Chapter 4 "Stroberi"

0 1 0
                                    

Anggota OSIS tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka membenarkan kabar itu kala Riri bertanya dengan ditemani Seka dan Azumi.

“Ah! Reon sudah abnormal!”

Azumi menepuk dahi keras.

Mereka ada di depan pintu ruangan OSIS yang tertutup sekarang.

Riri masih melongo menatap pintu itu.

Sontak Seka menggoyang-goyangkan pundak Azumi.

“Hoi, sialan! Cepat nasehati teman lamamu itu! Jangan bertindak gila sampai mau buat sekolah ini roboh! Aku tidak mau Riri jadi pelaku utamanya, bodoh!”

Teriaknya tak peduli dilihat banyak orang.

“Ada apa di sana?”

“Iya, ada apa?”

Lain dengan Riri yang masih melongo. Pintu itu seolah mengeluarkan cahayanya sendiri.

‘Ketua… pelaksana… kah?’
batinnya bergema.

Ketika pulang sekolah, cuaca yang terang tiba-tiba berubah. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tidak ada hawa kehadiran bencana yang membuat hati gelisah.

Hanya langit redup yang mengiringi setiap langkah Riri di trotoar.

‘Hahh… aku tidak mau mendengarnya. Aku tidak mau berdebat dengannya. Karena… Reon serius ingin menghadapiku.’

Pandangan menunduk enggan menendangi bebatuan kecil. Tangan lemah tak berdaya dan netra itu… sangat gelap begitu dalam.

‘Sudah pasti tidak ada alasan lain, jadi tidak ada yang perlu dibahas,’ sambung hatinya.

Berkedip sekali dan menghadap hadapan.

“Aku hanya perlu melakukannya, itu saja.”

Setelah beberapa langkah, kakinya berhenti.

Menatap langit dalam.

“Tapi… apa aku bisa?”

Lalu, suara larian seseorang dari belakang terdengar membuat insting Riri tergerak, melebarkan mata dan menoleh heran.

“Ha?”

Sontak tak percaya. Kei ada di sana mengejarnya.

“Riri!”

Panggil Kei dengan senyuman tanpa berhenti berlari.

Pupil mata Riri membesar jauh lebih besar. Dia melongo.

“Kei?”

Saat Kei berhenti tepat di depannya, Riri tetap tidak memalingkan pandangannya. Dia menatap Kei bingung.

“Hahh, syukurlah masih terkejar. Riri, aku minta maaf gagal menghentikan Reon untuk bertindak senekat itu. Keputusan sudah tidak bisa dirubah sekarang. Harus bagaimana ini?”

Napas Kei tersenggal.

Riri meneleng sadar dan bertanya-tanya.

“Apa?”

Pada akhirnya mereka beristirahat di lapangan dekat sekolah, tepatnya di bawah pohon besar yang pernah mereka jadikan tempat lomba matematika masa itu.

Kei menceritakan semuanya.

“Maafkan aku… Riri.”

Wajah sedih nan sayu penuh penyesalan. Riri menjadi tidak tega.

“Eh? Jangan menangis. Seka sekarang sedang memarahi Reon. Ketua kelas Azumi juga ada di sana, mungkin keputusannya masih bisa dirubah. Jadi jangan menyesal, ya. Aku sangat berterima kasih sudah membantu.”

Riri 3Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang