6. Jujur Dikit Gak Ngaruh

413 52 5
                                    

KETOS kita jiwanya udah menjerit lelah, Pemirsa. Yubian udah nggak kuat. Yubian ingin sekali mengibarkan bendera putih dan melambaikan tangan ke kamera. Sebab cowok di depannya terlalu bodoh dan minta dijadikan tumbal proyek.

"Gimana, Ket? Elo setuju 'kan, kalo kita pacaran?" Dan pertanyaan Jefino malah memperparah segalanya.

"Tidak setuju. Saya tidak tertarik berpacaran dengan pemuda seperti kamu." Yubian mengangkat sebelah telapak tangannya tepat ke depan muka Jefino. Berharap dirinya memiliki kekuatan tapak Budha seperti Stephen Chow di film Kungfu Hustle. Sebab saat ini dirinya ingin sekali melemparkan Jefino ke ujung dunia.

Kalo perlu ke ujung semesta sekalian. Supaya gak nanggung.

Jefino makin bertanya-tanya mengetahui dirinya masih aja ditolak. "Emangnya gue masih kurang apa? Bukannya buat pacaran, kita cuma tinggal saling kenal? Dan muka gue juga ganteng. Gak malu-maluin amat buat elu akuin sebagai pacar, Ket."

"Pemuda bodoh seperti kamu masih harus banyak belajar mengenai cinta."

"Aduh! Paling males gue kalo disuruh belajar."

"Saya sudah bisa menebaknya. Karena itulah saya tidak tertarik."

"Yah, masa gitu, sih?" Ekspresi kecewa Jefino kini nampak. "Terus, gimana caranya supaya elu bisa mulai tertarik ke gue?"

"Tidak ada cara apa pun. Karena saya hanya tidak menyukai kamu."

"Kenapa elu nggak suka ke gue?"

"Karena kamu laki-laki."

"Emangnya kenapa kalo gue laki-laki?"

"Dan saya juga laki-laki."

"Terus, masalahnya apa?"

"Saya bukan gay."

"Gue juga bukan. Kebetulan aja gue lagi sukanya ke elu. Gak ada masalah, 'kan?"

KAPAN PEMBAHASAN INI BAKAL SELESAI, YA TUHAN! Lagi-lagi batin Yubian menjerit. Dia menarik napas pelan-pelan demi mempertahankan kesabaran. "Bagi kamu itu mungkin tidak masalah, tapi tidak dengan yang lain."

"Bodo amat sama yang lain. Gue suka elu, mau elu jadi pacar gue. Urusannya sama yang lain apa?"

"Itu dia masalahnya!" Yubian menunjuk tepat ke hidung Jefino yang penuh komedo. "Kamu tidak akan pernah bisa mendapatkan pasangan jika terus memiliki jalan pikiran seperti itu. Sampai kapanpun."

"Bodo amat sama masalah itu dan ini! Gue cuma mau elu jadi pacar gue. Titik!"

"Koma, tapi saya tidak mau."

"Gue maksa."

"Saya tidak peduli."

"Gue bakalan patah tulang iga kalo elu nolak gue."

"Kamu patah tulang leher pun saya tidak akan ambil pusing."

Jefino seketika kehabisan kata-kata.

"Permisi, saya mau pergi."

Yubian betul-betul pergi. Menelantarkan Jefino yang kini bentuk hatinya telah dibuat hancur berantakan. Ditolak mentah-mentah seakan dirinya sama sekali nggak memiliki harapan.

"AH, NGGAK BISA! GUE NGGAK BAKAL MENYERAH!" seru Jefino penuh semangat sembari memukul-mukul dadanya sendiri. Meminta hatinya untuk tetap kuat menghadapi segala ujian cinta yang akan dirinya hadapi. "Pokoknya, apa pun bakal gue lakuin demi bisa menjadikan KETOS pacar gue. Tapi, pertama-tama ..."

.

"Lu bilang apa barusan?" Mamah Jefino urung menyeruput teh manis hangat sesudah menangkap pengakuan yang diucapkan oleh sang anak sulung.

Yang saat ini duduk di sampingnya, mengulang lagi apa yang emang ingin dia sampaikan, "Gue suka sama KETOS di sekolah gue. Namanya Yubian Aprillio. Cowok."

Wanita berusia 37 tahun itu terdiam. Kaget dikit, nggak ngaruh. Jadi dia sekadar merespons santai, "Oh." Lalu lanjut meminum teh hangat dan memakan onde-onde di meja.

