30 | Kembali

4.7K 545 63
                                    

“Dan janganlah engkau mengira, bahwa Allah lengah dari apa yang diperbuat oleh orang yang zalim.”
[QS. Ibrahim : 42]

•❅───✧❅✦❅✧───❅•

“Mas Rayyan!”

Eliza terbangun dengan napas terengah-engah, tangannya berkeringat dingin. Sentuhan hangat di pipi membuat dia tersentak. “U-ummi?”

“Alhamdulillah, Nak, kamu sudah sadar.” Shafiyah bernapas lega, dia menghapus peluh di pelipis Eliza.

“Ummi Mas Rayyan mana? Dia baik-baik aja, kan? Mas Rayyan nggak kenapa-napa, kan, Ummi?” Eliza mengedarkan pandangan ke sekitar, dia dan Shafiyah ternyata duduk di kursi ruang tunggu.

“Eliza, tenang, Nak.” Shafiyah menyentuh lembut bahu Eliza, mengarahkan tubuh Eliza agar menghadapnya. “Alhamdulillah Mas Rayyan baik-baik saja, sekarang dia berada di ruang rawat. Tetapi—”

“Apa, Ummi?”

“Tangannya sedikit patah, makanya Mas Rayyan harus memakai gips.”

Eliza menutup mulutnya menahan tangis. “T-terus tadi ... Jenazah itu?”

Shafiyah tersenyum, “itu bukan Mas Rayyan. Dia orang yang juga termasuk korban kecelakaan, akan tetapi nyawanya tidak tertolong.”

“T-tapi dompetnya ....”

“Memang benar itu dompet Mas Rayyan, suster salah mengira bahwa dompet itu punya suami kamu, karena terjatuh di samping korban yang meninggal itu.”

Eliza bernapas lega, dia sudah salah mengira dan berpikir bahwa Rayyan telah pergi.

“Eliza.”

Eliza menoleh begitupun Shafiyah, di sana terlihat Riani tengah berjalan dengan tegas menghampiri keduanya.

Eliza bangkit, matanya berkaca-kaca melihat keberadaan ibunya. Dia hendak memeluk Riani, akan tetapi tanpa disangka Riani malah menghindar. Membuat kerutan bingung tercetak pada dahi Eliza.

“Ibu kenap—”

“Puas kamu bikin suami kamu masuk rumah sakit?”

Eliza tersentak, “a-apa maksud ibu?”

“Ibu tau semuanya, Eliza. Ibu tau bagaimana kelakuan kamu di belakang ibu kepada suami kamu! Tega-teganya kamu menyakiti pria sebaik Nak Rayyan?”

Eliza terdiam. Riani terlihat marah sekali padanya.

“Ibu, El—”

“Ibu nggak pernah mengajarkan kamu untuk bersikap kurang ajar seperti ini terlebih kepada suami kamu! Bukankah sudah berkali-kali ibu katakan, berperilaku yang baik kepada suami kamu, apa kamu tidak mendengar?!” Riani menarik tubuh Eliza, kemudian mencengkram bahu Eliza membuat Eliza meringis. Shafiyah terkejut melihatnya. “Ibu tau kamu tidak menyukai pernikahan kalian, tapi ibu enggak pernah menduga kamu akan berbuat nekat seperti ini. Meminta cerai pada suami kamu? Sadarkah perlakuan kamu begitu kurang ajar, Eliza?”

Eliza menangis, bukan karena cengkraman Riani yang membuat bahunya sakit, tetapi dia menangis karena telah membuat Riani begitu kecewa. Terlihat dari sorot mata Riani yang begitu tajam dan menatapnya tidak seperti biasa.

“Ibu, Eliza minta maaf ....”

“Minta maaf? Kenapa kamu meminta maaf pada ibu, seharusnya kamu meminta maaf pada suami kamu! Lihat Nak Rayyan.” Riani menyeret tubuh Eliza dengan kasar, mengintip dari celah jendela kondisi Rayyan yang terbaring lemah di dalam sana. “Karena kelakuan kamu, dia sampai harus terbaring lemah! Entah apa yang harus ibu katakan lagi Eliza, ibu benar-benar kecewa dengan kamu.”

PHILOPHOBIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang