7. Bahagia itu Sederhana

1.5K 116 22
                                    

Fiksi bukan hanya mengadakan yang tidak ada, tapi lebih ke pola pikir penulisnya. Dan kerapian pikir seseorang, bisa dilihat dari ketikannya.

oOOo

Semalam lo kemana? Chika menarik lengan Aran menjauhi kerumunan.

Maksudna, manèh teh nuduh abdi, kitu?Laki-laki itu menatap tajam.

Chika mengedikkan bahunya. Bisa aja ‘kan, lo pelakunya.

Aran menghela napas, menahan luapan emosi di hatinya. Dia menaiki sepedanya dan berlalu pergi.

Kilau mentari menyinari karpet hijau bumi. Aroma petikor seusai hujan menentramkan jiwa. Daun-daun yang tersapu angin yang mengembuskan kesegaran.

Tanah segar yang sudah dibasahi oleh cairan dari langit itu. Embun pagi itu masih menggantung pucuk-pucuk daun teh. Bercampur dengan sedikit sisa cairan langit.

Seberkas sinar lembut menerpa wajah ayu Chika membuat seperti diliputi cahaya dari langit. Dari kejauhan seseorang mengarahkan kameranya dan membidik wajah Chika dalam berbagai pose.

Puas menikmati udara di luar Chika akhirnya memasuki pabrik, di sana dia pun masih bersikap menyebalkan. Beruntung, moyang polontong itu dihadapkan dengan sosok seperti Aran yang lebih baik mengalihkan topik, daripada meladeni perdebatan.

Tirai malam mulai terangkai. Aran menikmati malam tanpa bintang di gazebo pekarangan belakang vila, sembari video call-an dengan kekasihnya.

Tak muncul Chika dari pintu dapur sembari membawa klakat bambu berisi enam potong gyoza full isian udang dan dada ayam fillet yang cincang halus dan disajikan selagi panas.

Aran yang menyadari derap langkah Chika kian mendekat. Lantas memutuskan sambungan komunikasi secara sepihak. Sebab, dia sadar betul Chika menyukai Indira akibat konflik di masa lalu.

Wedeh, wedeh, dalam rangka naon euy, ujug-ujug manèh nyieun dumpling keur kuring?

Buat ngerayain ulang tahun lo! Chika membanting makanan yang dibawanya dan duduk di hadapan Aran.

Tepang taun abdi, iraha nya?

Bulan depan. Pake nanyak lagi.

Aran nyengir kuda, setidaknya gadis arogan di depannya ini masih mengingat hari kelahirannya.

Yaudah, gih cicipin.

Lah, ieu teh naon pake minyak cabe, saos kacangna mana, urang mah paling suka saos amis lagi gurih-gurih kitu

Udaaah, chili oil paling the best.

Yaudah, deh. Begitu satu suap dia kunyah Aran langsung kebakaran jenggot. Uh ah, lada pisan.

Mampus, itu cabe bukan sembarang cabe, tapi carolina reaper. Chika tertawa terpingkal-pingkal.

Akhhh, manèh teh mau aku paèh, nya? Pemuda kampung itu melet-melet sembari mengipasi mulutnya.

Hadeeeh, pedes doang, gak bakal bikin lo metong, palingan cuma sakit perut terus dibawa ke IGD pake ambulance nina ninu.

Aran tidak menanggapi ucapan Chika, laki-laki itu hanya bisa guling-guling di bangku gazebo sembari memegang perutnya.

Belenggu (Chikara) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang