-L I M A-

54 6 8
                                    

Kepala seorang pemuda berseragam putih-abu tertunduk selama perjalanannya menuju ruang kelas. Setiap lorong sekolah yang dilewati kini tidak sedikitpun mampu menarik perhatiannya dari betah menatap lantai putih kotak-kotak di bawah sana.

"Nah kan, murung. Padahal kemarin-" baru suara Leo yang berhasil mengalihkan atensi Gavin dari melirik ujung sepatunya yang menginjak lantai.

Sebuah rangkulan kini Gavin dapatkan dari Leo. Pemuda yang selalu membawa dompet tebal itu sudah menunggu Gavin cukup lama di depan pintu kelas mereka.

"PR udah belum?" tanya Gavin sambil menyetarakan langkahnya dengan Leo. Tubuh tingginya terseret mendekati bangku mereka berdua.

Leo sejenak mengerutkan kening, ia tidak banyak bertanya perihal kebiasaan Gavin yang sudah seperti hobi.

"Yang ini?" gumam Leo mengacungkan salah satu buku bersampul coklat miliknya yang tadi sudah tertata rapih diatas meja, lengkap dengan alat tulis, penggaris serta handphone mahalnya yang tadi sempat Hozen pinjam untuk selfie.

Gavindra tersenyum ramah, tangannya menyambar buku milik Leo sebelum teman sebangkunya berubah pikiran, "Pinjem, mau gue salin!"

***

Braga mendesah lesu ketika wajah Ditto muncul dengan sedikit berwarna merah, melihat hal itu Braga menggulirkan bola matanya.

"Woi dimana, Ga?" suara tinggi milik Ditto menjadi sambutan pagi harinya.

"Lo gak liat?" tanya Braga yang lantas menyoroti seluruh penjuru kamarnya yang masih berantakan.

"Enggalah, kan baru lo kirim fotonya!" kali ini suara Dion yang menyahut, pemuda yang memperlihatkan layar handphonenya pada Braga lewat sambungan video pun hanya menggelengkan kepala untuk memaklumi.

Tak lama dari munculnya sosok Dion, kini wajah Alvaro muncul dengan wajah kesalnya, "ngampus sini!"

"Males gue, lagian pasti seminarnya lama. Gue berangkat setelah seminar selesai aja.... "

Ketiga sahabatnya yang muncul di layar handphone Braga sontak menunjukan wajah datar, mereka benar-benar dapat menebak alasan Braga masih berada di atas kasur dengan bertelanjang dada.

"Dihh bocah males!" ketus Ditto yang hendak memutuskan sambungan video mereka.

"Gak dapet sertifikat seminar lo! Lumayan tau!" imbuh Alvaro masih sempat Braga dengar suaranya.

Dengan acuh Braga mengangkat kedua bahunya. Ia menyingkap selimut yang membalut setengah tubuhnya lalu beranjak mendekati sebuah laptop misterius milik seseorang dan satu laptop milik adiknya, Gavindra

***

"Kemarin kayaknya disini.... " ucap Alyona dengan perasaan campur aduk, dirinya kini sudah gelisah, putus asa dan merasa bersalah.

"Terus laptop gue gimana?"

Bahu Neira lantas mendapatkan usapan dari Adira. Ketiga gadis ini terduduk lesu dan terus memantau keadaan sekitar untuk memperhatikan setiap orang yang melewati mereka sekiranya ada yang menenteng tas laptop milik Neira.

"Enggak tau..... "

Alyona melirik Neira dengan penuh rasa bersalah. Jemari gadis itu saling meremat gelisah dan dengan deru nafas yang berusaha ditenangkan Alyona kembali berdiri. Ia berjalan tak tentu arah dan mirip orang linglung tidak tau apa yang sedang dicari. Sorot matanya benar-benar kosong.

"Gue minta maaf, ya.... " bisik Alyona mendapatkan respon cepat dari Adira.

Gadis yang hobi makan kini bergantian menenangkan Alyona. Adira merangkul Alyona untuk duduk di samping Neira.

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang