-D E L A P A N-

66 6 9
                                    

Braga menutup buku tebal catatannya dengan kesal. Raut wajahnya berubah tidak mengenakan. Ia juga menghela nafas berkali-kali untuk mencari kelegaan, "Hidup gue kenapa, ya?"

Ditto yang berada di sampingnya pun kini menyauti, "Kenapa apanya? Lo hidup pasti nafas, makan, buang makan, tidur...."

"Gak gitu!"

Sontak Braga merampas tas miliknya yang ia simpan di lantai dekat dengan kaki kursi, tanpa berlama-lama Braga berlenggang pergi keluar kelas. Ia tidak mempedulikan panggilan Ditto dan tatapan aneh dari beberapa temannya yang masih akan menunggu kedatangan dosen selanjutnya.

***

"Cari buku apa?"

Braga yang celingak-celinguk kini menoleh pada seorang pemuda berkacamata tebal.

"Buku psikologi ada gak?"

"Ohh, sebentar dicarikan...." ujarnya dengan ramah. Kakinya beranjak untuk sedikit menjauh dan Braga tanpa disuruh malah mengikutinya.

***

Setelah mendapatkan buku yang dicari, Braga membuka halaman pertama lalu di lanjut dengan mengecek daftar isi, ia membuka halaman sesuai judul bab yang menarik menurutnya.

"Kok pusing sendiri, ya...." kesalnya yang lantas menutup buku tebal di atas mejanya sebelum dirinya muntah di tempat.

Dengan masih menormalkan degup jantungnya dan kepalanya yang pening, kini tangan Braga terulur untuk meraih handphone dari saku celana dan hendak menghubungi seseorang.

"Dion dimana?"

"Barusan dari toilet, ini mau pulang.... Lo di mana?"

"Perpus utama.... Sini, deh!" ujar Braga melirik ke arah sekitarnya, aroma buku dan keheningan kini menyelimuti keberadaannya.

"Tumben ambis! Okey gue susulin, ya...."

***

"Jadi lo masih belum bisa yakinin hati lo kalo Gavin adek lo?" tanya Dion bermain game di handphone miliknya. Ia membiarkan Braga bersidekap diatas meja dan kepalanya bersandar diantara lipatan tangan itu.

"Lo jahat banget kalo gue boleh kasar...."

Perlahan wajah rupawan yang tersembunyi di balik lipatan tangan kini menoleh padanya. Sorot matanya menatap serius pada Dion.

"Kalo lo masih tetep belum menerima, kenapa gak tes DNA sekalian. Lagian udah dewasa tuh kedepanin akal dan hati...."

Untuk kali ini Braga menegapkan tubuhnya, ia sudah mulai terpancing dan tersinggung dengan sindiran halus dari Dion. "Kok lo mojokin gue, sih? Lo gue suruh ke sini biar ada temen cerita, buat dengerin, kasih solusi, bukan buat ngehakimin!" kata Braga berdecih.

Braga kini merasa aneh, kemarin-kemarin Dion selalu paling top untuk ikut campur masalahnya, namun kali ini Dion seperti berada disebrang keberpihakannya dan karena inilah Braga menatap Dion dengan tidak santai.

"Sana lo pulang!" gertak Braga ketika rasa tersinggungnya semakin meningkat.

"Tuh kan...."

"Pulang Dion!" tegas pemuda yang menatap tajam pada pemuda yang memakai topi walaupun dirinya berada di dalam ruangan.

"Hmm, ini nih.... Kasian Gavin, punya kakak modelan lo! Keras kepala!" ujar Dion berdiri dari duduknya.

Dion menunjuk Braga dengan jari telunjuk kanannya seraya berdecih meremehkan, "Egois dan pengecut!"

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang