9. AMARA DAN DAVIAN

46 2 0
                                    

Hallo, semoga kalian suka chapter sembilannya!

Kepulan asap panas yang keluar dari penggorengan dengan semerbak harum, mengundara di sebuah dapur

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


Kepulan asap panas yang keluar dari penggorengan dengan semerbak harum, mengundara di sebuah dapur. Pagi ini dentingan alat masak terdengar nyaring, seorang pria tengah sibuk membuat sarapan paginya dengan menaburkan beberapa rempah. Baginya, ini kali pertama memasak di dapur setelah bertahun-tahun memakan makanan cepat saji.

Beberapa menit berkutat, akhirnya kompor dimatikan. Sepiring nasi goreng disajikan dengan tambahan telur mata sapi yang terlihat lezat, kemudian di hidangkan di atas meja makan dengan segelas air putih disampingnya.

Tak ada yang menemaninya sarapan selagi menunggu waktu mengingatkannya untuk berangkat ke rumah sakit, Davian seorang diri di rumahnya yang sepi. Karina sedang pergi ke pasar diantar Pak Karta untuk membeli bahan-bahan yang habis, jadilah dia harus memasak sarapannya sendiri.

Dikesempatan yang baik untuk melamun, pikiran Davian terlempar pada ucapan Bellova kemarin. Menyangkut Amara, asisten barunya yang akan menggantikan Yolla untuk beberapa bulan, menurut firasat Bellova, anak magang itu tidak akan lama berada di rumah sakit kota, entah apa alasannya, tapi biasanya firasat seorang perempuan selalu lebih kuat dibandingkan dengan pria, kan?

Mungkin saja, Amara tidak akan lama menjadi magang di rumah sakit kota karena kemampuannya yang dapat belajar dengan cepat sehingga mampu mempersingkat waktu magang, pikir Davian yang masih sekedar kemungkinan.

"Davian!" Mendengar teriakan nyaring, sang pemilik nama beberapa saat terkejut.

"Iya, Bu!" sahut Davian. Sebelum menghampiri Karina yang memanggilnya, Davian menyempatkan untuk menyendok satu suap nasi goreng terakhirnya.

Lalu bergegas ia menghampiri sang Ibu yang sudah menunggu dengan beberapa kantung kresek berisi sayuran segar juga beberapa bahan lain yang diperlukan untuk mengisi kulkas.

"Bantu Ibu memasukkan kresek-kresek ini bersama Pak Karta, Ibu mau telepon dulu," titah Karina menyerahkan kantung belanjaannya.

Dengan patuh Davian langsung menuju dapur, ia membuka kulkas dan menyimpan semua yang dibeli Ibunya ke dalam kulkas, tak lupa menyusunnya dengan rapi, layaknya barisan upacara.

"Terima kasih sudah bantu, Pak."

"Sama-sama, Den." Kepala keluarga yang bekerja sebagai supir pribadi Karina itu, segera pamit undur diri setelah selesai membantu majikannya.

Setelah menutup pintu kulkas, Davian berdiri melirik arlojinya. Masih ada waktu seperempat jam sebelum berangkat ke rumah sakit, lebih baik dihabiskan untuk mengobrol dengan Ibunya, anggap saja sebagai tebusan karena dua belas tahun merantau, dia hanya mempunyai waktu sedikit untuk bersilaturahmi.

"Sudah dibereskan, Davian?"

"Sudah, Bu."

Sebelum duduk di meja makan, Davian meraih piring bekas sarapannya dan menyimpannya ke tempat cucian piring. Lalu duduk di kursi meja makan berhadapan dengan Karina.

Evanescent [TERBIT]Where stories live. Discover now