4.

2.3K 160 26
                                    

Otak ini seperti kamera film dan untuk membuat adegan aku cuma perlu menuangkannya ke dalam bentuk narasi.

Votenya jangan lupa. Karena itu motivasi penulis untuk segera menamatkan ceritanya.

_oOo_

Mentari tersenyum lebar. Pagi itu Chika turun bukit dengan mengemudikan porsche putihnya.

Dari atas, jalanan di antara lereng perbukitan itu seperti ular panjang meliuk-liuk dan bergerak mundur. Penuh dengan kelokan tak putus-putus. Naik turun mengikuti kontur tanah disekitarnya.

Jalanan itu dipisahkan oleh garis separator putih yang membelah hutan pinus. Garis yang mengingatkan para pengemudi bahwa itu adalah jalan dua arah. Kanan dan kiri jalan tampak pohon-pohon berdua jarum yang lebat dan rimbun.

Satu dua mobil terlihat saling berpapasan meski tak terlalu sering. Beberapa warung di pinggir jalan kebanyakan telah tutup karena sepinya pengunjung akibat pandemi tiga tahun lalu.

Chika memarkirkan mobil di bahu jalan. Dia menaikan kacamata tepat saat indera penglihatannya menangkap sosok Aran yang asyik bercengkerama dengan tunangannya di tengah perkebunan teh.

Chika mengenali gadis itu. Seseorang yang dulu menjadi rivalnya di sekolah dasar. Aran yang menyadari kehadiran Chika malah tersenyum miring.

Dipetiknya setangkai kamboja putih tak jauh dari jalan setapak tempatnya berteduh, lalu diselipkannya ke telinga sang kekasih sembari mengulas senyum manisnya.

Chika melengos, diturunkan lagi kacamatanya dan segera tancap gas menuju danau yang semalam dia kunjungan bersama laki-laki menyebalkan itu.

Namun, tak sampai lima belas menit, Aran sudah tiba sana sambil memarkirkan motor gedenya di samping mobil Chika.

Ngapain lo ke sini?Gadis melempar kaleng bir yang barusan dia konsumsi.

Hap! Refleks sempurna Aran menangkap botol lalu melemparkannya ke arah lain agar tidak mengotori danau di depan mereka. Aku bosan, itu i’m bored bukan i’m boring. Sama kalo cinta, ya bilang i love you, bukannya sok-sokan cemburu tapi malah gak ngaku.

Apaan sih, gak jelas banget. Chika memutar malas bola matanya.

Dengan sombongnya Aran membalas, Gak jelas gini banyak yang naksir.

Gadis di sebelahnya itu malah tersenyum mengejek. Percaya diri itu baik, terlalu pede itu penyakit.

Gadis itu hendak berlalu pergi, tetapi Aran sigap menarik lengannya hingga terjungkal dengan tubuh saling menindih. Sejenak keduanya saling berpandangan mata. Hingga tatapan Aran tertuju pada bibir Chika.

Jangan-jangan coba-coba nyium gue! Chika yang berada di atas coba memperingatkan.

Aran menggelengkan kepalanya. Gak pernah terlintas dipikiran aku buat cium kamu.

Bohong, lo pasti punya niatan busuk!

Emang aku gak boleh cium kamu?

Gak!

Aran bertanya, Kenapa?

Mulut lo bau kadal! Spontan Chika langsung mencekik leher Aran dan bangkit menuju kendaraannya.

Aran ikut bangkit dan mengembuskan napas ke telapak tangannya. Bau kadal apaan, orang harum kayak permen relaxa.

Chika yang menangkap suara itu segera mencomot kaleng bir bekas yang gagal dia lempar ke danau, mengisinya dengan pasir lalu menghantamnya ke kepala Aran hingga semaput.

Mampus lo! tungkasnya lantas meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa.

Sorenya, Aran yang membuka pintu kamar sembari memainkan ponselnya tak sengaja beradu kening dengan Chika yang juga keluar kamar dari kamar sebelah.

Aduuh, sakit tolol. Jalan tuh pake mata. Chika misuh-misuh seraya menuruni undakan tangan. Aran hanya nyegir kuda lalu melangkah menuju ruang tengah dan menyalakan televisi.

Di dapur Chika malah protes. Omaaa, kenapa sih cowok mesum itu harus tinggal di sini, dulu kan dia cuma anak pembokat?

Aisyah Achika Tamara, jangan omong kamu. Aran emang sering bantuin Oma pas masih kamu kota. Lagian, dia udah Oma anggap seperti cucu sendiri.

Wanita paruh baya itu membuka oven lalu meletakkan pai susu dengan kulit garing kecokelatan di atas meja makan. Oh ya, Sayang, mulai besok Aran yang ngajarin kamu cara tara berkebun.

Si cucuk mendengkus. Kenapa harus cowok omes itu si Omah. Kenapa gak orang yang lebih tua atau lebih proper dari dia?

Neneknya menggeleng. Dari kecil Aran itu sudah belajar banyak dari ayahnya dan Oma percaya dia.

Di ruang tengah menonton kartun duo botak dari negeri Jiran dengan terbahak-bahak sambil memukul-mukul pahanya.Chika menghampiri, gadis itu meletakkan piring kue yang dibuat neneknya lalu sekonyong-konyong menganti channel televisi ke saluran berita.

Kok diganti, sih?

Kenapa lo gak suka? Orang ini Vila nenek gue!

Keduanya saling menatap selama beberapa detik dan sejurus kemudian tarik-menarik remote pun tak dapat terelakkan. Chika yang duduk di sebelah kanan mengalahkan kakinya ke wajah Aran yang dibalas oleh pemuda itu dengan menggelitiki kakinya.

Pemirsa, telah ditemukan mayat perempuan hamil yang tewas terbakar di tengah hutan, tepatnya di Desa Cibeureum kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pukul dua siang.”

Chika dan Aran yang saling mengebuk dengan bantal sofa spontan menghentikan aktivitasnya. Mereka tersentak karena pembunuhan itu terjadi di daerah tempat tinggal mereka saat ini.

Matiin lah, ngapain nonton beginian. Secepat kilat Aran memungut remot yang terjatuh dan menggelapkan layar di depan mereka dengan sekali klik.

Chika menenggakkan punggung dengan kondisi rambut acak-acakan akibat rebutan remot tadi. Keadaan Aran sebernarnya tidak jauh beda bahkan pemuda itu sedikit terluka akibat cakaran kuku di bagian leher.

Pukul dia dini hari Chika yang tak dapat menutup mata memilih duduk di ayunan tapi tapi kolam renang.

Kok ga tidur? Aran mendaratkan bokong teposnya di samping Chika sembari menyeruput secangkir cokelat hangat.

Insom gue, lagi banyak pikiran. Gadis itu menjawab tanpa mengalihkan pandangan dari pantulkan rembulan di tengah-tengah kolam.

Aran berdecih. Dih sok-sokan banyak pikiran. Cewek overthinker kayak kamu itu biasa sulit menentukan pilihan. Jadinya, sendiri adalah pilihan terbaik.

Chika membela diri dengan mengatakan, Enak aja, gue ini cantik. Gaada cowok tulen yang nggak mau sama gue.

Pemuda di sebelah kirinya menanggapi gelengan kepala. Cantik gak menjamin kebahagia. Lagian, nggak harus cantik buat disukai banyak orang. Cukup berpenampilan rapi dan bisa menghargai orang lain.

Setelah mengatakan itu Aran bangkit dari duduknya. Nanun, baru beberapa langkah Chika menarik bahu, menarik tengkuk Aran dan mencium bibirnya.

TBC.... tapi bukan penyakit.

Aku ubah settingnya ke Bogor karena aku suka puncak.

GAIS ADA YANG BISA NEBAK SIAPA TUNANGAN ARAN?

Cluenya bukan Cepio, bukan juga Abin.

Selamat berpikir!

Belenggu (Chikara) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang