13. Memberi perhatian.

1.4K 27 4
                                    

WAJIB FOLLOW SEBELUM BACA ❗❗

Cerita ini mengandung unsur dewasa dan bahasa kasar, harap bijak dalam memilih bacaan yang sesuai usia ❗❗

🔞🔞🔞

“Tuan, nyonya Liana, tadi–“

“Jangan menyebut namanya di depanku lagi!” Ujarnya, sembari mengendurkan dasinya kesal. Lalu ia lempar jasnya, sembarangan di sofa setelah memasuki kamarnya.

Steven merebahkan diri di ranjang besar bermotif putih polos miliknya, seraya memikirkan ekpresi yang tidak biasa dari laki-laki yang menggendong Liana tadi. Bisa dilihat dari ekpresinya, jika laki-laki tersebut bukan hanya mengangap hubungan mereka sekedar teman biasa. Lihat saja bagaimana cara laki-laki tersebut mengkhawatirkan Liana.

Steven menggelengkan kepalanya, menghapus prasangka buruk tentang pikiranya itu. Tidakkah Steven terlihat sedang cemburu? Tidak! Tidak! Steven tidak menyukai Liana, jadi untuk apa cemburu. Toh sebentar lagi, dirinya dan Liana akan berakhir di sidang perceraian.

Sudahlah Steven, tidak perlu memikirkan hal yang tidak penting.

“Dasar wanita licik! Nggak mau cerai, tapi godain laki-laki lain, ” Gumam Steven tidak jelas.

🔞🔞🔞

Liana membuka matanya berlahan. Pandangan itu menelisik isi ruangan yang menurutnya familiar; aroma obat yang menyengat, ruangan bertiraikan warna biru toska, serta monitor jantung yang terdengar masih bekerja.

Liana melirik pergelangan tangannya yang dibaluti dengan perban. Liana menghela napas berat, kenapa belum mati? Batin Liana frustasi.

“Sudah bangun?” Vino melayangkan satu pertanyaan, Liana mengangguk. Dan di sambung dengan pertanyaan ke dua, “Kamu membuatku takut, Liana.”

“Siapa yang bawa aku?” Liana bertanya, berharap jika orang yang membawa Liana adalah Steven, namun harapan itu tidak sesuai apa yang Liana inginkan.

“Tentu saja aku, Liana. Bagaimana bisa aku hanya menunggu setelah aku melihatmu tidak baik-baik saja.”

Kenapa harus Vino, yang selalu menjadi garda terdepan untuk Liana?

Mengharapkan Steven memanglah tidak mungkin, bahkan mustahil. Padahal Liana berharap ketika dirinya membuka mata, Steven lah orang yang pertama kali ia lihat. Dia juga berharap jika Steven lah yang menjaga Liana, menggengam tangan Liana, dan mencium kening Liana seraya bersyukur.

Tapi semua itu hanyalah harapan semu.

“Untuk apa membiarkan ku hidup?” Lirih Liana.

“Apa maksudmu, Liana?”

“Aku tidak ingin hidup, Vin,” katanya memalingkan wajah.

Vino mengerutkan keningnya. “Apa yang kamu katakan? Berbicaralah dengan jelas!”

“Kenapa kamu membiarkan ku hidup? Aku tidak ingin hidup Vino!” Sudut mata Liana mengeluarkan air mata. Liana bukan marah dengan Vino, melainkan mara kepada dirinya kenapa masih bertahan hidup, kenapa tidak mati saja?

Kalimat Liana terdengar menjengkelkan di telinga Vino. “Jangan bicara sembarangan. Memangnya kau akan bahagia jika sudah mati? Apa laki-laki brengsek itu akan mencintaimu? Iya? Katakan!” Berangnya, melemparkan pertanyaan.

“Untuk apa aku hidup, kalau akhirnya aku dan Steven berpisah?” Tanya Liana frustasi.

“Untuk dirimu sendiri, dan tentu saja untuk orang yang mencintaimu,” sahutnya.

FIRST NIGHT [21+]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang