37 | Mengikhlaskan

4K 508 34
                                    

“Sesungguhnya apa pun yang dijanjikan kepadamu pasti datang dan kamu tidak mampu menolaknya.”
[QS. Al-An'am : 134]

•❅───✧❅✦❅✧───❅•

“Mbak Yuni, saya izin keluar sebentar, ya?”

Mbak Yuni yang sedang menyapu segera membalikkan pada Riani yang tiba-tiba datang. “Loh, ibu mau ke mana?”

Riani menampilkan senyum tipis. “Ke supermarket sebentar, ada yang mau saya beli.”

“Biar saya aja, Bu.”

Riani menggeleng. “Enggak usah, saya aja.”

“Tapi, Bu—”

“Sudah tidak apa-apa, Mbak Yuni lanjut nyapu saja. Saya bakalan baik-baik aja kok.”

Dengan berat hati, Mbak Yuni menganggukkan kepala. Dia tersenyum canggung pada Riani.

Setelah berpamitan, Riani segera pergi. Wanita itu berjalan kaki menuju supermarket.

“Sudah lama aku tidak bertemu Eliza semenjak kejadian itu, maafkan ibu, Nak.” Riani menundukkan kepala, merasa sesak mengingat pertemuan terakhir dengan putrinya yang bisa dibilang buruk.

“Sepertinya aku harus menemui Eliza, aku harus meminta maaf padanya atas perlakuanku yang kelewat batas hanya karena emosi semata, Eliza pasti sangat sedih.”

Langkah Riani melambat tatkala kepalanya sedikit berdenyut, cairan kental berwarna merah terasa mengalir dari hidungnya membuat Riani membelalak. “Tidak, jangan sekarang.”

Tanpa Riani sadari, ada seseorang yang mengawasinya sejak dia keluar dari rumah. Orang itu mengamati Riani dari dalam mobil seraya mengikuti ke mana Riani pergi.

“Riani, sudah lama sekali aku ingin menghabisimu tetapi selalu saja gagal. Akan aku pastikan sekarang tidak lagi.”

“Hidupku benar-benar tidak akan tenang jika kamu masih hidup di dunia ini.” Orang itu perlahan melajukan mobilnya menuju Riani.

“Setelah kamu tiada, aku akan menghancurkan putrimu. Dia harus merasakan hal yang sama seperti kamu. Aku tidak akan pernah membiarkan kamu juga putrimu bahagia. Sudah cukup selama ini aku diam saja, sekarang aku akan mengakhiri semuanya.” Dengan tatapan tajam dan penuh dendam, mobil itu melaju dengan kencang menabrak tubuh Riani di depan sana.

Tubuh Riani terguling cukup jauh, darah segar mengalir dari kepalanya. Orang-orang yang melihat itu berteriak histeris dan dengan cepat mendekati Riani.

“WOY BERHENTI!!” Teriak seseorang pada mobil yang sudah menabrak Riani. Orang itu mengambil ponsel dan memotret nomor mobilnya.

Ditengah kesadarannya yang perlahan menghilang, Riani menyebut nama Eliza. “M-maafkan i-ibu Eliza, maafkan ibu ....”

•❅───✧❅✦❅✧───❅•

“IBU!”

Eliza menghentikan langkah di hadapan Mbak Yuni, dia mengatur napasnya yang terengah-engah. Di belakangnya ada Shafiyah yang senantiasa mengikuti dengan khawatir.

“Mbak Yuni, itu semua nggak bener, kan? Ibu baik-baik aja, kan?”

Mbak Yuni terdiam, mulutnya terasa kelu untuk sekadar membalas pertanyaan Eliza. Perempuan yang lebih tua beberapa tahun dari Eliza itu menundukkan kepalanya lantas menggeleng. “I-ibu sudah meninggal Mbak ....” Tanpa bisa menahan tangisnya, Mbak Yuni berkata demikian.

Eliza menggeleng-gelengkan kepalanya masih berusaha tidak percaya. “ENGGAK MUNGKIN!” Tangan Eliza menyentuh bahu Mbak Yuni, matanya berkaca-kaca dengan pandangan kosong. “S-sekarang ibu di mana?”

PHILOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang