap Sebastian takut.

"Ga kamu istirahat aja, badan kamu panas."

"Ga apa-apa kok pah, Seb kuat buat sekolah doang."

BROTHER | NSBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang