SM | Vingt-Neuf

455 36 0
                                    

•°~Happy Reading~°•

"Flora meninggal!"

Ryder yang duduk di kursinya tersentak. Tubuhnya kaku menatap teman sekelasnya yang berdiri di ambang pintu sambil terengah.

"Dan udah selesai pemakamannya!"

Kenapa? Kenapa dirinya tidak tau? Apa yang sudah terjadi pada gadis itu?

Ryder bersama anggota Scorpion, OSIS, dan teman sekelas Flora pergi ke rumah duka untuk berbelasungkawa.

Ryder menatap sendu pada seorang wanita yang merupakan ibu Flora yang menangis tersendu-sendu, tidak percaya anaknya pergi secepat itu.

"Apa kita sudah kejam pada Flora?"

Atensinya beralih pada Arasfa yang menangis dalam pelukan Narasfa di sampingnya.

"Flora nggak bakal meninggal kalau kita...."

"Ini bukan salah kita, ini emang udah takdir Flora," potong Maecy. "Tapi, bukankah kematian Flora terlalu janggal?" gumamnya tanpa didengar siapa pun.

Alice yang sudah keluar dari rumah sakit menghampiri ibu Flora. "Tante, yang kuat, ya?"

Ibu Flora menoleh. "Alice, Flora Alice. Kenapa dia ninggalin Tante secepat ini? Kenapa tidak Tante saja yang mati lebih dulu?!" racau wanita itu.

"Maafin Alice yang tidak bisa menjaga Flora." Alice memeluk tubuh rapuh wanita itu, air matanya ikut berlian, tak sanggup menahan sakit luar biasa di ulu hatinya.

Ryder di sana memilih keluar, Zaedyn yang melihatnya mengikuti Ryder. "Ry," panggil laki-laki itu.

Ryder menoleh sekilas pada Zaedyn. Kedua laki-laki itu berdiri diam menatap taman, sampai celetukan Zaedyn membuka topik di antara keduanya.

"Flora ditemukan meninggal di kamarnya dengan nadi terpotong."

"Hm," jawab Ryder seadanya. "Kalian tau tugas kalian?" ujarnya kemudian setelah lama diam.

Zaedyn mengangguk. "Aku dan Axton sudah melakukannya," katanya.

"Bagus."

Setelah kedua laki-laki itu kembali masuk. Dan tanpa mereka ketahui, seseorang melihat mereka dari jauh. Namun saat seorang gadis lain keluar dari sana buru-buru dia pergi.

. . .

"Flora meninggal? Hahaha! Gadis yang pintar, dia menyelenyapkan diri sendiri dan aku tidak perlu mengotori tangan."

Seseorang itu berjalan menuju balkon kamarnya menatap bulan purnama yang bersinar tanpa adanya awan yang menghalangi.

Tanganya terangkat dengan telunjuk dan kempol yang terbuka. Seseorang itu menunjuk bulan di atas sana.

"Pang! Suatu saat!"

Seseorang itu cekikikan dan kembali masuk ke dalam kamar. Tanpa dia sadari seseorang berpakaian hitam berdiri di bawah sana sambil menatap.

Begitu pintu dan jendela ditutup, dia pergi dari sana sambil mengetik sesuatu di handphonenya. Dirasanya cukup seseorang itu menekan tombol send, setelahnya dia mencabut kartu sim dari handphonenya.

. . .

Alfeith meletakkan handphone yang menyala di atas meja, menampilkan sebuah room chatnya dengan anonim.

"Aku tidak tau maksudnya apa tapi aku rasa itu adalah sebuah teka teki," ujar Alfeith begitu datar.

'Dia di sudut dan jangkauan yang tinggi, dia melihat semuanya.'

"Menurut kalian apa? Aku berusaha memecahkannya semalam, namun tak kunjung mendapat jawaban," lanjut Alfeith menatap Scorpion.

"Dia di sudut dan jangkauan yang tinggi, dia melihat semuanya. Tuhan, kan?" kata Reska dengan tidak yakin.

Alice menampar kepala Reska. "Tidak sesimpel itu!" gemasnya.

"Lalu apa?!"

"Cicak mungkin?" timbal Axton membuat mereka melongo.

"CCTV."

Semua teralih pada Narasfa yang menatap handphone Alfeith. Kemudian dia mendongak dan menatap orang di sana.

"Dia di sudut dan jangkauan yang tinggi, dia melihat semuanya. CCTV, berada di siku-siku dinding dan letaknya di atas, CCTV merekam semua yang terlihat oleh jangkauannya. Jawabannya CCTV." Narasfa menjelaskan.

"Wow! 100 buat Narasfa!" seru Reska heboh.

Sementara Ryder hanya diam mendengarkan sambil menatap tak terbaca pada Narasfa. Merasa diperhatikan Narasfa balik menatap Ryder, gadis itu kemudian mengangguk.

Alfeith kembali dikirimi pesan dengan nomor yang sama pada malam harinya.

Kau menemukan jawabannya?

Tanpa pikir panjang Alfeith membalas pesan itu sebelum tidak di aktif seperti sebelumnya.

Ya, aku menemukannya. Siapa kau sebenarnya?

Seseorang yang menerima pesan mengukir senyum. Jari-jarinya mengetikan balasan.

Kalian tidak perlu tau aku siapa. Soal pertama selesai, tunggu yang selanjutnya. Semangat Scorpion!

Alfeith mencoba mengirim pesan lagi namun hanya centang satu. Laki-laki itu menggeram dan hampir membanting handphone. "Sialan! Siapa kau, hah?!"

. . .

"Semalam dia kembali mengirimi pesan dan mengatakan kalau soal pertama selesai dan akan mengirim soal selanjutnya."

Rasanya Alfeith tidak bisa menunggu besok untuk memberitahukan apa yang terjadi padanya. Dia mendatangi apartemen Ryder bersama Axton.

Ryder menatap pesan terakhir yang dikirim Alfeith pada room chat di handphone Alfeith. "Kau sudah mencoba meneleponnya?" Ryder menatap Alfeith.

Alfeith mengangguk. "Aku sudah menelepon berulang kali, bahkan menggunakan telepon biasa. Aku rasa dia mencabu kartu sim dari handphonenya."

Ryder mengangguk. "Axton, kau tau tugasmu, kan?" Laki-laki itu beralih pada Axton yang kelihatan sangat mengangguk. Buktinya laki-laki itu mengangguk diselingi menguap.

"Kirimkan aku nomor itu ... huaaam. Astaga, aku mengantuk sekali. Ryder, aku menginap di apartemenmu."

Alfeith dan Ryder menatap Axton yang tanpa permisi masuk ke salah satu kamar tamu. "Dia hampir tidak tidur sehari semalam, tadi aku menjemputnya sedang bermain game. Lava hampir mengamuk saat dia melihat berantakannya kamar Axton," cetus Alfeith.

Ryder mengangguk sambil terkekeh pelan. "Yasudah, kau juga menginap kalau begitu, ini sudah larut malam."

•°~TBC~°•

Min, 25 Juni 2023

Scorpion MissionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang