1 • Azhalya

16 3 0
                                    

Lembaran kertas berisi berita aktual nan fenomenal menjadi sarapan pagi Azhalya yang merupakan seorang Presenter, ia membaca setiap kata sambil memahami setiap kalimatnya. Berita itu tentang seorang penyanyi yang namanya langsung melejit di awal debutnya, parasnya yang disebut-sebut mirip Oppa Korea menjadi salah satu faktor pendukung ketenarannya.

Banyak orang sibuk berlalu lalang di studio siaran, ada yang sedang mengatur kamera, ada juga yang menata pencahayaan.

"Azhalya, sudah periksa kalimat yang diubah di telepromer?" Tanya Sutradara dari ruang kontrol yang suaranya terdengar pada earphone Azhalya.

"Ya, sudah," jawab Azhalya.

"Okay. Video opening stand by," arahan sang Sutradara dan semua orang sudah bersiap melakukan tugasnya. "Video opening start," lanjutnya.

Azhalya menegakkan badannya, matanya menatap lurus ke arah kamera, dan menunggu aba-aba untuk memulai pekerjaannya.

"3... 2... 1... action!"

"Selamat pagi, pemirsa. Saya Azhalya Kaneishia Sanskara akan menemani Anda pada hari ini, Sabtu, 12 Januari, selama tiga puluh menit ke depan dalam Kupas Tuntas yang menyajikan info-info terkini. Pemirsa, dunia entertain kembali menjajal trending di semua media sosial dengan penyanyi pendatang baru, Javier Aksa Danuarta. Selain suara merdunya, parasnya yang seperti idol Korea membuat Javier mendapat julukan Oppa lokal. Berikut liputannya..."

Javier Aksa Danuarta, nama itu sangat tidak asing di telinga Azhalya, dia salah satu lelaki popular di SMA-nya dulu. Wajahnya cerah, perawakannya tinggi, sikapnya baik, ditambah lagi ia adalah ketua ekstrakulikuler akustik semasa SMA, selain itu ia juga pandai bermain perkusi. Bisa dikatakan bahwa Javier sudah terkenal sejak dulu, hanya saja kini ia lebih dikenal di kalangan masyarakat luas.

Duduk tenang, meregangkan otot-otot tubuh, berleha-leha sambil meminum teh hangat di ruang redaksi hanya menjadi angan-angan Azhaya, karena setelah melakukan siaran ia langsung diminta untuk pergi ke ruangan Direkturnya.

Azhalya menghela napasnya dan mempersiapkan diri setelah mendapat kabar burung bahwa atasannya itu baru saja memarahi Divisi Jurnalis karena kalah start dalam menerbitkan artikelnya.

Tangannya mengetuk pintu kaca yang dilapisi oleh sandblast sebelum meraih kenop pintu dan mendorongnya ke dalam.

"Selamat pagi, Pak Afkhar," sapa Azhalya dengan nada seramah mungkin.

"Kenapa kedengerannya kaya ngeledek ya?" balas Afkhar dengan sensi.

"Salah terus jadi bawahan," gumam Azhalya.

Afkhar menghela napas lalu meminta Azhalya duduk di sofa.

"Kenapa Jurnalis lelet terus ya, Al? Susah banget kayanya untuk dapat rating teratas."

"Susah kali, Khar, dapet berita pagi-pagi buta. Kecuali pada melek malem-malem kaya kelelawar."

Afkhar merajuk sambil menghentakkan kakinya berkali-kali ke lantai membuat Azhalya menggelengkan kepalanya pelan.

"Dasar bocah." Gumam Azhalya.

Azhalya memilih untuk keluar dari ruangan Afkhar dan kembali ke meja kerjanya. Daripada ia harus menjadi tempat pelampiasan kekesalan atasannya, lebih baik ia menyelesaikan pekerjaannya agar tidak membawa pulang pekerjaan.

•EFLORESEN•

Langit sendu berawan dengan gemuruh pelan dan angin yang cukup kencang menyambut Azhalya saat ia keluar dari gedung kantornya. Azhalya membelitkan syal di lehernya dan tangannya merengkuh tubuhnya sendiri yang mengenakan mantel tipis. Cuaca beberapa hari terakhir memang membuat kebanyakan orang lebih betah di dalam ruangan daripada beraktivitas di luar.

EFLORESENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang