"Aku sudah menemukan tunanganmu!"Alis Freen terangkat tinggi mendengar kata-kata kakeknya yg di ucapkan dengan suara penuh semangat itu. Sebelah tangannya terangkat memegang ponsel yg tadi terjepit di antara telinga dan bahu sehingga kepalanya bisa ditegakkan kembali.
"Tunggu sebentar, Pop." kata Freen singkat. Dia menurunkan ponsel dari telinga dan memberi isyarat kepada salah seorang sous chef-nya, menyuruhnya mengambil alih pekerjaannya. Setelah itu Freen berjalan keluar dari dapur restorannya yg sibuk namun teratur ke arah ruang kerja pribadinya.
Beberapa saat kemudian dia sudah duduk di balii meja kerjanya yg belum sempat dirapikannya selama beberapa hari. Dia menempelkan ponsel kembali ke telinga.
"Nah, apa katamu tadi?"
"Aku sudah menemukan tunanganmu!" ulang kakeknya dengan suara yg lebih bersemangat lagi.
"Ada dua masalah di sini," kata Freen sambil menyandarkan punggung kesandaran kursi dan mengacungkan dua jari, walaupun kakeknya tidak bisa melihat.
"Satu, aku tidak tahu dia menghilang. Dua, aku bahkan tidak tahu aku sudah punya tunangan."
"Ya, kau sudah punya tunangan. Aku hanya tidak pernah memberitahumu selama ini," kata kakeknya.
Freen memejamkan mata dan mendesah.
"Pop, kau ada di mana sekarang? Bukankah kau berencana menghadiri pernikahan temanmu malam ini?"
"Pernikahan cucu temanku," koreksi kakeknya.
"Dan tunanganmu ada di sini. Makanya cepatlah kemari."
"Apakah semua ini karena Tiffany?"
"Siapa?"
"Tiffany Young. Tinggi, cantik, rambut merah, mata biru. Kau mengenalnya, Pop. Aku baru saja memperkenalkan kalian kemarin."
Tiffany adalah model cantik yg juga adalah teman dekat Freen. Wanita itu teman yg menyenangkan, selalu bersedia mendampingi Freen ke acara apa pun yg harus di hadiri Freen. Tentu saja Freen menyadari salah satu alasan Tiffany bersedia melakukannya karena dia juga ingin memperluas koneksi. Freen adalah koki kepala di Rames, salah satu restoran paling terkenal di New York, jadi dia mengenal orang-orang yg mungkin bisa membantu Tiffany dalam bidang pekerjaannya. Hubungan mereka dekat, namun hanya sebatas teman. Setidaknya bagi Freen, dan setindaknya untuk sementara ini.
Selama ini Freen tidak pernah memperkenalkan wanita-wanita yg dekat dengannya kepada keluarganya. Dia sebenarnya juga tidak bermaksud memperkenalkan Tiffany kepada kakeknya. Tetapu kemarin Tiffany datang menemuinya di Rames ketika kakeknya juga ada di sini, jadi Freen terpakss memperkenalkan mereka berdua.
"Oh, dia." kata Kakeknya di ujung sana.
"Ya, dia "
"Memangnya ada apa dengannya?"
"Apakah alasan kau tiba-tiba memutuskan bahwa aku sudah punya tunangan adalah karena Tiffany?"
"Tentu saja bukan," bantah kakeknya.
"Apakah kau serius dengannya, Freen?"
"Entahlah. Mungkin aku berniat menikahinya," gurau Freen.
"Urungkan niatmu karena kau sudah punya tunangan," kata kakeknya.
"Dan cepatlah kemari, Freen. Aku butuh tumpangan pulang ke rumah. Apakah kau tega melihat kakekmu yg sudah renta ini naik taksi atau kereta bawah tanah di New York sendirian?"