"Gitu doang?" Jefino heran sendiri.

"Ya, terus? Elu pengennya gue bilang apa?"

Cowok tukang malak ini menggaruk-garuk telinga. Gelagat gugupnya seperti selalu begitu. "Gue nggak normal 'kan, Mah? Soalnya gue suka sama cowok. Dan guenya juga cowok."

"Elu ngerasa diri lu nggak normal?"

"Biasa aja, sih."

"Ya udah. Ngapain dipikirin." Mamah kembali menyeruput isi gelasnya. "Lagian elu masih suka makan bubur dicampur pake nasi. Menurut mamah, itu malah yang lebih nggak normal." Beliau tersenyum. "Anggap aja ini cinta monyet. Elu 'kan masih muda. Hidup lu masih panjang. Apa salahnya elu mencoba nyari jati diri dengan mencoba macam-macam jenis cinta."

Jefino melotot. "Gue nggak jatuh cinta sama monyet, Mah."

Komentar itu nyaris bikin Mamah tersedak. "Itu cuma istilah aja. Dasar goblok emang lu."

Dikatai demikian, Jefino jadi teringat kata-kata nyaris serupa yang pernah dilontarkan Yubian padanya. "Tapi dia bilang, dia nggak tertarik sama gue," ungkapnya berekspresi masam.

Mamah melirik, merasa tertarik. "Oh. Jadi elu udah berusaha ngedeketin dia?"

"Udah, Mah. Tapinya gitu, dianya nolak gue terus."

Mamah tersenyum geli melihat raut wajah putranya yang makin kecut. "Cewek andai elu tembak aja belum tentu mau nerima, apalagi cowok, Fin."

"Iya juga, sih."

"Terus, gimana? Elu nggak bakal nyerah gitu aja, 'kan? Ngedeketin itu KETOS?" tanya Mamah yang sontak dibalas anggukkan mantap.

"Nggaklah. Gak ada kata nyerah dalam kamus hidup Jefino Josandika."

"Lagak lu. Lima puluh dikali tiga dibagi lima belas, berapa?"

"Aduh, nyerah! Apa aja asal jangan soal matematika!" pekik Jefino frustrasi seraya menutup kedua telinga.

"Emang goblok lu!" Kaki sang putra ditendang oleh Mamah sambil ketawa-ketawa.

Jefino nyengir. "Goblok gue 'kan menurun dari elu, Mah."

"Untung aja elu anak kandung gue."

"Iya. Makasih udah ngelahirin gue," ujar Jefino lantas menyandarkan kepalanya ke bahu sang Mamah sambil mulai memainkan HP.

"Duh, kalo lagi gini jadi gemes gue sama elu. Sini, cium dulu."

Sigap Jefino bergerak menjauh dari serangan ciuman bertubi-tubi sang Mamah. "AKH! Gak mau! Geli! Mulut lu bau got!"

"Enaknya itu mulut gue jejelin tai kali, ya. Dasar songong lu." Alih-alih mencium, kini Mamah melayangkan jitakan ke kepala Yubian yang refleks mengaduh.

"Ampun, Mah!" Pemuda ini beringsut mendekati sang Mamah lagi. Kali ini, menidurkan kepalanya ke pangkuan wanita kesayangannya dan lanjut scroll TikTok. "Doain gue ya, Mah. Supaya gue bisa menaklukkan hati KETOS."

"Berani bayar berapa lu?"

"Dasar betina mata duitan."

"Ngomong apa lu barusan?"

"Iya, ampun."

Mamah mengelus-elus bagian wajah Jefino yang terluka. Yang udah nggak pernah lagi dipermasalahkan. Sadar bahwa putra kecilnya yang bandel ini udah semakin besar. Udah bisa mengurus diri sendiri. Membedakan mana yang baik dan buruk. Walau hampir setiap hari bikin gara-gara. Nggak apa-apalah, ya. Mamah yakin, itu baik untuk dijadikan pelajaran oleh Jefino.

"Harusnya elu minta gue doain supaya elu jadi pinter."

"Mamah juga mesti doa begitu buat diri sendiri, dong. Supaya ad--aduh, aduh! Iya, ampun!"

Namun, emang sifat alami Jefino adalah kurang ajar. Nggak ada banyak hal yang bisa dilakukan. Berharap aja, semoga nanti bakal ada keajaiban yang mampu mengubah tokoh utama kita itu.

___Bersambung dulu lagi, ya. ✨

Vote komen jangan lupa. ❤️

Ketos Cupu, I Love You [BoyxBoy]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang