-S A T U-

140 6 9
                                    

Kunci motor yang diputar-putar sengaja dengan jari telunjuknya kini berhenti berputar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kunci motor yang diputar-putar sengaja dengan jari telunjuknya kini berhenti berputar. Braga memasuki rumah dengan raut wajah berantakan, padahal beberapa menit yang lalu dirinya tidak sekacau ini. kemeja kotak-kotak berwarna coklat kini sengaja ia simpan di bahunya. Pemuda ini tetap melangkah dan tetap mengabaikan keberadaan Adiknya yang tersenyum menyambut kepulangannya.

"Kakak... Tebak malem ini Gavin masak apa?" Gavin bertanya, ia cepat-cepat berjalan mendekati Braga ketika tiga menit yang lalu dirinya mendengar suara motor Braga terparkir. Dan benar, Kakaknya kini sudah pulang.

"Kak?"

Braga berdecak pelan, ia lantas membalikkan badan ketika jam sudah menunjukan pukul delapan malam namun rumah tampak sepi.

"Mama kemana?"

"Katanya ada urusan ... Kalo Papa belum dateng!" sahut pemuda yang lebih muda memberitahu, kakinya terus melangkah mengikuti ke arah mana Braga pergi.

Sesampainya mereka di anak tangga paling atas dan Braga hendak memegang knop pintu kamar setelah berjalan beberapa langkah ke kanan, Gavin pun kembali bersuara. Dalam ajakannya ia benar-benar berharap untuk malam ini Braga mau menemaninya.

"Kak, ayo makan!"

"Gue capek, tau gak, sih?"

"Tapi nanti gabung makan, ya?" tatapan berharap milik Gavin tidak mampu membuat Braga melemah, pemuda itu bahkan memandang Adiknya dengan jengkel.

"Lo kayak anak kecil, padahal udah 16 tahun!"

Pintu kamar berhasil Braga buka, ia memasuki kamar dan mendorong Gavin menjauh ketika Adiknya hendak mengajaknya kembali.

"Gini nih, hasil manjaan!"

Menurut pandangan Braga, memang Adiknya terlalu banyak dituruti tentang hal apapun. Dan itu adalah hal yang wajar, namun ada satu alasan mengapa Braga tidak suka ketika Gavin merajuk. Dalam bayangannya, Braga hanya melihat bayangan-bayangan serpihan masa lalu kelam yang tidak pernah ia dapatkan dari Mamanya.

***

Bi Asri menarik senyuman senang ketika Gavindra muncul memasuki ruang makan. Cepat-cepat kaki yang sudah gontai itu berjalan mendekati Gavin, punggung pemuda yang tubuhnya menjulang tinggi di hadapannya kini kembali diusap.

"Den Gavin? Gimana Kak Braga udah pulang, kan? Kok lama banget turun buat makannya ..."

Memang tadi Bi Asri sempat melihat interaksi kaku kedua anak majikannya, namun ia kembali mundur ketika suara Braga terdengar dingin seraya menanyakan keberadaan Mamanya.

"Jangan sampe Kak Braga gak makan lagi... Bibi Asri gak tau jadwal makannya Kak Braga, apa aja yang dia makan, nanti kalo Tuan Rian tanya bagaimana?" ucap Bi Asri lagi. Ia sudah terlalu biasa melihat Gavindra selalu murung dan terdiam tanpa kata setelah pemuda tinggi ini menemui Kakaknya. Perlahan lengan Gavindra dituntun untuk berjalan.

Happy EndingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang