11. TEMPAT BERCERITA

44 1 0
                                    

Enjoy!

"Bagaimana kamu dengan Amara?"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Bagaimana kamu dengan Amara?"

Pagi yang seharusnya tenang karena hari baru dimulai, sekarang bagi Davian terasa membosankan. Ketika sebuah pertanyaan yang menyangkut soal Amara ditanyakan oleh Karina pada dirinya, laki-laki itu merasa kehilangan semangat. Setiap harinya pertanyaan itu selalu menghantui, layaknya ia telah melenyapkan nyawa seseorang tanpa sengaja sehingga membuat dirinya selalu dibayang-bayangi. Baru beberapa hari Amara menjadi asistennya, tanpa melakukan apapun gadis itu berhasil membuat hari-harinya di rumah suram.

"Davian?" panggil Karina, mungkin ia merasa di diamkan sehingga kembali memanggil nama anak semata wayangnya.

"Iya, Bu?"

"Bagaimana kamu dengan Amara? Apa pendapat kamu tentang dia?"

"Biasa saja," jawab Davian seadanya.

"Biasa saja bagaimana, kamu tidak tertarik dengan dia?"

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya. "Tidak." Jawaban yang cukup singkat berhasil membuat suasana hening.

"Ah, Ibu yakin dengan seiring berjalannya waktu. Kamu pasti akan tertarik, dia perempuan yang rajin dan suka belajar, sama seperti kamu, hanya butuh beberapa bulan untuk membuat kamu membuka mata. Ibu harap kalian semakin mengenal," ucap Karina. Sedangkan orang yang sedang dinasehati memutar matanya jengah.

Lansia yang sedang ditinggal suaminya bekerja di luar negeri itu bangun dari kursinya, mengambil sebuah gelas dan mengisinya dengan air.

Entah mengapa, Davian merasa bahwa Ibunya ingin ia bersama dengan Amara. Sikapnya yang lebih condong 'memaksa' daripada memperkenalkan terlihat begitu menonjol, Davian akui bahwa Amara itu type perempuan yang berpendidikan, sikapnya yang sopan juga mendukung, namun dengan cara Karina yang terkesan memaksa, itu sudah membuat dirinya lebih dulu malas.

Seorang anak tidak ingin terlalu dikekang oleh kedua orang tuanya, walaupun dengan alasan mencari jodoh, kekangan tersebut bisa menjadi sebuah tekanan yang diberikan, menambah beban bagi anak itu sendiri. Davian yang notabennya sebagai seorang psikiater, merasa butuh tempat untuk bercerita. Ia tidak ingin menjadi Dokter yang tidak bisa menjaga dirinya sendiri hanya karena masalah sepele.

Di umur yang semakin bertambah, ternyata bukan lagi soal pendidikan yang menjadi masalah, namun soal mencari pasangan yang kini menjadi masalah besar. Davian kira ia dapat mencari pasangan sesuai dengan keinginannya, namun nyatanya ada unsur paksaan dan sebuah tekanan yang memaksa agar pundaknya selalu tegap.

"Ibu ingin tahu lebih tentang Amara, bagaimana kinerja kerja gadis itu?"

Lagi, lagi. Davian menghela napas sebelum menjawab, jujur ia baru merasakan sebuah arti lelah yang sesungguhnya, dibanding dengan membuat skripsi, pertanyaan dari Ibunya jauh lebih sulit.

"Kerja dia baik," jawab Davian.

"Ibu senang, apa kamu ada keluhan tentang Amara? Ibu akan sampaikan jika bertemu dengannya nanti," tanya Karina, lagi.

Evanescent [TERBIT]Where stories live. Discover now