Prolog

9 1 1
                                    

Langit, sudikah kiranya kau sambut do'a, yang selalu aku langitkan?

Bumi, mampukah kiranya kau menahan getaran, yang meluluhlantakkan hati?

Aku menaruh rasa pada salah satu entitas bumi.

Sosoknya bak upeksha di kedalaman lautan.
Membuatku lupa daratan, hingga enggan untuk kembali ke permukaan.

Bagaimana ini? Aku mulai berambisi untuk memilikinya.

Haruskah aku abaikan saja, seolah eksistensinya hanya fatamorgana sekejap mata?

Bukankah jatuh cinta hak semua insan di dunia?

Tapi, sanggupkah aku menerima konsekuensinya?

"Lagi dan lagi," celetuk gadis yang memakai setelan berwarna pink soft, dengan secangkir kopi yang kembali diseduhnya. Manik kecoklatannya memejam perlahan.

"Seperti senja yang murung terpasung mendung, aku hanyut dalam penantian cinta yang tak berujung." Ujarnya asal sembari mengamati langit-langit cafe Andromeda yang disinggahinya saat ini.

"Rindu adalah kelana paling berbahaya meski aku berbekal peta dan sialnya aku selalu lupa perihal,aku buta arah." Tsania tersenyum getir, gadis itu menenggelamkan kepalanya di depan layar laptop silvernya.

"Setidaknya postinglah sesuatu agar aku tau kabarmu." Gumam Tsania menggerutu. "6 tahun Kak? Kita, beneran udah gak bisa ya?"

Gadis itu berdiri, dengan cekatan tangannya membereskan barang-barang yang tergeletak di atas meja cafe Andromeda no 12. "Aku akan tetap menunggu sampai rasa ini hilang dengan sendirinya." Pikir gadis itu akhirnya. Berjalan cepat menuju arah pintu cafe itu, lalu.

Brukk...

"Sorry," ucap laki-laki itu cepat. Tanpa berniat membantu. Yang benar saja, menoleh pun tidak.

Tsania mendongak kesal, mencari tau siapa laki-laki yang menabraknya tanpa merasa bersalah sedikitpun. Dan.

"Dia ya?" Gadis itu bertanya-tanya, dalam hati.

Dia, sang pemilik mata teduh, pemilik senyum manis yang membuat matanya menyipit, pemilik tawa yang begitu candu, potongan rambut andalannya, postur tubuhnya dari belakang, caranya berjalan, caranya saat menjelaskan sesuatu, semua tentangnya masih terekam jelas.

"Tunggu," ujar Tsania cepat.

Langkah laki-laki itu tercekat seketika, berjalan mendekat, dan sekarang tepat di depan gadis yang baru saja ditabraknya tanpa sengaja.

"Why?" Tanya laki-laki itu angkuh," gue udah bilang, sorry. Lo gak denger?"

"Kakak lupa ya?" Tsania bertanya pelan, gadis itu berpikir keras, sepertinya laki-laki yang dirindukannya telah berubah, lihat saja pakaian yang dikenakannya terlihat angkuh. Sama persis, kesan pertama kenal.

"Gue? Kenal aja nggak?" Jawabnya sambil menyunggingkan smirk sombongnya.

"Serius?"

Laki-laki itu berdehem kasar, "gue saranin jangan kebanyakan nonton drakor, halu lo." Imbuhnya dengan senyum getir. "Sorry, gue udah ditunggu P-a-c-a-r gue," dengan menekankan kata 'pacar' laki-laki itu pergi.

"Tolong ajarin aku lupain kamu, kayak kamu lupain aku." Bisik Tsania berjalan cepat menuju mobil kebanggaannya. Entahlah, pikirannya sedang rumit sekarang.

"Assalamualaikum,"

Langkah gadis itu terhenti sejenak, mencari suara berat yang baru saja berujar salam.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

S E D A Y UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang