Part 2. Helgia

109 9 1
                                    

Matahari sudah menampakkan eksistensinya, pagi ini langit kota Bandung terlihat bersih dan berwarna biru tanpa awan sedikit pun. Helgia Maurelina Raline gadis dengan tinggi 165 cm, memiliki kulit kuning langsat itu menyusuri kantin Fakultas Teknik.

Niat awalnya hendak mengisi perutnya yang masih kosong, karena tidak sempat sarapan di kosan, berhubung tukang bubur langganannya hari ini tidak menjajakan dagangannya.

Namun langkahnya terhenti, tatkala badanya bertabrakan dengan seorang wanita yang tengah berjalan berlawanan dengannya.
Wanita itu menumpahkan kopi panas ke baju putih yang dia kenakan, membuat tangannya terasa terbakar, dan baju bagian dadanya berubah kecokelatan.

"Jalan tuh lihat-lihat dong! jadi kopi gue tumpah." Bukannya meminta maaf, gadis yang menabraknya itu malah mengomelinya.

Helgia meringis, memegangi lengannya yang memerah.

"Maaf Kak," ucapnya lirih.

Sebetulnya dia tahu, kalau kakak tingkatnya itu sengaja menumpahkan kopi itu, karena dia tahu benar, gadis di depannya ini sudah mengibarkan bendera perang sejak dia menjadi MABA satu tahun yang lalu. Lagi pula, meskipun dengan langkah tergesa, Helgia tetap memperhatikan setiap langkahnya, mana mungkin gadis itu ceroboh sampai menabrak Tiana, kakak tingkatnya itu.

"Mungkin tadi dia terburu-buru Ti, udah gatel pengen caper ke anak-anak Teknik." Viona, gadis yang berdiri di sebelah Tiana menyindir. Sementara Tiana hanya memamerkan senyum sinisnya.

"Maksudnya apa, ya Kak?" tanya Helgia memprotes ucapan Viona.

"Alah ... jangan sok lugu, semua orang di kampus ini juga tahu, kalau lu itu cewek gatel. Buktinya, Cuma lu doang yang nempel sana sini sama cogan Neokom," ucap Tiana mendorong bahu Helgia sehingga gadis itu sedikit terhuyung.

"Apa-apaan ini, pagi-pagi sudah bully orang!" Terdengar suara Bariton yang tiba-tiba datang dari arah belakang Tiana dan Viona, membuat ketiganya menoleh ke arah suara.

"Jean!" seru Tiana dan Viona bersamaan.

"Kalian ini, kok suka banget ganggu Gia, gak ada kegiatan lain apa? Terus itu kenapa bajunya sampai kotor?" selidik Jeano, sambil mendekati Helgia memastikan bahwa gadis itu tidak terluka.

"Gak apa-apa kok Kak, tadi aku ga sengaja nabrak Kak Tiana, jadi kopinya kena baju." Helgia terpaksa berbohong, bukan karena takut kepada kakak tingkatnya itu, melainkan dia hanya menghindari amukan dari Jeano kalau sampai tahu kebenarannya.

"Nah, 'kan dengar sendiri." Tiana sedikit lega, karena Halgia tidak mengadu.
Sejujurnya dia juga merasa sedikit takut, karena Jeano ini di kenal dingin, dia tidak akan pandang bulu kalau melihat ada orang lain yang tengah di bully, maka Jeano akan memberikan sedikit pelajaran untuk mereka yang melakukan tindakan yang melanggar peraturan di Kampus.

"Ya sudah, kalau gitu ngapain kalian masih di sini, Gia pasti sudah minta maaf kan," usir Jeano, dia sedikit tidak nyaman dengan pandangan Viona terhadapnya, persis seperti seekor kucing yang melihat ikan di hadapannya.

"Iya-iya, kita juga udah mau masuk kelas kok, sekali lagi inget ya Gia, kalau jalan itu hati-hati, untung kamu nabrak kita, kalau nabrak orang lain mungkin udah di-"

"Iya Kak, maaf ya." Helgia dengan cepat memotong ucapan Tiana, bulu kuduknya sudah merinding mendengar cara bicara Tiana yang berubah 180 derajat menjadi lembut, setelah kedatangan Jeano. Kedua gadis itu berlalu menyisakan Jeano dan Halgia yang tengah berdiri saling berhadapan.

"Bajunya kotor, sebentar." Jeano mengalihkan tas yang di gendongnya ke depan depan, lalu membuka resleting tasnya, dengan cepat dia mengeluarkan baju berwarna hitam dengan kombinasi ungu, lalu memberikannya kepada Helgia.

SadulurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang