-S E P U L U H-

57 3 2
                                    

Braga berdecak kesal, pergerakannya harus terhenti ketika suara handphone dari saku jaketnya berbunyi nyaring. Terpaksa Braga kembali menyimpan helm dan urung menyalakan mesin motor. Ia memberi kabar pada seseorang yang meneleponnya, "udah jangan ke kampus! Gue juga udah mau pulang!"

"Gak masuk semua dosennya.... Tau deh, ngasih infonya dadakan...."

Tangannya dengan cepat menjauhkan layar handphone dengan daun telinganya ketika detik berikutnya akan terdengar suara teriakan murka sahabatnya. Tanpa peduli respon selanjutnya, Braga lebih memilih untuk mematikan sambungan telepon mereka lalu segera pergi dari area parkiran kampusnya.

***

Motor yang terparkir sembarangan di bahu jalan memang sengaja Braga lakukan. Ia tersentak ketika kedua netranya menemukan sosok adiknya yang berjalan pelan lalu berhenti di dekat gerbang sekolahnya. Kaca helm yang sejak tadi terbuka, kini kembali ditutup dengan cepat. Dari balik kaca itu kedua netra Braga menajam untuk memperhatikan gerak-gerik Sang Adik.

Sedangkan dari kejauhan, pundak kanan Gavindra terasa ditepuk oleh seseorang. Pemuda yang baru saja menghampiri kini menyodorkan sebuah botol berisi air mineral yang sebelumnya sempat Gavin pesan, "Vin!" sapa pemuda itu dengan ramah.

"Thanks!"

Tanpa berlama-lama, Gavindra membuka tutup dari botol yang tergenggam tangannya, rasa haus itu kini mulai memudar setelah kerongkongan keringnya terbasahi air mineral tersebut.

"Udah lo bagi tugas-tugasnya?"

Gavin mengangguk untuk merespon teman sebangkunya. Tubuh tingginya kini dirangkul dengan akrab lalu dadanya ditepuk-tepuk, "okay, tinggal eksekusi!"

"Apa yang kita perluin?" tanya Leo masih bersabar menunggu Gavindra minum.

Pemuda paling tinggi itu tampak kehausan dan berusaha menghabiskan air dalam botolnya.

"Sekalian aja langsung jalan ke tukang fotocopy!"

"Gas! Udah dilist?" pertanyaan Leo kembali mendapat anggukan.

Gavindra menoleh seraya tersenyum, "tenang!".

Keduanya lantas berjalan bersama menuju tempat yang Gavin titahkan.

"Gila seger bener ini minuman!" tangan cekatan Gavin kini berusaha melempar botol kosong itu pada tempat sampah yang berhasil mereka lalui.

"Heuhh.... Dari luar negri lah!"

Gavin berdecih mendengar ucapan Leo. Padahal Gavin tau betul Leo membelikannya air dari koperasi, Gavin sendiri malah yang memesan, namun memang dananya dari Leo.




Sorot mata Braga melihat tajam, alisnya menukik dan otaknya mulai berpikir.

Setelah menguntit cukup jauh, Braga lantas merogoh saku celana miliknya. Ia meraih benda pipih di dalamnya lalu mencari kontak seseorang. Helm yang dipakainya kini sudah dilepaskan, beralih untuk mendekatkan layar handphone itu pada sebelah daun telinga.

Seraya menunggu, Braga sesekali masih membuntuti langkah kaki Gavin bersama temannya yang semakin menjauh.

"Kenapa, Ga?" suara seseorang terdengar membuat Braga lagi-lagi tersentak.

"Ehh, Papa.... Papa sibuk?" ia bertanya sambil menyembunyikan kegugupannya.

"Engga, baru aja selesai rapat. Kenapa, ya?"

Suara tawa kaku milik Braga kini terdengar sampai ke telinga sosok yang diteleponnya.

"Braga....", matanya menyipit dan bergerak melirik sekitar, jemari Braga mendingin perlahan dan tanpa sadar handphone itu tergenggam cukup kuat.

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang