3 • Overthinker

5 3 0
                                    

Azhalya menelungkupkan kepalanya di atas meja setelah menceritakan kejadian semalam kepada Reana dan Serena. Kedua temannya menatap Azhalya dengan sedikit rasa prihatin, pasalnya Azhalya datang ke Cafe masih dengan piyama bermotif beruang coklat dan rambut dicepol asal, sungguh seperti tidak memiliki semangat untuk menjalani hari.

“Lo bingung nyari alibi buat Afkhar? Takut dia ngga percaya?” Tanya Reana.

“Bukan itu! Masalahnya gue ketahuan, Rea!” Rengek Azhalya dengan frustasi.

Azhalya sama sekali tidak memikirkan reaksi Afkhar saat nanti mengetahui bahwa Azhalya tidak membawa berita apa pun, ia sama sekali tidak peduli, mungkin Afkhar hanya akan memotong gajinya bulan ini.

“Ya terus kenapa? Ketahuannya bukan sama satpam dan ngga dilaporin juga, kan?” Ujar Serena.

“Tapi kan malu! Dari semua orang kenapa harus ketahuan sama bestienya mantan coba?”

“Mantan udah bertahun-tahun lalu juga.” Acuh Reana.

"Lagian lo mau aja disuruh Afkhar, mana ngga jelas juga masih gosip." Ucap Serena.

"Gue bodoh, ya?" Cicit Azhalya.

"Dikit." Jawab Reana sebelum akhirnya mendapat pukulan pelan dari Serena pada bahunya.

"Lain kali kalau Afkhar ngasih tugas di luar jobdesk lo ngga usah diturutin." Saran Serena.

"Iya nanti gue aduin Mama aja."

Azhalya menyeruput secangkir coklat hangat sampai habis tak bersisa lalu memakan croissant yang sudah sejak tadi tersaji di atas meja mereka.

“Gue mau pulang aja, deh,” lirih Azhalya sambil membawa sepotong croissant yang belum selesai ia makan.

“Masih pagi kok pulang, sih? Katanya lo sama Rea mau diskusiin menu baru?” ucap Serena. “Sepuluh menit aja,” tambah Serena membujuknya.

Azhalya terus berjalan ke arah pintu menghiraukan kedua temannya, di dalam otaknya terus terputar kejadian memalukan tadi malam.

“Azhalya, bayar!” teriak Reana sebelum Azhalya keluar dari Cafe, untung belum ada pengunjung yang datang.

“Bayarin!” balas Azhalya tepat sebelum keluar dari Cafe.

Reana mendengus kesal karena ulah temannya tersebut. Ia tahu Azhalya itu overthinker, sejak di SMA ia selalu gelisah jika ada hal yang tidak sejalan dengan pemikirannya, tapi itu tidak berlangsung lama. Reana dan Serena bisa memprediksi bahwa besok atau lusa Azhalya sudah melupakan kejadian kemarin malam.

“Lihat sendiri, kan? Begitu kelakuannya, udah kaya orang patah hati,” cibir Reana.

“Ya udah lah, mungkin dia emang butuh waktu untuk jernihin pikirannya lagi,” ucap Serena.

Reana mengatur napasnya dan mengangguk pelan, Serena memang selalu menjadi penengah antara Reana dengan Azhalya. Bukan sering bertengkar, hanya saja memang keduanya ini sedikit sulit untuk tidak berteriak satu sama lain saat sudah merasa kesal.

Mereka bertiga sudah berteman sejak SMA, berada di satu kelas yang sama membuat mereka sangat akrab walaupun sekarang sudah sangat jarang menghabiskan waktu bersama karena kesibukan masing-masing, tapi komunikasi di antara mereka tetap terjalin.

Kini Reana sudah menjadi Dokter Hewan, ia membuka klinik kecil yang tidak jauh dari Cafe sehingga memungkinkan untuk bolak-balik. Hewan yang datang juga tidak banyak dalam satu hari, jadi ia masih bisa membagi waktunya antara menjaga Cafe dan bekerja di klinik.

Sebenarnya menjadi Dokter Hewan bukan cita-citanya sejak awal, namun kecintaannya pada hewan perlahan membangun keinginannya untuk selalu berada di dekat mereka.

Awalnya mungkin ia hanya tertarik pada kucing, namun semakin lama ia mendalami pekerjaannya semakin tumbuh rasa sayangnya kepada hewan lainnya. Bahkan tak jarang ia menangis saat sedang mengobati hewan yang terluka, ia benar-benar sudah menganggap hewan-hewan tersebut seperti keluarganya.


                      _______________

Terima kasih buat yang udah baca, jangan lupa vote yaa

EFLORESENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang