22 Juni 2023: Alam Lain

14 5 2
                                    

Day 22:

Buat cerita apabila daun bisa menggantikan uang untuk bertransaksi di dunia ini.

...

Dunia ini? Apa maksudmu dunia ini? Dunia ini yang mana? Kalau maksudmu dunia sebelah juga bisa disebut "dunia ini" sih sudah biasa. Aku pernah berkunjung ke dunia di mana transaksi benar-benar pakai daun. Kalian mau tahu kenapa bisa? Begini ceritanya.

Di malam Jumat Kliwon—yang seharusnya dilakukan beberapa hari lalu—aku pergi dinas ke dunia sebelah. Makhluk-makhluk di sana memang agak aneh, tapi kehidupannya mirip dengan di alam manusia.

Aku pergi ke salah satu warung sate. Warungnya cukup ramai. Ada makhluk berbulu besar, wanita yang punggungnya bolong—ewh, wanita berdaster putih, bayi yang hanya pakai kolor, dan ada juga setengah binatang. Mereka makan dengan lahap. Bertusuk-tusuk sate berjajar di piring-piring. Aku ikut memesan untuk merasakan bagaimana rasa makanan alam lain.

"Pak, sate ayamnya dua ratus tusuk!" pintaku pada penjual yang sedang mengipas tumpukan daging di atas bara. Lalu, aku mencari tempat duduk.

"Orang baru, Kak?" tanya seorang makhluk berbulu besar sambil memasukkan segenggam sate ke mulut.

Aku mengangguk, lalu duduk di sebelahnya. "Kelihatannya enak sekali, Mas," ujarku basa-basi. "Sate apa?"

"Sate ayam cemani," jawab makhluk itu dengan suara serak. "Di sini paling laku itu. Ada juga daging tumbal proyek. Kedua terenak. Tapi saya sedang tidak ingin."

Aku meneguk ludah. Sungguh di luar dugaan. Aku hanya tertawa kecil sebagai respons.

Tak lama kemudian, pesananku datang. Sate ayam dengan lumuran kecap beraroma khas yang menggugah selera. Ada acar di sebelahnya dan sambal merah yang menyengat.

Aku mengambil satu tusuk, lalu memakannya. Wah, sangat enak!

"Kalau boleh tahu, Kakak berasal dari mana? Pakaian Kakak sangat glamor, mahkota meraknya sangat mencolok. Kunti dan Bolong bahkan tidak berkedip dari tadi."

Aku berhenti sejenak. "Oh, aku dari Alam Purwarupa," jawabku biasa saja.

Wanita berdaster putih dengan rambut panjang menatapku intens. "Kakak pasti sangat kaya, tapi tetap mau makan bersama dengan orang-orang biasa. Aku salut. Aku harap banyak Manusia yang memakai jasaku supaya daun-daunku makin banyak seperti Kakak."

Alisku mengerut. "Daun?"

"Oh, Kakak tidak tahu, ya? Di sini transaksinya pakai daun fisik," Bolong wanita yang punggungnya berlubang menjawab. "Didapat dari kontrak dengan manusia lewat sesajen. Terkadang manusia tidak menghargai mata uang kami. Kakak pernah dengar kisah tentang tukang ojek yang kabur setelah menerima bayaran uang jati dari ras kunti?"

Aku menggeleng.

"Ya, itu hanya sekian dari banyak cerita. Kadang orang kaya memang begitu. Tidak menghargai uang sama sekali padahal carinya susah," lanjut Bolong seraya menghabiskan satenya.

Aku ingin menyangkal karena manusia pastinya akan takut duluan dengan makhluk-makhluk seperti mereka, tetapi tidak aku suarakan.

"Nilai daun di sini berdasarkan pohon sumbernya. Semakin langka semakin tinggi harganya. Karena di sini tidak ada pohon fisik, makanya kami harus mendapatkannya dari dunia manusia."

Aku mengangguk. Sistem yang sangat menarik sekali. Bisa kuterapkan nanti untuk dunia baru.

Aku pun melanjutkan obrolan, tetapi lebih banyak kisah misteri yang sebenarnya dianggap gosip di dunia ini.

=QwQ=

Catatan Dewi Lokakarya:

Ya, perjalanan dinas lagi. Setidaknya aku punya inspirasi sekarang.

Buana Sang Dewi - Daily Writing Challenge NPC 2023 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang