"Katakan padaku," sela Freen sambil memutar-mutar bulpoin di antara jemarinya. Kepalanya masih tetap tertunduk menatap setumpuk kecil CV yg ada di meja kerjanya.Jared, yg duduk di seberang meja Freen, menghentikan penjelasannya tentamg kandidat-kandidat yg cocok untuk mengisi posisi kosong di Ramses.
"Apa?" tanyanya.
Freen mengangkat wajah dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi putarnya.
"Kalau kau sudah meminta maaf, tapi permintaan maafmu tidak diterima, apa yg harus kau lakukan?"
Jared menatap Freen sejenak, lalu mendesah keras.
"Kau sama sekali tidak mendengar sepatah katapun yg kuucapkam sejak tadi, bukan?" keluhnya.
"Oh, baiklah. Kurasa kita harus menyelesaikan masalah yg mengganggumu dulu sebelum kau memusatkan perhatian pada masalah pekerjaan. Coba ulangi pertanyaanmu."
"Kalau kau sudah meminta maaf, tapi permintaan maafmu tidak diterima, apa yg harus kau lakukan?" ulang Freen.
"Pria atau wanita?" tanya Jared langsung.
"Wanita."
Jared mengangkat bahu.
"Kalau yg kau maksud adalah Tiffany, aku yakin kau sudah sangat ahli dalam menghadapi Tiffany sehingga tidak membutuhkan saran dariku. Bukankah Tiffany bisa ditenangkan dengan bunga dan kata-kata manis?"
"Dia bukan Tiffany yg bisa ditenangkan dengan bunga dan kata-kata manis," gumam Frenn dengan alis berkerut.
"Dia...galak."
"Siapa dia?" alis Jared terangkat.
Freen mengayun ayunkan bulpoin yg masih dipegangnya.
"Kau tidak kenal."
"Biasanya kau lebih suka bergaul dengan wanita-wanita manis dan periang seperti Tiffany," komentar Jared sambil tersenyum.
"Sejak kapan kau bergaul dengan wanita-wanita galak?"
"Sejak Kakekku memilihkan tunangan galak untukku," gerutu Freen.
"Tunangan?" ulang Jared.
"Apa maksudnya ini? Kau sudah bertunangan?"
Freen kembali mengibaskan bolpoinnya.
"Itu menurut Kakekku. Dia bahkan mengancam akan menyerahkan Rames kepada sepupu jauhku kalau aku sampai tidak menerima pertunangan ini."
Ya, Kakeknya memang sengaja tidak muncul di Oliver's Tea Parlor kemarin sore. Dia sengaja mempertemukan Freen dengan Becca dengan harapan Freen bisa memanfaatkan kesempatan itu. Ternyata Freen gagal. Rebecca Armstrong masih membencinya.
"Apakah Kakekmu benar-benar melakukannya? Menyerahkan Ramses kepada orang lain, maksudku." tanya Jared.
Freen mendengus.
"Tentu saja tidak. Kau kira ini sinetron? Kakekku selalu bersikap dramatis dan aku sudah terbiasa. Jadi ancamannya tidak penting."
Jared mengerutkan keningnya tidak mengerti.
"Kalau ancaman Kakekmu tidak penting, kenapa kau masih berusaha mendekati gadis itu?"
"Karena aku ingin dia memberiku kesempatan untuk membuktikan..." Freen tidak menyelesaikan kalimatnya. Dia memutar-mutar kursinya dengan pelan sambil mengetuk-ngetuk dagu dengan bulpoin.