Feya mematut dirinya di depan cermin, tersenyum puas dengan penampilannya. Seragam itu pas sekali dengan tubuhnya, ditambah sepatu hitam sebagai pelengkap. Wajahnya tak manis, tapi cantik. Sudut matanya tajam, kantung mata tipis membuatnya tampak sendu. Rambutnya ia pita, membiarkan gulungan rambut itu bertengger dibahu kirinya.
Senyum diwajahnya memberikan kesan angkuh, sekaligus elegan. Terkadang ia merasa wajahnya manis seperti gadis kecil, tapi kemudian seperti kakak dewasa yang ketus.
Mungkin ini efek jiwa dan tubuhnya yang jelas-jelas dua orang yang berbeda.Selesai dengan tampilan dirinya, Feya menggapai ransel diatas kasur dan berjalan turun. Ia menuju meja makan.
Tadi gadis itu sudah menyiapkan sarapan untuk dirinya, tiga potong roti panggang dan segelas susu. Ia harus mengisi tubuh ini dengan nutrisi, tak sanggup jika terlalu lama dalam badan kurus.Ayolah, ia pecinta badan seksi!
Dulu tubuhnya amat sangat berbentuk, ia merawatnya dengan sepenuh hati.
-
Feya menatap bangunan besar dihadapannya, ia sudah sampai di sekolahnya. Gadis itu berangkat dengan berjalan kaki, jaraknya sekitar sepuluh sampai lima belas menit dengan jalan kaki. Tak begitu melelahkan.'Sistem' Panggilnya. Feya melangkah masuk ke halaman sekolah, ada beberapa siswa yang menatap kearahnya. Mungkin penasaran dengan wajah asingnya.
Ia memang masuk di saat tengah semester genap, hanya ada beberapa bulan sebelum ujian kenaikan kelas.
'Tunjukan ruang kepala sekolah!' Perintahnya. Ayolah, ia tak tahu dimana letaknya dan ia terlalu malas beramah-tamah untuk sekedar bertanya pada salah satu siswa.
[ting!]
Sebuah layar biru mengapung dihadapannya, menampilkan denah dengan anak panah yang mengarahkan jalan.
Feya melangkah pasti kearah yang ditunjuk sistem, tak memedulikan tatapan yang tertuju padanya. Ia bahkan tak tersenyum.
Ayolah, baginya siswa-siswa itu hanya anak kecil.
Aah, sialan.
Ia bagian dari itu sekarang!
Bahkan ia harus mengulang sekolah dari tahun kedua!
Feya berdecak, kakinya berhenti didepan pintu. Tangannya terangkat mengetuk, menunggu sesaat. Sebuah suara dari dalam mengizinkannya masuk.
Tangannya meraih gagang pintu, pintu terbuka. Gadis itu melangkah masuk. "Permisi.."
Seorang wanita tengah baya yang duduk di kursi kebesaran dibalik meja menatap lurus kearahnya.
Feya mendekat tepat didepan meja kepala sekolah itu, tersenyum menyapa.
"Aku murid pindahan, Athareza Loufeya.."
"Owh.." Wanita itu beringsut membenarkan duduknya, balas tersenyum. "Selamat datang dan selamat bergabung, Nak"
Suara wanita itu lembut dan tegas bersamaan, sosoknya tampak benar-benar cocok dengan jabatan yang diembannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Athareza
Teen FictionWanita itu terbangun dalam tubuh yang tak dikenalnya. 'Apa-apaan ini?' Pikirnya. Tapi lupakan saja, yang tak dapat diterimanya adalah 'Kemana tubuh molek kebanggaannya?!' 'Kenapa pula dirinya ada dalam tubuh kerempeng jelek ini?' ...