"Cukup ngga?" ucap Haldis memberikan lembaran uang merah kepada Helgia yang kini tengah berdiri di ambang pintu kelasnya, menjadi tontonan seisi kelas kala itu.
"Aa, kenapa sih harus di kasih di sini, gak nanti di kosan saja," geram Halgia berbisik, tangannya meremas kuat jaket Haldis di bagian sikutnya.
"Aa mau keluar nanti siang, takutnya uang jatah jajan kamu habis, Gi. Makanya Aa kasih sekarang." Haldis pun ikut berbicara dengan berbisik.
"Tapi kalau begini caranya jadi... ah sudahlah mending Aa cepet balik, malu di lihatin banyak orang!" dengusnya Haldis yang mengerti maksud adiknya hanya garuk-garuk rambutnya yang tak gatal.
"Maaf Gi, ya sudah Aa balik ya, ada kelas juga." Haldis pun pamit, dia baru ingat kalau harus menyembunyikan hubungannya dengan gadis itu di kampus.
"Gila kamu Gi, udah deket banget ya sama cogan Kampus kita, sampai dia sendiri yang nyamperin ke kelas," ucap Mia, teman satu jurusannya saat Helgia mendudukkan tubuhnya di kursi sebelah Mia.
"Aku pikir kamu lagi deket sama Kak Jeano, rupanya deket sama Kak Haldis juga." Kali ini Nadine yang duduk di bangku belakang Helgia menimpali.
"Aduh, gimana ya. Aku deket sama mereka berdua, bahkan sama Kak Randi dan Kak Naufal. Tetapi konteksnya bukan deket kaya yang kalian pikirkan kok." Halgia membalas ucapan yang terlontar dari mulut temannya itu.
"Bohong banget, buktinya tadi apa sampai kasih kamu uang," selidik Mia tak percaya.
"Itu cuma, Hmm... A Aldis kemarin pinjem uang, terus dia baru balikin sekarang," jawabnya sedikit tersendat karena harus memikirkan kebohongan apa yang harus dia ucapkan agar masuk di akal.
"Oh gitu." Ucap kedua gadis itu bersamaan, jauh di relung hati mereka masih menyimpan ke curiga kepada jawaban Helgia, masalahnya gadis ini tidak pintar menyembunyikan raut mukanya kalau lagi berbohong, pasti selalu menggosok-gosokan tangan ke hidungnya seperti tadi. Beruntung Dosennya saat itu datang, sehingga kedua gadis itu memilih tidak melanjutkan interogasinya.
Selama 90 menit mereka lalui dengan khidmat mengikuti kelasnya, ketiga gadis itu berencana untuk mengisi perut mereka seusai membereskan catatan yang ada di mejanya, namun perhatiannya teralih ketika mereka melihat sosok tinggi tegap sudah berdiri di ambang pintu sambil menyandarkan tubuhnya di tembok. Lagi-lagi semua pandangan curiga tertuju kepada Helgia.
Helgia berjalan di ikuti Mia dan Nadine di sisi kiri dan kanannya menghampiri Jeano yang tengah menunggunya."Kali ini apa lagi, sih! Kenapa mereka doyan banget bikin orang lain curiga," dengus Helgia dalam batinnya.
"Gi, kantin yuk!" ajak Jeano tepat ketika Helgia sudah berdiri di hadapannya.
"Tapi Gia mau bareng mereka juga," jawabnya menengok ke arah belakang di mana Mia dan Nadine sedang menunggu.
"Ya gak apa-apa bareng aja, aku ga ada temen nih. Si Al udah balik, terus Randi sama Naufal baru ikut kelas sekarang." Jeano cengengesan.
"Ya sudah deh Kak, yuk!" Walau gak enak sama kedua temannya serta pandangan iri dari mahasiswi lain, tapi Helgia lebih ga enak lagi kalau menilak ajakan Jeano, selain sahabat kakaknya dia juga sering sekali bantu Helgia ketika dalam keadaan menyulitkan seperti kejadian beberapa hari lalu, ketika dia di rundung oleh kedua kakak tingkatnya.
"Lukanya udah baikkan, Gi?" tanya Jeano ketika mereka berempat sudah duduk di kursi panjang yang ada di kantin Fakultas Management yang berada di lantai 2.
"Hah! luka apa?" belum juga Helgia menjawab kini dia sudah dapat pertanyaan lain dari Nadine yang tampak kaget, masalahnya kedua temannya itu tak pernah tahu Helgia terluka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sadulur
Fanfiction"Dulu aing anaknya polos, sampai aing bertemu ketiga sahabat laknat aing." -Haldis- "Harus aing akui, kalian membuat aing jauh lebih religius, tahu kenapa? Karena aing selalu beristigfar ketika bersama kalian. Astagfirllah, Haldis balikin sini lapto...